Dilansir dari Forbes, virus corona yang menginfeksi masyarakat Korea Utara saat ini disebabkan oleh varian Omicron BA.2.
Kasus ini pertama kali ditemukan di Pyongyang, Korea Utara.
Menurut Epidemiolog dari Griffith University Australia Dicky Budiman, kemunculan kasus Covid-19 di Korea Utara berpotensi memicu kemunculan subvarian baru.
"Kalau bicara potensi lahirnya subvarian baru tentu ada karena bagaimanapun ketika virus itu bersirkulasi dengan bebas. Virus mudah untuk menginfeksi dan akhirnya bermutasi menghasilkan varian baru," terang Dicky, saat dihubungi oleh Kompas.com, Rabu (18/5/2022).
Menurut Dicky, Korea Utara merupakan negara yang rawan terkena wabah.
Sebab, Korea Utara merupakan negara yang tertutup sehingga tidak menyediakan transparansi data terkait Covid-19.
"Bicara respons wabah itu bicara transparansi data. Bicara transparansi data ini juga bicara bagaimana sistem kesehatan yang ada bisa cepat mendeteksi dan berkolaborasi secara global," kata Dicky.
Dilansir dari AFP, hingga saat ini media pemerintah Korea Utara tidak merinci dengan pasti berapa banyak kasus dan kematian yang dites positif virus corona.
Vaksinasi yang rendah
Selain transparansi data yang tidak dilakukan oleh media pemerintah Korea Utara, masyarakat di negara itu juga belum mendapatkan vaksinasi.
Rendahnya cakupan vaksinasi dan keterbatasan fasilitas uji Covid-19 ini dapat memicu terjadinya lonjakan kasus yang dapat memperburuk kondisi Covid-19 di dunia.