Selain tumpeng, dalam arak-arakan ini para abdi dalem juga membawa membawa lampu ting (lentera).
Hingga kini, malam selikuran masih dijalankan. Namun, rute kirab diperpendek hanya sampai Masjid Agung saja.
Makna lampu ting dan tumpeng
Salah satu yang khas dari tradisi malam selikuran Keraton Surakarta ialah adanya lampu ting.
Lampu ini merupakan simbol dari obor yang dibawa para sahabat tatkala menjemput Nabi Muhammad SAW yang turun dari Jabal Nur seusai menerima wahyu.
Dalam malam selikuran, para abdi dalem juga membawa tumpeng berjumlah seribu.
Syamsul dan Siti menuliskan, jumlah tersebut melambangkan pahala setara seribu bulan, yakni pahala yang dijanjikan Tuhan kepada hamba-Nya yang ikhlas beribadah pada malam lailatul qadar.
Nasi tumpeng itu berisi nasi gurih berbentuk tumpeng kecil disertai kedelai hitam, cabai hijau, rambak, dan mentimun.
Saat kirab, nasi tumpeng dimasukkan ke dalam ancak cantoka atau jodang yang terbuat dari besi dan kuningan.
Puncak dari malam selikuran adalah pembagian nasi tumpeng.
Selepas pemuka agama mengucap doa, nasi tersebut dibagikan kepada para abdi dalem dan masyarakat.