Terkait antisipasi, lanjut Dicky, dapat dilakukan dengan memperketat pintu-pintu masuk di Indonesia.
Selain itu juga dilakukan karantina yang memadai, setidaknya selama 7 hari bagi pendatang yang telah divaksinasi secara penuh dan PCR negatif.
Sedangkan dilakukan karantina selama 14 hari bagi pendatang yang belum divaksinasi dengan PCR negatif.
Sementara antisipasi di dalam negeri dapat dilakukan dengan 3T (testing, tracing, tracking, menerapkan protokol kesehatan (5M), percepatan vaksinasi, dan pembatasan kegiatan masyarakat.
“PPKM berlevel tetap dilakukan. Harapannya PPKM yang diterapkan level 1 dan level 2. Artinya semua berupaya agar level pandemi kita terkendali atau membaik. (Tentunya) dengan peran semua pihak,” papar Dicky.
Dicky menyampaikan, meskipun positivity rate rendah, tapi testing, tracing, dan tracking yang dilakukan rendah. Hal ini menjadi satu hal yang perlu diwaspadai.
“Karena berarti kemampuan kita mendeteksi kasus-kasus di masyarakat menjadi tinggi. Sudah dicapai (nilai standar) dari WHO, itu tidak dijamin,” kata dia.
Kecukupan testing, jelas Dicky, mengikuti ekskalasi pandemi.
“Misalnya ada terkonfirmasi 1.000 kasus positif, harus ada tracing minimal 1.000 x 15 (orang), itu minimal. Karea WHO juga menyarankan (tracing ke) 30 orang. Nah ini harus dilakukan,” ujarnya.
Dicky menegaskan, seharusnya juga dilakukan penelusuran lebih lanjut dalam bentuk tracking, seperti kontak kasus level 2 atau level 3.
“Saat ini belum (dilakukan), dan menempatkan posisi Indonesia sangat rawan terjadi (gelombang ketiga),” jelas dia.