Tanpa gejala apapun tiba tiba saya masuk ke dalam badaisitokin dengan keadaan paru paru rusak 60% dalam dua hari," ujarnya.
Kondisi yang mengancam nyawanya itu bisa dilewati berkat sejumlah dokter yang dikatakannya membantu seoptimal mungkin untuk menstabilkan kondisinya dan keluar dari masa kritis.
"Yes it's a life and death situation. Hebat nya Oksigen darah saya tidak turun bahkan diam di 97-99 hingga saya bisa selamat walau dengan kerusakan paru yg parah," jelasnya lagi.
Untuk berbagi pengalaman yang dialaminya, Deddy kemudian mengunggah konten podcast berjudul SAYA SAKIT, KRITIS DAN HAMPIR MENINGGAL. WHY I STOP.
Dalam pengakuannya, Deddy Corbuzier menceritakan ia awalnya menjadi pasien Covid-19 tanpa gejala.
Namun, pada dua pekan setelahnya, ia mengalami demam cukup tinggi hingga 40 derajat dan vertigo meskipun hasil tesnya sudah negatif.
Curiga ada yang salah dengan kondisinya, ia kemudian melakukan pemeriksaan CT Toraks.
Meski sempat dirawat di rumah, ia kemudian harus menjalani perawatan intensif di rumah sakit, termasuk akhirnya mengalami badai sitokin.
"Setahu saya badai sitokin ini membuat orang meninggal, kondisinya pada saat itu panas demam, badan sakit semua, kecewa sekali," tuturnya.
Kekecewaan itu dirasakan karena selama ini ia merasa sudah menjalani pola hidup sehat.
Termasuk rutin berolahraga setiap hari dan memastikan kadar vitamin D dan Zinc di tubuhnya tinggi untuk menjaga imunitas.