Budi mengatakan, lonjakan kasus Covid-19 salah satunya terjadi di India.
Akibatnya, Pemerintah India memutuskan untuk memberlakukan embargo vaksin.
Artinya, vaksin yang diproduksi saat ini diprioritaskan untuk mereka sendiri mengingat tingginya laju penularan virus.
Pembatasan ekspor vaksin juga terjadi di beberapa negara lain seperti Amerika dan Inggris.
"Akibatnya ini juga membuat ramai dan membuat tindakan balasan dari negara-negara di luar India, terutama yang menguasai bahan baku yang dipakai oleh vaksin-vaksin India. Jadi memang jadi agak complicated," ujar Budi.
Budi mengaku bersyukur, karena sejak awal Indonesia tidak hanya menjalin kerja sama pengadaan vaksin dengan satu perusahaan, melainkan empat.
Keempatnya yakni Sinovac dari China, AstraZeneca dari London, Novavax dari Amerika-Kanada, dan BioNTech Pfizer dari Jerman.
Dengan beberapa kerja sama itu, Indonesia masih punya persediaan vaksin yang cukup, meski banyak negara tengah berebut.
"Kenapa empat (kerja sama), ya maksudnya supaya kalau terjadi masalah dengan satu yang lainnya masih bisa kita terima dan itu yang kejadian sekarang juga," kata Budi.
Kendati demikian, Budi mengakui bahwa kapasitas vaksinasi Covid-19 di Indonesia turun akibat gangguan suplai.