"Anda akan melihat begitu banyak orang sekarat. Sudah biasa bagi kami melihat mayat bergelimpangan di jalan," kata penulis buku In Order to Live, A North Korean Girl's Journey to Freedom itu dikutip dari Daily Mail.
"Saya pernah ke permukiman kumuh di Mumbai (India), di negara-negara lain, tetapi tidak ada yang seperti Korea Utara karena kelaparan warganya, kelaparan sistematis oleh negara yang memilih untuk membuat kami kelaparan."
Nenek dan paman Yeonmi meninggal karena kekurangan gizi, dan sebagai seorang anak dia dipaksa makan serangga untuk bertahan hidup, kenangnya.
"Kalau mereka menyisihkan hanya 20 persen saja dari semua yang mereka habiskan untuk membuat senjata nuklir, tak seorang pun harus mati di Korea Utara karena kelaparan, tetapi rezom memilih membuat kami lapar," ungkap gadis yang masuk daftar BBC 100 Women pada 2014 tersebut.
Baca Juga: Beruntunganya Driver Ojol ini Dapat Orderan dari Sang Diva Hingga Diajak Duet Bareng
Dia juga menggambarkan bagaimana anak-anak sekolah diajari menghormati keluarga Kim sebagai pemimpin layaknya dewa dengan kekuatan supernatural. Ketika Yeonmi masih kecil Korut masih dipimpin Kim Jong Il, yang kemudian meninggal pada 2011 dan digantikan putranya, Kim Jong Un.
Yeonmi mengungkapkan, "tidak ada konsep pertemanan" di sekolah karena murid-murid dipaksa melawan satu sama lain dalam "sesi kritik".
Sangat sedikit orang yang menyeberangi Zona Demiliterisasi (DMZ) ke Korea Selatan, sedangkan pembelot seperti Yeonmi dan ibunya kabur dari Korut melalui China.
Yeonmi juga menceritakan geng spesialis perdagangan orang Korea Utara di China, yang kekurangan wanita akibat kebijakan satu anak.
Beberapa wanita bekerja jadi pelacur untuk menghasilkan pendapatan agar bisa pulang, sedangkan rumah bordil di Shanghai dan Beijing diduga membius mereka untuk mencegahnya pergi.