Tidak tahan, Ishaan lantas dipindahkan ke sekolah berasrama. Si ayah berharap, dengan pola pendidikan yang ketat nan disiplin ala pendidikan asrama, Ishaan bisa lebih giat belajar.
Ia kepengin Ishaan seperti kakaknya yang selalu mendapat ranking satu di kelasnya dan kerap menjuarai kompetisi tenis yunior sekolah.
Tapi asa ayah Ishaan nyaris sia-sia, karena sekolah baru justru membuat Ishaan semakin stres alih-alih giat belajar.
Pada sebuah pelajaran kesenian, Ishaan bertemu dengan seorang guru pengganti bernama Ram Shankar.
Dan Pak Ram—begitu pak guru itu dipanggil—inilah yang tahu bahwa Ishaan tidak membaca dan menulis bukan karena malas belajar.
Baca Juga: Waspada, Prilaku Tidur yang Seperti ini Tunjukkan Jika Kamu Bisa Terkena Serangan Jantung
Sejak kecil Ishaan mengidap disleksia sehingga tidak bisa mengenali huruf-huruf, tidak bisa mengeja jarak, bahkan tidak bisa melempar bola tepat sasaran.
Ada satu hal yang tidak disadari orang-orang terdekat Ishaan: ia jago menggambar dan melukis.
Pak Ram tahu, bakat istimewa tersebut tidak akan muncul jika tidak ada dukungan dari sekitar.
Oleh sebab itu, Pak Ram membuat inisiatif menyelenggarakan lomba melukis yang melibatkan seluruh guru dan murid di sekolah tersebut. Ishaan bahagia dan bersemangat melukis dan belajar.
Potongan cerita dari film Tare Zameen Par (2007) di atas tidak hanya menyoal kepedulian terhadap penyandang disleksia, lebih dari itu, film tersebut juga menyadarkan orangtua bahwa anak tidak hanya memiliki satu kecerdasan, matematika misalnya, tapi lebih dari satu.
“Tiap orang, minimal memiliki lima kecerdasan dari delapan yang ada pada manusia,” jelas Hana Yasmira, MSI, psikolog anak dari Bunda’s Consulting.