Gas Air Mata dalam Tragedi Kanjuruhan Ternyata Sudah Kadaluwarsa, Polri Sebut Efeknya Tak Mematikan, Kok Bisa?

Selasa, 11 Oktober 2022 | 12:30
Unsplash

Ilustrasi Fakta Gas Air Mata

GridHype.ID - Tragedi Kanjuruhan yang menewaskan ratusan korban pada 1 Oktober 2022 lalu hingga kini masih terus diselidiki.

Namun yang menjadi perhatian banyak pihak salah satunya adalah terkait gas air mata yang digunakan polisi dalam tragedi Kanjuruhan.

Bahkan,Direktur Lokataru, Haris Azhar, meminta agar manifes gas air mata yang digunakan polisi dalam tragedi Kanjuruhan, Malang diselidiki.

Saat ini, Lokataru bersama dengan sejumlah elemen sipil, seperti Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) dan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) tengah menempuh investigasi independen atas tragedi stadion terburuk kedua sepanjang sejarah olahraga modern di dunia itu.

Secara spesifik, seperti dikutip dari Kompas.com, Haris cs mencurigai bahwa gas air mata yang digunakan itu kedaluwarsa. Ada tiga hal yang mendasari kecurigaan itu.

"Pertama, efeknya sangat cepat dan melumpuhkan sistem tubuh."

"Ada informasi yang kami peroleh, buruk banget dari semua korban yang kita temui, itu parah sesaknya, sampai pingsan dua kali" kata Haris kepada Kompas.com, Minggu (9/10/2022).

Hal ini diperparah dengan pekatnya gas air mata karena polisi menembaknya berulang kali ke tribun penonton.

"Dengan kandungan yang diduga sudah expired, dengan volume yang seberapa banyak, dalam berapa menit, kalau dia tidak dapat pertolongan, mengakibatkan apa, pada badan yang seperti apa, itu pertanyaan penting di sana," lanjutnya.

Haris mencurigai bahwa banyak kematian terjadi di luar tribun. Sebagai informasi, Tragedi Kanjuruhan menewaskan sedikitnya 131 orang, 2 di antaranya polisi.

Berdasarkan keterangan dari pelbagai saksi yang ditemui Lokataru dkk, mereka melihat banyak orang dibopong di luar stadion.

Baca Juga: Asal-Usul Nama Stadion Kanjuruhan, Diambil dari Nama Kerajaan Tertua di Jawa Timur, Begini Sejarahnya

Kecurigaan kedua, hingga sekarang, tidak ada penjelasan resmi soal jumlah gas air mata yang dibawa oleh polisi di Kanjuruhan malam itu.

"Tidak ada disclaimer juga soal jenis dan produksi (gas air mata). Ada yang disembunyikan," ungkapnya.

Ketiga, polisi juga sebetulnya memiliki kewenangan untuk melakukan autopsi pada jasad korban yang meninggal dunia tidak wajar, tetapi sejauh ini, tidak ada proses autopsi itu.

"(Sengaja) tidak ada autopsi," sebut eks Koordinator Kontras itu.

Oleh karenanya, manifes gas air mata mutlak diperiksa, bukan hanya untuk mencari tahu apakah gas air mata yang digunakan di Kanjuruhan kedaluwarsa atau tidak.

Terkait hal tersebut,Kepolisian Negara Republik Indonesia membenarkan ada gas air mata yang sudah kedaluwarsa digunakan saat kericuhan di StadionKanjuruhan.

Meski demikian, seperti dikutip dari Antara News, efek ditimbulkan dari cairan kimia itu berkurang dibanding yang masih berlaku.

"Ada beberapa yang ditemukan (gas air mata) tahun 2021, saya masih belum tahu jumlahnya, tapi ada beberapa,” kata Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Polisi Dedi Prasetyodi Mabes Polri, Jakarta, Senin.

Sayangnya, hingga kini belum diketahui berapa jumlah gas air mata kedaluwarsa yang digunakan saat kericuhan di StadionKanjuruhan.

Namun Dedi memastikansebagian besar gas air mata atau (chlorobenzalmalononitrile/CS) yang digunakan saat ituadalah gas air mata yang masih berlaku dengan jenis CS warna merah dan biru.

Jenderal polisi bintang dua itu menjelaskan ada tiga jenis gas air mata yang digunakan oleh personel Brimob di seluruh Indonesia, yakni warna merah, biru dan hijau.

Baca Juga: Ratusan Korban Jiwa Berjatuhan di Tragedi Kanjuruhan, Sosok yang Perintahkan Penembakan Gas Air Mata Bakal Jadi Tersangka

Penggunaannya pun diatur sesuai eskalasi massa dan tingkat kontijensi yang terjadi.

Gas air mata warna hijau yang digunakan pertama berupasmoke(asap), saat ditembakkan terjadi ledakan di udara yang berisi asap putih.

Gas air mata kedua, yaitu berwarna biru untuk menghalau massa bersifat sedang.

"Jadi, kalau klaster dalam jumlah kecil digunakan gas air mata tingkat sedang," katanya.

Kemudian gas air mata warna merah dipakai untuk mengurangi massa dalam jumlah besar.

"Jadi, mengutip kata pakar, semua tingkatan ini, CS atau gas air mata dalam tingkat tertinggipun tidak ada yang mematikan,"ujar Dedi.

Mengenai gas air mata kedaluwarsa, Dedi menyebutkansetiap gas air mata mempunyai batas waktu penggunaan.

Tetapi berbeda dengan kedaluwarsa pada makanan yang menimbulkan jamur dan bakteri hinggabisa mengganggu kesehatan.

Gas air mata yang berbahan dasar kimia, lanjutDedi, kebalikan dari sifat makanan.

Ketika kedaluwarsa kadar kimianya berkurang, efektivitas gas air mata ini ketika ditembakkan tidak bisa lebih efektif lagi.

Ketika gas air mata sudah kedaluwarsa ditembakkan akan terjadi partikel-partikel seperti serbuk bedak.

Baca Juga: Polisi Rilis 6 Nama Tersangka Tragedi Kanjuruhan, Dirut PT LIB Salah Satunya

Ditembakkan jadi ledakan di atas, ketika terjadi ledakan timbul partikel-partikel lebih kecil yang dihirup, kemudian kena mata mengakibatkan perih.

"Jadi, kalau misalnya sudahexpired, justru kadarnya berkurang secara kimia, kemudian kemampuan gas air mata ini juga menurun,"kata Dedi.

Temuan gas air mata kedaluwarsa ini diungkapkan oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) berdasarkan informasi yang diperolehnya. Saat ini informasi tersebut sedang didalami.

Kapolri Jenderal PolisiListyo Sigit Prabowo dalam jumpa pers di Kota Malang, Jawa Timur, Kamis (6/10), mengatakan ada 11 tembakan gas air mata yang dilepaskan petugas dalam tragedi Kanjuruhan.

Menurut Kapolri,penembakan gas air mata tersebut tujuh di antaranya ditembakkan ke tribun selatan Stadion Kanjuruhan.

"Terdapat 11 personel yang menembakkan gas air mata, ke tribun selatan kurang lebih tujuh tembakan, utara satu tembakan dan ke lapangan tiga tembakan," kata Sigit.

Baca Juga: Buntut Tragedi Berdarah di Kanjuruhan, Sosok Tersangka ini Tahu Persis Aturan FIFA Soal Larangan Penggunaan Gas Air Mata Tapi Dibiarkan

(*)

Editor : Ngesti Sekar Dewi

Sumber : Kompas.com, Antara.com

Baca Lainnya