Gara-gara Pandemi Covid-19, Program Penurunan Kematian akibat Kanker Payudara Melambat, Begini Penjelasannya

Kamis, 26 Agustus 2021 | 15:15
Freepik

Ilustrasi pasien kanker payudara

GridHype.ID- Pandemi Covid-19 ini memang mengakibatkan dampak mengerikan di beberapa sektor.

Salah satu sektor yang paling terkena dampak Covid-19 adalah di bidang kesehatan.

Seperti yang kita tahu, akibat adanya pandemi Covid-19, seluruh aktivitas dilakukan di rumah.

Mulai dari ibadah, sekolah, kerja hinggake fasilitas kesehatan diminta untuk dilakukan di rumah saja.

Karena imbauan tersebut, fasilitas telemedicine kemudian banyak diminati pasien yang khawatir harus konsultasi langsung ke rumah sakit.

Namun tidak semua penyakit bisa dilakukan konsultasi telemedicine.

Di antaranya kanker payudara.

Data Globocan 2020, kanker payudara di Indonesia merupakan kanker paling banyak pada perempuan dengan proporsi 16,6 persen dari total kasus kanker.

Terdapat 65.858 kasus baru dan 22.430 kematian pada tahun 2020.

Diperkirakan jumlah kematian maupun kasus baru akan terus naik hingga tahun 2040, bila tidak dilakukan upaya sejak hulu hingga hilir, dan tanpa didukung regulasi yang jelas.

Badan Kesehatan Dunia (WHO) melalui Global Breast Cancer Initiative (GBCI) pada Maret 2021 lalu, menargetkan angka kematian akibat kanker payudara menjadi sebesar 2,5 persen per tahun sampai tahun 2040.

Ning Anhar, dari Yayasan Kanker Payudara Indonesia (YKPI) dan juga Wakil Ketua Penyelenggara The Southeast Asia Breast Cancer Symposium (SEABCS) ke-5 menjelaskan, untuk mencapai target WHO tersebut, dibutuhkan upaya ekstra keras dan kerjasama dari berbagai pihak yang melibatkan ahli di bidang kesehatan, dokter ahli onkologi, organisasi yang bergerak di bidang kanker payudara, pemerhati, serta pemangku kebijakan dari berbagai negara.

Dalam SEABCS ke-5, Dr. Benjamin Anderson dari GBCI merekomendasikan 3 pilar dalam tatalaksana kanker payudara.

“Ketiga pilar yang dimaksud yaitu promosi kesehatan untuk deteksi dini, diagnosis kanker payudara, dan tatalakasana kanker payudara yang komprehensif,” jelas Ning Anhar dalam siaran pers yang diterima Wartakotalive.com, Senin (23/8/2021).

Kolaborasi dan regulasi sangat penting dalam mempercepat target WHO, mengingat pandemi Covid-19 membuat program penurunan kematian akibat kanker payudara melambat.

Dr. Walta Gautama ST, Sp.B (K) Onk, Ketua Perhimpunan Ahli Bedah Onkologi Indonesia (PERABOI) menyebutkan target ini makin sulit dicapai karena sebagian besar pasien datang dalam stadium 3-4, terlebih di masa pandemi ketika terjadi penurunan kedatangan pasien ke pelayanan kesehatan secara signifikan.

Baca Juga: Kanker Payudara Mengancam Wanita di Dunia, 7 Makanan Ini Ternyata Bisa Jadi Pencegahnya

Varian delta merebak

Selain itu, akibat merebaknya varian delta yang sangat menular, banyak tenaga medis yang terinfeksi sehingga pelayanan pada pasien kanker payudara terganggu.

Komunikasi antara dokter dan pasien juga mengalami kendala karena dilakukan secara daring melalui telemedicine.

“Ini tidak pernah bisa maksimal, karena tidak semua praktik atau profesi bisa dilakukan dengan telemedicine.

Saat pemeriksaan perlu melihat langsung klinis pasien, meraba, memegang.

Foto pun tidak bisa mewakili sepenuhnya, sehingga kesulitan.

Kalau saya pribadi daripada salah diagnostik, lebih baik tunda dulu hingga kondisinya memungkinkan. Bila dipaksakan bisa membahayakan pasien,” papar dr. Walta.

Selain itu Covid-19 juga memperburuk kondisi pasien kanker.

Angka kematian orang normal akibat Covid-19 di dunia sekitar 3-5 persen.

Jika pasien kanker terkena Covid-19, angka kematiannya menjadi 26-28 persen.

Ini juga terjadi di RSK Dharmais dari Maret 2020-Februari 2021, di mana angka kematian pasien kanker yang terinfeksi Covid-19 mencapai 22 persen.

“Jalan keluarnya adalah vaksin. Berdasarkan temuan PERABOI, dari 200 pasien kanker yang divaksin, KIPI hanya ditemukan pada 2-3 orang, itu pun tidak berat,” ungkap dr. Walta.

Ning Anhar menjelaskan, salah satu advokasi mendesak untuk pemerintah adalah segera mengeluarkan peraturan atau panduan vaksin untuk pasien kanker payudara dengan persayaratan tertentu.

Yayasan Kanker Payudara Indonesia (YKPI) menghimbau agar pemerintah bisa mengeluarkan rekomendasi yang pasti terkait vaksinasi pada pasien kanker.

"Ini juga upaya untuk menurunkan angka kematian pasien kanker payudara,” ujar Ning Anhar.

Baca Juga: Jadi Tak Salah Ambil Tindakan, Alat Kian Canggih, Deteksi Dini Kanker Payudara Kian Mudah

Lebih multidisiplin

Dr. Kardinah SpRad(K) dari Indonesian Women Imaging Society (IWIS) juga mencatat sejumlah hasil dari SEABCS ke-5.

Salah satu yang paling penting adalah kolaborasi dengan American Society Clinical Oncology (ASCO) untuk membuat standar tatalaksana pasien kanker payudara yang lebih multidisiplin di Indonesia.

Menurut dr. Kardinah, bentuk konkret kolaborasi ini berupa pertukaran narasumber atau training yang sesuai dengan program ASCO.

Selain itu pengembangan artificial intelegent (AI) dalam breast imaging, diagnotsik, maupun skrining.

“Dengan mengikutsertakan profesi, bisa menjadi perluasan wawasan sehingga dokter spesialis tidak terfokus pada satu bidangnya saja.

Penanganan pasien kanker payudara stadium lanjut harus multidisiplin dengan mengedepankan komunikasi yang efektif antara pasien dan dokter.

Saat ini paradigma pengobatan berubah, di mana pasien berhak mengetahui apa yang terjadi dalam dirinya,” jelasnya.

Ketua YKPI Linda Agum Gumelar menekankan perlunya rangkaian program yang berkesinambungan, dimulai dari kebijakan, pelaksanaan di tingkat Fasilitas Kesehatan Primer hingga Tersier dan tenaga profesi kedokteran agar upaya penurunan kanker payudara stadium lanjut dapat terlaksana dan memberikan hasil yang nyata.

"Kerjasama internasional, regional, dan tingkat nasional merupakan penguatan bersama untuk memerangi kanker payudara," tutur Linda.

SEABCS ke-5 tahun 2021 digelar secara virtual di Indonesia pada 31 Juli 2021- 1 Agustus 2021 lalu.

Acara ini mengusung tema “Putting Patients at the Heart of Breast Cancer Control,” atau “mengutamakan kepentingan pasien dalam penanganan pengendalian kanker payudara”.

Diikuti oleh 1.248 peserta yang didominasi oleh penyintas kanker payudara dan pendamping, komunitas kanker payudara, dokter, serta tenaga medis dari berbagai negara. SEABCS ke-6 akan diselenggarakan pada tahun 2022 di Pilipina.

Artikel ini telah tayang di WartaKotalive.com dengan judul "Akibat Pandemi Covid-19, Program Penurunan Kematian Akibat Kanker Payudara Melambat"

Baca Juga: Tak Cuma Rasanya yang Enak, 4 Jenis Makanan Ini Ternyata Ampuh Turunkan Risiko Kanker Payudara, Ayo Dicatat!

(*)

Tag

Editor : Helna Estalansa

Sumber Wartakotalive.com