Koordinasikan Warga untuk Evakuasi ke Tempat Aman Sebelum Terjadi Banjir dan Tanah Longsor, Sekdes Waimatan Justru Gugur Terkubur dalam Bencana yang Menyapu Wilayah NTT

Rabu, 07 April 2021 | 08:45
POS-KUPANG

Tragedi Banjir Bandang di Flores Timur, NTT

GridHype.ID - Bencana banjir bandang dan tanah longsor yang terjadi di wilayah Nusa Tenggara Timur (NTT) terjadi akibat cuaca buruk yang dipicu oleh Siklon Tropis Seroja.

Melansir dari kompas.com, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mengungkapkan pihaknya telah mendeteksi adanya dua bibit siklon tropis sejak 2 April 2021.

Pengaruh terkuat dari siklon ini terpantau pada Senin (5/4/2021) dini hari.

Baca Juga: Meski Sudah Divaksin Covid-19, Sri Mulyani Mewanti-wanti Masyarakat untuk Tidak Terlena, Muncul Gelombang Ketiga?

Menurut BMKG, siklon tropis Seroja ini sudah mulai terpantau bergerak menjauhi Indonesia.

Namun, beberapa hari ke depan masih ada dampak yang akan dirasakan akibat siklon ini seperti hujan lebat, angin kencang, dan gelombang tinggi.

Hal inilah yang menyebabkan hampir seluruh wilayah NTT terdampak bencana banjir dan tananh longsor.

Baca Juga: Masih Ada Kesempatan, Segera Daftarkan Diri Terima BLT UMKM 2021 Sebesar Rp 1,2 Juta, Simak Cara Daftarnya

Berdasarkan pengakuan Wakil Gubernur NTT Josef Noe Soi, sebanyak 8 kabupaten/kota di NTT terdampak bencana banjir dan tanah longsor.

"Dampak dari siklon tropis Seroja ini sangat besar sekali, karena hampir seluruh kebupaten yang ada di NTT ini terdampak. Tapi ekskalasinya ada yang ringan, sedang dan berat," ujar Joseph dalam konferensi pers virtual pada Senin (5/4/2021) malam, dikutip dari Kompas.com.

"Yang berat itu 8 kabupaten/kota, antara lain Kabupaten Flores Timur, Kabupaten Lembata, Kota Kupang, Kabupaten Kupang, Kabupaten Alor, Kabupaten Malaka, Kabupaten Sabu Raijua," lanjutnya.

Mengutip GridHot.ID melalui Pos Kupang, Waimatan yang merupakan salah satu desa di Kabupaten Lembata dilaporkan porak-poranda akibat bencana tersebut.

Tercatat, 19 rumah yang terkubur longsor dan sekarang masih ada 22 warga desa yang terkubur material banjir, batu besar, dan gelondongan kayu.

Baca Juga: Pengangguran Tapi Makmur, Kisah WNI di Finlandia yang Hidup Hanya Bermodal Uang dari Pemerintah Setempat

Kepala desa Waimatan Mus Sili Betekeneng mengisahkan detik-detik terakhir dia masih berkoordinasi dengan Sekdes Randius Rupa.

Dia mengisahkan, hujan lebat terjadi sejak Sabtu (3/4/2021) sore dan kepanikan mulai terjadi pada pukul 23.00 Wita. Hujan lebat terjadi hingga pagi hari.

Saat itu, Randius masih mengarahkan warga desa untuk mencari tempat aman agar menyelamatkan diri.

Baca Juga: 22 Tahun Hadir di Tengah Masyarakat, Nakita.id Tetap Konsisten Suguhkan Informasi Terpercaya Soal Parenting dan Pregnancy Masa Kini

"Saya pikir gunung mau meletus. Waktu itu masih kontak dengan sekdes (Randius) untuk evakuasi warga ke tempat yang aman," kata Mus Betekeneng.

"Pak sek sempat koordinasi warga untuk selamatkan diri. Lampu padam, gemuruh besar, tapi tiba-tiba langsung stop. Saya dapat lontaran batu sekali. Saya kasi bangun ibu, saya bilang ini erupsi kita harus selamatkan diri," kenangnya.

Melalui komunikasi telepon, Randius sempat memberitahukan kalau daya ponselnya tidak bisa bertahan lama lagi.

Mus Sili Betekeneng tidak menyangka kalau itu adalah malam terakhir dia berkomunikasi dengan saudaranya itu.

Menurutnya, Randius terkubur bersama keluarganya saat banjir dan longsor menyapu kawasan tersebut dalam sekejap.

Baca Juga: Tak Hanya Iptu LT, Puluhan Anggota Brimob Ini Juga Meriang Usai Disuntik Vaksin AstraZeneca, Komandan: Tidak Ada Masalah

Bencana tersebut melanda wilayah dusun 1, dusun 2 dan dusun 3 desa Waimatan.

Ratusan warga Waimatan masih bertahan di desa karenaakses jalan yang putus tidak bisa membuat mereka mengungsi ke desa tetangga.

Bupati Lembata Eliaser Yentji Sunur sudah meminta kepala desa untuk mengevakuasi warga ke desa tetangga yang lebih aman.

Baca Juga: Waspada! Marak Beredar Masker Medis Palsu, Catat Cara Mengeceknya Biar Tak Salah Pilih

Bupati Sunur berujar sejauh ini baru 14 korban meninggal dunia yang ditemukan dan ada 42 korban yang belum ditemukan, kemungkinan masih tertimbun material banjir.

Sementara itu, total ada 370 warga yang mengungsi ke posko yang disiapkan pemerintah yakni di Kantor Lurah Lewoleba Timur, Lewoleba Tengah, Kantor Camat Nubatukan dan Puskesmas Waipukang.

Warga juga mengungsi ke rumah keluarga dan kebun-kebun di Parakwalang Ile Ape.

(*)

Tag

Editor : Nailul Iffah

Sumber Kompas.com, GridHot.ID