Menkes Sebut Sertifikat Vaksinasi Covid-19 Jadi Syarat Pelaku Perjalanan Picu Perdebatan, Satgas Covid-19: Masih Wacana

Jumat, 19 Maret 2021 | 08:30
freepik

Ilustrasi pemberian vaksin Covid-19

GridHype.ID - Program vaksinasi covid-19 di Indonesia masih terus dilaksanakan guna mencegah lonjakan kasus akibat virus corona.

Menjelang bulan Ramadhan, vaksinasi covid-19 pun tetap berjalan sesuai arahan pemerintah.

Melansir dari tribunnews.com, Majelis Ulama Indonesia (MUI) memperbolehkan pelaksanaan vaksinasi Covid-19 di bulan Ramadhan.

Baca Juga: Sempat Timbulkan Pro-Kontra, BPOM Tak Rekomendasikan Penggunaan AstraZeneca

Selain itu, MUI juga telah menetapkan Fatwa Nomor 13 Tahun 2021, bahwa vaksinasi tidak akan membatalkan puasa.

Ketua Bidang Fatwa MUI, Asrorun Niam Saleh mengatakan, vaksinasi yang dilakukan melalui injeksi atau jarum suntik seperti yang dilakukan di Indonesia tak akan membatakan puasa, jika tidak membahayakan kondisi tubuh.

Namun, ia juga meminta pemerintah agar bisa memastikan agar nantinya tidak ada dampak bagi orang yang berpuasa, jika disuntik vaksin Covid-19.

Baca Juga: Kadarluwarsa Sinovac Dikabarkan Segera Habis, Pemerintah Bakal Gunakan Vaksin Covid-19 Ini untuk Tahap Selanjutnya

"Nah vaksinasi Covid-19 yang sekarang ini dengan cara injeksi, secara syar'i tidak membatalkan puasa. Karenanya umat Islam yang sedang berpuasa boleh melakukan vaksinasi sepanjang aman dan tidak menimbulkan bahaya menurut ahli yang memiliki kompetensi dan juga kredibilitas."

"Karenanya pemerintah tentu diharapkan untuk menjalankan program vaksinasi di bulan Ramadan ini dengan mengidentifikasi faktual umat Islam yang sedang berpuasa. Apakah saat berpuasa berdampak hal kepada ketahanan tubuh saat diberikan suntikan vaksin," kata Asrorun dikutip dari tayangan Live Program Kompas Pagi, Kompas TV pada Rabu (17/3/2021).

Meski begitu, MUI memberikan rekomendasi agar vaksinasi dilakukan di malam hari setelah berbuka puasa, saat peserta sudah dalam kondisi bugar kembali.

"Atau pilihannya bisa dilaksanakan di malam hari ini pada saat kondisi fisik yang akan divaksinasi sudah bugar kembali," tutur Asrorun.

Hal tersebut dilakukan karena pada siang harinya umat Islam berpuasa sehingga dikhawatirkan menyebabkan bahaya akibat lemahnya kondisi fisik.

Baca Juga: Moderna Mulai Menguji Vaksin Covid-19 pada Bayi dan Anak Kecil, Sekitar 6000 Anak Didaftarkan untuk Penelitiannya

Meski vaksinasi covid-19 digadang-gadang mampumelawan virus corona, nyatanya hal itu belum bisa dijadikan sebagai syarat pelaku perjalanan.

Seperti yang dikutip dari kompas.com,Juru Bicara Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito menyebut, hingga saat ini sertifikat vaksinasi Covid-19 belum menjadi syarat pelaku perjalanan.

Wiku memastikan bahwa ihwal tersebut baru sekadar wacana.

Baca Juga: Vaksin Sinovac Disebut Akan Kadaluwarsa Maret ini, Jubir Satgas Covid-19 Buka Suara Hingga Kemenkes Tegaskan Tak Ditemukan Efek Samping Berat Usai Vaksinasi

"Sampai dengan saat ini hal tersebut masih merupakan wacana," kata Wiku dalam konferensi pers yang ditayangkan YouTube Sekretariat Presiden, Kamis (18/3/2021).

Menurut Wiku, saat ini masih perlu dilakukan studi tentang efektivitas vaksin dalam menciptakan kekebalan individu yang telah disuntik.

Jika hal itu belum dapat dibuktikan, sertifikat vaksin Covid-19 tidak akan dijadikan syarat pelaku perjalanan.

Sebab, dikhawatirkan pelaku perjalanan justru akan menularkan virus selama bepergian.

"Apabila sertifikasi tersebut dikeluarkan tanpa adanya studi yang membuktikan bahwa kekebalan individu telah tercipta, maka pemegang sertifikat tersebut memiliki risiko tertular atau menularkan virus Covid-19 selama melakukan perjalanan," kata Wiku.

Baca Juga: Presiden Jokowi Tetap Instruksikan Vaksinasi di Bulan Ramadhan Pada Malam Hari, Meski MUI Telah Keluarkan Fatwa Vaksin Tak Batalkan Puasa

Adapun wacana sertifikat vaksinasi Covid-19 sebagai syarat pelaku perjalanan pertama kali disampaikan oleh Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin.

Namun, menurut Budi, usulan ini menjadi perdebatan di kalangan epidemiologis.

“Saya terus terang pernah mengucapkan ini di awal saya pertama kali menjadi Menkes. Tapi itu memicu perdebatan dikalangan epidemiologis. Saya bicara ke mereka dan mereka bilang walaupun divaksin itu tadi, belum ada jaminan dia tidak bisa terkena dan tidak bisa menularkan,” ujar Budi saat rapat bersama Komisi IX DPR RI, Senin (15/3/2021).

Baca Juga: Indonesia Resmi Bergabung, Inilah 13 Negara yang Telah Menangguhkan Vaksin AstraZeneca, Mana Saja?

Mantan Wakil Menteri BUMN itu mengatakan, para epidemiologis menyarankan hal tersebut baiknya jangan diterapkan dalam waktu dekat ini.

Namun, hal itu bisa diterapkan jika masyarakat Indonesia sudah divaksinasi sebanyak 30 persen dari total populasi.

(*)

Tag

Editor : Nailul Iffah

Sumber Kompas.com, Tribunnews.com