Mantan Menkes Terawan Kembangkan Vaksin Covid-19 Baru dan Klaim Aman Untuk Semua Golongan, Ketua Satgas Covid-19 PB IDI Sebut Vaksin Nusantara Tak Punya Data Ilmiah yang Mendukung

Senin, 22 Februari 2021 | 05:45
Reuters

Mantan Menkes Terawan Klaim Vaksin Rintisannya Aman Untuk Semua Golongan, Ketua Satgas Covid-19 PB IDI Sebut Vaksin Nusantara Tak Punya Data Ilmiah yang Mendukung

GridHype.ID - Selain vaksin Merah Putih, saat ini Indonesia juga diketahui tengah mengembangkan vaksin yang disebut dengan Vaksin Nusantara.

Nama mantan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto pun disebut sebagai pengembang vaksin Nusantara.

Melansir dari tribunnews.com, vaksin yang diprakarsai oleh mantan Menkes Terawan itu hasil dari kerjasama beberapa pihak.

Baca Juga: Sempat Jadi Pro Kontra, Presiden Joko Widodo Umumkan Vaksinasi di Bulan Ramadhan Dilakukan Pada Malam Hari

Vaksin yang juga dikenal dengan nama AV-Covid-19 tersebut dikembangkan melalui kerja sama antara Kemenkes, RSUP dr Kariadi Semarang, dan Universitas Diponegoro (Undip).

"Kami bersama-sama dengan teman-teman dari Aivita Biomedical Corporation dari Amerika Serikat dan juga dengan Universitas Diponegoro dan Rumah Sakit Kariadi Semarang ini bahu-membahu mewujudkan vaksin berbasis dendritic cell," kata Terawan saat diwawancarai KOMPAS TV, Selasa (16/2/2021).
Kini, vaksin tersebut telah melalui uji klinis tahap pertama dan tengah memasuki uji klinis tahap kedua.

Terawan menyebut bahwa Vaksin Nusantara merupakan vaksin yang menggunakan pendekatan dendritik.

Baca Juga: Dicecar Media karena Aksi Tutup Mulutnya Soal Penanganan Virus Corona, Mantan Menkes Terawan Lakukan Gebrakan Lewat Vaksin Nusantara

Selain itu, Terawan juga mengklaim bahwa Vaksin Nusantara merupakan solusi bagi pasien komorbid atau memiliki penyakit penyerta.

Vaksin tersebut juga disebut aman untuk semua golongan, termasuk bagi anak-anak di mana hal tersebut menjadi kelebihan dari vaksin Sinovac yang belum memiliki data untuk digunakan kepada anak-anak.

Mengutip dari kompas.com, Ketua Satuan Tugas (Satgas) Covid-19 Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Zubairi Djoerban memberi apresiasi atas inovasi baru dalam memecahkan masalah pandemi virus corona di Indonesia.

Namun, ada beberapa catatan yang diberikan.

Pertama, Zubairi belum melihat adanya keterbukaan data terkait Vaksin Nusantara.

Sebab, sampai saat ini ia belum menemukan publikasi data di jurnal ilmiah terkait vaksin tersebut, meski akan memasuki uji klinis tahap 2.

Baca Juga: Jadi Barang Wajib untuk Cegah Penularan Covid-19, Ternyata Limbah Masker Berpotensi Tularkan Virus

"Kalau ada penelitian-penelitian baru, saya mendukung dan tertarik banget. Namun sebagai dokter, kita harus bicaranya terbuka mengenai data ilmiahnya," kata Zubairi kepada Kompas.com pada Jumat (19/2/2021).

"Sel dendritik ini kan sejak beberapa tahun lalu sudah dipikirkan untuk mengatasi kanker. Namun mengatasi penyakit infeksi saya baru denger sekarang. Jadi ini memang hal yang menarik," sambungnya.

Bahkan menurutnya, Indonesia nanti akan dianggap sebagai perintis vaksin berbasis dendritik jika benar-benar berhasil.

Baca Juga: Menunggu Giliran Divaksin Sambil Jalani Prokes, Gisella Anastasia: Masih Fokus dengan yang Lain

Kedua, Zubairi melihat Vaksin Nasional sangat sulit untuk digunakan di masa darurat seperti saat ini.

Pasalnya, proses vaksinasi dari pengambilan darah hingga bisa disuntikkan kembali membutuhkan waktu berhari-hari.

"Tentu tidak mudah, sulit sekali. Padahal target pemerintah 800.000 per hari. Namun jika seandainya berhasil, ya welcome saja, tidak usah untuk ratusan ribu," jelas dia.

"Yang penting adalah terbukti aman dan efektif yang menurut saya saat ini belum cukup data," lanjutnya.

Ketiga, ia mempertanyakan soal klaim bahwa Vaksin Nusantara menciptakan antibodi seumur hidup.

Baca Juga: Ma'ruf Amin Jadi Orang Pertama Kelompok Lansia yang Terima Vaksinasi Usai Diizinkan BPOM, Siapa Sangka Tak Semua Bisa Terima Vaksin Covid-19, Begini Syaratnya

Menurutnya, klaim tersebut membingungkan publik dan tidak disertai data.

Bahkan, para ahli dunia pun belum bisa menjawab apakah antibodi yang dihasilkan vaksin Moderna, Sinovac, Pfizer tahan lama.

"Tidak ada itu klaim yang mereka sampaikan bahwa antibodi dari vaksin-vaksin tersebut bisa bertahan enam bulan, satu tahun, apalagi seumur hidup," ujarnya.

Ia menegaskan, penelitian vaksin tak hanya membutuhkan harapan, tetapi juga harus based on data.

(*)

Tag

Editor : Nailul Iffah

Sumber Kompas.com, Tribunnews.com