Gridhype.id-Momen pergantian kekuasaan antara Soekarno Presiden RI pertama dengan Soeharto menjadi salah satu uperistiwa yang paling bersejerah yang akan selalu dikenang.
Pasalnya, ketika Bung Karno lengser dari pemerintahannya ada peristiwa bersejarah yang tak terlupakan.
Melansir buku yang berjudul "Selangkah Lebih Dekiat dengan Soekarno" via Tribunjatim, tertulis dalam buku tersebut jika Bung Karno dipaksa Soeharto untuk meninggalkan Istana Negara.
Buku yang ditulis oleh Adji Nugroho dan diterbitkan pada 2017 lalu ini menceritakan detik-detik ketika Soekarno meninggalkan istana kepresidenan saat itu.
Ketika meninggalkan Istan, diketahui jika Bung Karno tidak membawa barang-baranga berharaganya.
Ia bahkan meninggalkan berbagai kemeja favoritnya, jam tangan Rolex hingga berebagai barang berharga lainnya di Istana.
Meski demikian, ada satu barang berharga yang justru dibawa oleh Soekarno.
"Ketika meninggalkan Istana Kepresidenan, Bung Karno hanya membawa benda yang merupakan salah satu simbol dari 1001 kisah pengorbanannya untuk menyelamatkan bangsa Indonesia," tulis Ajdi Nugroho.
Benda yang dibawa, dan digenggam erat oleh Soekarno itu adalah bendera pusaka, Sang Saka Merah Putih.
"Bendera itu hanya dibungkus dengan kertas koran," tandas Adji Nugroho.
Di buku lain, Soekarno memang dikisahkan membawa bendera pusaka merah putih dan menyembunyikannya saat Soeharto berkuasa.
Dilansir dari buku 'Berkibarlah Benderaku-Tradisi Pengibaran Bendera Pusaka' karya Bondan Winarno, Soekarno menyembunyikan bendera merah putih saat lengser sebagai Presiden RI pada Maret 1967 dan digantikan oleh Soeharto.
Wajar saja petugas istana negara saat itu gempar karena tak menemukan Bendera Pusaka tersebut.
Padahal rencananya Bendera merah putih itu akan dikibarkan pada upacara peringatan Proklamasi Kemerdekaan RI pada 17 Agustus 1967.
Istana negara kemudian membentuk delegasi untuk menemui Soekarno di Istana Bogor.
"Kenyataan bahwa Bendera Pusaka itu dijahit oleh Ibu Fatmawati dan merupakan milik pribadi Bung Karno, membuat kepemilikan benda bersejarah ini sempat menjadi masalah kecil," tulis Bondan Winarno.
Soekarno awalnya ragu dan menolak memberi tahu keberadaan Bendera merah putih itu.
Namun, Soekarno kemudian menyadari bahwa Bendera Pusaka merah putih yang dijahit oleh Fatmawati itu bukanlah milik pribadi melainkan sudah menjadi milik bangsa Indonesia.
Baca Juga: Ramai Video Bongkar KTP, Jangan Sembarangan ini Hal yang Harus Kamu Tahu Soal Chip di Dalam E-KTP
Soekarno lantas meminta delegasi untuk kembali menemuinya pada 16 Agustus 1967.
Namun saat kembali menemui Soekarno pada 16 Agustus 1967, delegasi itu justru diajak Soekarno kembali ke Jakarta dan mendatangi Monumen Nasional (Monas).
"Ternyata Bung Karno menyimpan Bendera Pustaka di sebuah ruangan bawah tanah di kaki Monumen Nasional," tulis Bondan.
Setelah Bendera Pusaka diserahkan ke Istana, Presiden Soeharto tak langsung percaya bendera tersebut merupakan Bendera Pusaka.
Soeharto lantas memanggil mantan ajudan Presiden Soekarno Husain Mutahar untuk mengecek keaslian bendera tersebut.
Husain Mutahar adalah ajudan Presiden Soekarno yang mengamankan Bendera Pusaka saat Bung Karno dan Bung Hatta ditawan Belanda pada Agresi Militer Belanda ke dua.
Saat itu, Mutahar diperintah oleh Soekarno menjaga Bendera Pusaka.
Agar tak disita Belanda, Mutahar sampai membuka jahitan bendara tersebut dan memisahkan warna merah dan putihnya.
Setelah Agresi Militer II Belanda selesai, Bendera Pusaka dijahit kembali dan diserahkan kepada Soekarno
Karena tahu betul Bendera Pusaka, Mutahar mengatakan bahwa bendera yang disimpan Soekarno di Monas adalah Bendera Pusaka.
Tanda-tanda berakhirnya kekuasaan Soekarno terlihat saat Soeharto memberikan tiga opsi kepada salah satu istri Bung Karno, Ratna Sari Dewi.
Hal ini berawal saat Soekarno selaku presiden RI memerintahkan Mayjen Soeharto mengambil tindakan yang dianggap perlu untuk mengatasi situasi keamanan setelah peristiwa G30S/PKI
Dilansir dari buku 'Jenderal Yoga : Loyalis di Balik Layar', Soeharto kemudian memerintahkan Brigjen TNI Yoga Sugomo dan Martono untuk merancang sebuah pertemuan rahasia dengan Ratna Sari Dewi.
Tujuan pertemuan itu untuk mengorek informasi, kebijakan, serta kegiatan Soekarno sebelum detik-detik G30S/PKI terjadi.
Soeharto menganggap semua orang yang dekat dengan Bung Karno harus diinterogasi perihal tragedi tersebut.
Soeharto dan Ratna Sari Dewi direncanakan bertemu pada 20 Maret 1966 di lapangan golf Rawamangun, Jakarta Timur.
"Tidak mudah mengatur pertemuan itu karena Dewi adalah istri presiden. Oleh karena itu, diusulkan agar pertemuan dilakukan secara tidak resmi. Rencananya, Soeharto akan bertemu dengan Dewi di lapangan golf," kata Yoga dalam buku biografinya yang berjudul 'Jenderal Yoga : Loyalis di Balik Layar'.(*)