Menerka Penyebab Jatuhnya Pesawat Sriwijaya Air SJ182, Ada Dugaan Kuat Akibat Awan Berbahaya Cumulonimbus

Senin, 11 Januari 2021 | 13:15
Antara

Sriwijaya Air

Gridhype.id- Jatuhnya Pesawat Sriwijaya Air SJ182 pada Sabtu, 9 Januari 2021 di sekitar perairan Kepulauan Seribu membuat para ahli mulai menncari penyebab dibalik tragedi tersebut.

Komite Nasional Keselamatan Tansportasi (KNKT) hingga kini masih menyelidiki penyebab jatuhnya pesawat Sriwijaya Air SJ812 dengan rute ppenerbangan Jakarta-Pontianak.

Banyak spekulasi bermunculan penyebab kecelakaan tersebut terkait dengan usia pesawat yang sudah tua, nemaun beberapa diantaranya juga ada yang menyebut jatuhnya pesawat Sriwijaya Air Beoing 737-500 ini dikarenakan faktor cuaca.

Baca Juga: Cerita Arie Untung yang Merupakan Adik Kelas dari Kapten Sriwijaya Air SJ182, Sebut Kapten Afwan Merupakan Sosok yang Baik dan Murah Hati

Menimbang faktor cuaca yang bisa menjadi salah satu penyebab jatuhnya pesawat Sriwijaya Air SJ182 ini, sebelumnya Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) telah memprediksi bahwa puncak musim hujan akan terjadi pada Januari dan Februari 2021.

Di mana pada saat puncak musim hujan terjadi, maka potensi cuaca ekstrem di sejumlah wilayah Indonesia ikut meningkat.

Untuk penerbangan, berdasarkan analisis dan prediksi BMKG yang disampaikan Desember lalu dan selalu diperbarui, Guswanto berkata, saat ini secara umum masih berpotensi tinggi terjadinya pembentukan awan- awan Cumulonimbus (CB) yang dapat membahayakan penerbangan.

Baca Juga: Melly Goeslaw Tegur Dokter Tirta Lewat Instagramnya: 'Anda Laki-Laki Sebaiknya Langsung Saja Gentle Ngomong ke Saya'

Instagram/@santiagoborja

Awan Cumulonimbus di langit Samudra Pasifik

"Oleh karena itu BMKG terus mengimbau masyarakat dan semua pihak yang terkait dengan sektor transportasi, untuk selalu meningkatkan kewaspadaannya terhadap cuaca signifikan atau potensi cuaca ekstrem yang masih dapat terjadi di puncak musim hujan, demi mewujudkan keselamatan dalam layanan penerbangan," kata Guswanto seperti dikutip dari Kompas.com.

Disisi lain Praktisi hukum Ricky Vinando, juga berpendapat ada fakta yang tidak terbantahkan saat terjadinya hilang kontak pesawat Sriwijaya SJ182.

Baca Juga: Bisa Bikin Gatal Hingga Rambut Rontok, Begini Caranya Bikin Cairan Alami yang Ampuh Hilangkan Ketombe Membandel

Salah satunya nelayan di sekitar perairan yang mengatakan suasana di sekitar Kepulauan Seribu saat itu sedang hujan deras.

"Tapi ada rangkaian fakta berikutnya setelah hujan deras, sesaat sebelum pesawat lost contact, sebelumnya saat masih di udara, pilot pesawat tidak ke arah 075 derajat namun berbelok arah ke barat daya. Artinya menghindari arah 075 derajat, diduga kuat ada yang sangat membahayakan, dugaan saya ada bentangan awan cumulonimbus," ucapnya seperti dikutip dari Beritasatu.com.

Menurutnya, karena awan cumulonimbus itulah yang menyebabkan pilot terpaksa mengambil keputusan ekstrem untuk belok arah ke barat daya dan menghindari arah seharusnya yaitu arah 075 derajat.

Baca Juga: Pamit Terbang ke Padang, Istri Kopilot Diego Mamahit Syok Saat Tahu Suaminya Berada di Pesawat Sriwijaya Air SJ182 Tujuan Pontianak

Dirinya menduga ada bentangan awan cumulonimbus di sekeliling pesawat SJ 182 atau bahkan SJ 182 telah terperangkap atau sudah masuk awan yang berbahaya tersebut, kemudian mati mesin lalu jatuh di Kepulauan Seribu.

"Sehingga akhirnya terdeteksi hilang kontak. Apalagi sebelumnya pesawat udah naik ke ketinggian 30.000 kaki tapi dalam waktu 1 menit tiba-tiba turun menjadi di ketinggian 250 kaki. Diduga kuat ada kondisi gawat darurat di udara yang dialami Sriwijaya Air dengan nomor penerbangan SJ-182 sehingga harus turun sampai 250 kaki," ujarnya.

Sebelumnya diberitakan jika pesawat Sriwijaya Air Boeing 737-500 dengan nomor penerbangan SJ182 hilang kotak setelah empat menit lepas landas dari Bandara Internasional Soekarno-Hatta pada pukul 14.36 WIB.

Baca Juga: Hanya dalam Hitungan Detik Pesawat Sriwijaya Air SJ182 Turun dari Ketinggian 10.900 ke 5.400 Meter

Pesawat Sriwijaya Air SJ182 diketahui hilang kontak sekitar pukul 14.40 WIB dan diduga kuat terjatuh di perairan Kepulauan Seribu, tepatnya di sekitar pulau Laki dan Pulau Lancang.

Penumpang dengan rute penerbangan Jakarta-Pontianak tersebut diketahui membawa 62 orang didalamnya termasuk para kru pesawat.

Berdasarkan data manifes, pesawat yang diproduksi pada tahun 1994 tersebut membawa 50 penumpang dan 12 orang kru dengan rincian 40 orang dewasa, tujuh anak-anak serta tiga bayi.

(*)

Editor : Ngesti Sekar Dewi

Sumber : Kompas.com, Tribunstyle.com, Beritasatu.com

Baca Lainnya