Atta pun tanpa ragu mengiyakan jika kala itu keluarganya tengah berada di bawah.
Bahkan untuk menyambung hidup keluarganya harus mengadu nasib ke Malaysia.
"Wah itu susah, misalnya kita mau makan, bapak ibu pasang internet dulu atau ngirim barang kayak kurir barang lah," ujar Atta Halilintar.
"Kalau enggak (kurir), pasang internet, pasang dapat lah misalnya 50 ribu baru kita bisa beli daging, beli ikan, atau beli telur," kata Atta melanjutkan.
Guna membantu orang tua Atta rela bekerja apapun, termasuk berjualan kartu perdana di sebuah terminal di Malaysia.
"Karena simcard itu per-pack, itu aku jual di Malaysia Om. Karena orangtua waktu ada ujian hidup di sini kita semua pindah ke Malaysia," ujar Atta.
Tak punya biaya menjadi alasan terkuat dia harus berhenti untuk mengenyam pendidikan.
"Aku putus sekolah bantu orangtua, karena aku sudah dua tahun juga enggak bayar SPP, ya sudah aku keluar dulu.
Bayar SPP enggak begitu mahal tapi karena lebih penting makan," ujar Atta Halilintar.
Statusnya yang putus sekolah dan bahkan harus berjualan kartu perdana tak lantas membuat Atta Halilintar malu.