Pada tahun 2011, rumah Zhang menjadi satu-satunya bangunan yang tersisa di distrik tersebut.
Rumah itu tetap berdiri di tengah kepadatan arus lalu lintas, sehingga menyebabkan jalan yang semestinya empat jalur, terbagi menjadi dua.
Kendati kesepakatan gagal, pemerintah daerah setempat tetap menjamin hak keluarga Zhang, baik itu keamanan, listrik maupun air.
Namun dampaknya, Zhang dan keluarganya harus merasakan kebisingan arus lalu lintas yang luar biasa.
Tak hanya itu, mereka terpaksa harus menyaksikan kecelakaan lalu lintas, yang sebagian disebabkan oleh tata letak jalan yang rumit, sehingga harus mendapatkan navigasi.
Kondisi akhir lokasi kediaman Zhang Xinguo setelah diratakan dengan tanah.(www.cgtn.com)
Hingga pada tahun 2016, saat pemerintah daerah setempat mendirikan kantor pemukiman, mereka mengirimkan petugas guna mengetahui kondisi keluarga Zhang.
Proses negosiasi pun dimulai kembali.
"Mereka (petugas) menghabiskan waktu untuk berbicara dengan kami dan benar-benar memahami kondisi kami," ucap Zhang.
"Kami akhirnya tergerak oleh kesabaran mereka dan akhirnya sepakat untuk pindah," lanjut dia.