Hasil Investigasi Tragedi Kanjuruhan Diserahkan ke Jokowi, Mahmud MD: Minta Maaf...

Jumat, 14 Oktober 2022 | 15:00
Kompas

Hasil investigasi tragedi kanjuruhan.

GridHype.ID - Suasana duka atas tragedi Kanjuruhan masih terasa hingga sekarang.

Betapa tidak? Ratusan nyawa melayang akibat tragedi kemanusiaan yang terjadi di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur (1/10/2022).

Di sisi lain, Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) Kanjuruhan dikabarkan telah selesai menganalisis hasil investigasi.

Melansir dari Kompas.com, TGIPF Kanjuruhan telah selesai menganalisis hasil investigasi tragedi di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur, Kamis (13/10/2022) sore.

Laporan invetigasi diketahui telah selesai berdasarkan cuitan Ketua TGIPF Mahfud MD di akun Twitter @mohmahfudmd.

“Kamis (13/10/22) sore, TGIPF Tragedi Sepakbola Kanjuruhan sudah merampungkan tugasnya sesuai dengan Kepres Nomor 19 Tahun 2022,” tulis Mahfud MD, dikutip dari akun Twitter-nya, Kamis sore.

Mahfud mengatakan, laporan investigasi tersebut akan diserahkan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi), Jumat (14/10/2022).

Kompas.com telah mendapatkan izin mengutip cuitan Twitter Mahfud dari pihak Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenkopolhukam).

Namun, Mahfud menyatakan laporan investigasi ini belum bisa dibuka ke publik sebelum diserahkan kepada Presiden Jokowi.

“Minta maaf kepada pers, isi laporan belum bisa dibuka ke publik sebelum laporan tersebut disampaikan kepada Presiden,” kata Mahfud MD.

"Jumat siang besok TGIPF akan menyerahkan laporan kepada Presiden,” ujar Mahfud lagi.

Baca Juga: Tercatat 132 Orang Tewas, Kondisi Pilu Korban Tragedi Kanjuruhan yang Selamat Alami Mata Merah Akibat Gas Air Mata Kadaluwarsa

Diketahui, tragedi terjadi usai laga Arema FC kontra Persebaya Surabaya di Stadion Kanjuruhan, Sabtu (1/10/2022).

Dalam laga tersebut, Arema kalah 2-3 dari tim tamu.

Sehingga, situasi disebut mulai ricuh.

Pihak kepolisian kemudian menembakkan gas air mata ke arah penonton yang berada di tribun stadion.

Akibatnya, sebanyak 132 orang yang berada di dalam stadion meninggal dunia.

Terkait kasus ini, Polri telah menetapkan enam orang tersangka dalam tragedi Kanjuruhan. Keenamnya adalah Direktur Utama PT Liga Indonesia Baru (PT LIB) Akhmad Hadian Lukita, Ketua Panpel Arema FC AH, Security Officer SS, Kabag Operasi Polres Malang WSS, Danki III Brimob Polda Jawa Timur H, dan Kasat Samapta Polres Malang BSA.

Para tersangka dijerat Pasal 359 dan 360 KUHP tentang Kelalaian yang Menyebabkan Kematian dan Pasal 103 Juncto Pasal 52 UU RI Nomor 11 Tahun 2022 tentang Keolahragaan.

Selain itu, ada 20 polisi yang melanggar etik yang terdiri dari 6 personel Polres Malang dan 14 personel dari Satuan Brimob Polda Jawa Timur.

Merespons tragedi Kanjuruhan, pemerintah telah membentuk TGIPF Tragedi Kanjuruhan untuk mengusut kasus ini.

Seperti yang dikutip dari Tribunnews.com, penggunaan gas air mata saat pengamanan laga Arema FC Vs Persebaya Surabaya yang berujung tragedi Kanjuruhan pada Sabtu (1/10/2022) terus tuai sorotan.

Apalagi setelah Polri buka suara, membenarkan gas air mata yang digunakan di Stadion Kanjuruhan itu sudah kedaluarsa.

Baca Juga: TGIPF Ungkap Rekaman Mengerikan di Pintu 13 Stadion Kanjuruhan, Jajaran Kepolisian Malang Gelar Aksi Sujud Massal

Ditambah lagi sepakan lebih usai Tragedi Kanjuruhan, korban selamat dari tembakan gas air mata masih merasakan dampaknya.

Seperti mata mereka memerah dan mengalami iritasi, sesak napas serta lainnya.

Terkini pengamat mencium ada indikasi korupsi di tubuh Polri karena masih menggunakan gas air mata kedaluarsa.

Padahal setiap tahunnya Polri selalu menganggarkan menganggarkan untuk penggunaan gas air mata dan pelontarnya yang diambil dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN).

Terbaru tahun 2022, Polri menganggarkan Rp 160,1 miliar untuk pengadaan gas air mata dan pelontarnya.

Polri Gunakan Gas Air Mata Kedaluwarsa Meski Tiap Tahun Dianggarkan, Pengamat: Indikasi Sistem Korup

Pengamat kepolisian, Bambang Rukminto menduga adanya indikasi sistem yang korup di dalam tubuh kepolisian pasca diakuinya penggunaan gas air mata kedulawarsa ketika Tragedi Kanjuruhan pada Sabtu (1/10/2022).

Sebagai informasi, tiap tahunnya Polri selalu menganggarkan untuk penggunaan gas air mata dan pelontarnya yang diambil dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN).

Terbaru, pada tahun 2022, Polri menganggarkan Rp 160,1 miliar untuk pengadaan gas air mata dan pelontarnya.

"Anggaran tiap tahun ada terkait penyediaan sarana pengendalian huru-hara selama ini digunakan untuk apa? Artinya ada indikasi sistem yang korup di internal kepolisian," ujar Bambang saat dihubungi Tribunnews.com, Selasa (11/10/2022).

Disisi lain, Bambang juga menganggap pemerintah tidak bisa menunggu pengusutan kasus Tragedi Kanjuruhan yang menewaskan 132 orang ini diselesaikan oleh kepolisian karena adanya konflik kepentingan di dalamnya.

Baca Juga: Gas Air Mata dalam Tragedi Kanjuruhan Ternyata Sudah Kadaluwarsa, Polri Sebut Efeknya Tak Mematikan, Kok Bisa?

Sehingga, katanya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah melakukan hal tepat dengan membentuk Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) dan mengeluarkan Keputusan Presiden (Keppres) untuk menaunginya.

"Ada conflict of interest dari kepolisian untuk benar-benar menuntaskan kasus ini. Makannya sudah benar presiden mengeluarkan Keppres pembentukan TGIPF," katanya.

Namun, Bambang menilai TGIPF juga dapat menjadi pisau bermata dua bagi pemerintah.

Hal itu lantaran jika TGIPF membuat rekomendasi yang tidak dapat diterima publik maka akan menurunkan kepercayaan kepada pemerintah.

"Hanya saja bila TGIPF ini nanti tidak membuat rekomendasi yang akuntabel dan diterima publik, resikonya adalah menurunnya kewibawaan pemerintah," tuturnya.

Baca Juga: Asal-Usul Nama Stadion Kanjuruhan, Diambil dari Nama Kerajaan Tertua di Jawa Timur, Begini Sejarahnya

(*)

Tag

Editor : Helna Estalansa

Sumber Kompas.com, Tribunnews.com