GridHype.id- Kasus pencabulan belakangan ini sedang meramaikan pemberitaan.
Beragam kasus dengan beragam korban mulai bermunculan ke publik, salah satunya yang terjadi pada 1 santriwati di Bandung.
Anggota DPR RI Dedi Mulyadi menceritakan awal mula terungkapnya kasus tragis tersebut.
Sebanyak 12 santriwati menjadi korban pelecehan oleh guru di pesantren tempat mereka belajar.
Terungkapnya kasus tersebut berawal dari salah seorang korban yang angkat bicara.
Dilansir dari kompas.com, kasus miris tersebut ternyata sudah terjadi sejak 4 tahun yang lalu.
Hanya saja, baru kali ini kasus tersebut terungkap.
Dedi menjelaskan bahwa orangtua yang merupakan paman dari salah satu korban mengirimkan putrinya untuk menjadi santriwati di pesantren milik pelaku di kawasan Antapani, Kota Bandung.
Santriwati tersebut baru tersebut merasa curiga dengan sejumlah rekannya di pesantren.
Hal tersebut juga dirasakannya saat mengamati sepupunya yang sudah lama menjadi santriwati.
Dirinya kemudian melaporkan kepada ayahnya untuk mengecek kondisi sepupunya.
Pada Mei, salah satu korban pulang ke rumah dan mendapat banyak pertanyaan dari kedua orangtuanya.
Korban yang ternyata sedang hamil tak berani mengatakan yang sebenarnya karena merasa takut.
Meski demikian, dirinya akhirnya berani mengaku bahwa dia dihamili oleh guru pesantrennya.
Setelah itu, orangtua korban langsung membuat laporan ke Polda Jabar.
Saat proses pelaporan, sang pelaku masih terus menghubungi korban dan memintanya untuk kembali ke pesantren.
Bahkan, pelaku juga mengirimkan mobil untuk menjemput korban kembali ke pesantren.
Berawal dari pengakuan tersebut, muncul korban lain yang ternyata berjumlah belasan orang.
Dedi juga menjelaskan trik jahat sang pelaku terkait pencabulan yang dilakukannya.
Sang pelaku diketahui sengaja menghamili santriwati agar anak yang dilahirkan nantinya dapat dirawat di panti asuhan yang bakal didirikannya.
Tempat tersebut nantinya akan menjadi pusat penampungan anak dari hasil perbuatan cabul terhadap santrinya.
Bahkan lebih parahnya lagi, sang pelaku akan memanfaatkan panti asuhan tersebut untuk mendapatkan bantuan dana.
Dedi menyebutkan, pelaku berasal dari Garut, sementara istrinya dari Tasikmalaya.
Karena dari Garut, pelaku mudah mencari korban di wilayahnya sendiri, yakni dari Garut selatan. Adapun sistem pembelajaran yang dilakukan di tempat tersebut terbilang janggal.
Sang pelaku mengajar para santriwati sedangkan sang istri mengajar santri laki-laki.
Kan biasanya di pesantren, santri perempuan oleh istri gurunya. Tapi ini terbalik. Dari awal sudah janggal," kata Dedi.