Singapura dan Malaysia Sudah Terkonfirmasi Kasus Varian Omicron, Ahli Duga Varian Baru dari Afrika Itu Sudah Masuk Indonesia

Rabu, 08 Desember 2021 | 09:30
Pixabay

Bukan hanya batuk, terdapat gejala tak biasa dari jenis virus varian baru Omicron.

GridHype.id-Pandemi Covid-19 masih menghantui di berbagai negara termasuk Indonesia.

Baru-baru ini dunia bahkan tengah dihebohkan dengan kemunculan varian baru dari Virus Sars-CoV-2 yang bernama Omicron.

Varian Omicron B.1.1.529 ini pertama kali ditemukan di Afrika Selatan.

Melansir dari Kompas.com, varian terbaru dari Covid-19 ini telah meyebar ke berbagai negara di dunia.

WHO bahkan menyebutkan jika saat ini sedikitnya ada 38 negara yang terdeteksi varian Omicron.

Salah satu yang wajib diwaspadai adalah, dua dari 38 negara tersebut adalah negara tetangga Indonesia yakni Singapura dan Malaysia.

Melihat dekatnya penyebaran varian Omicron di negara tetangga, memunculkan dugaan jika varian tersebut telah menyebar ke Indonesia.

Namun hingga saat ini, Kementerian Kesehatan belum mengkonfirmasi kasus infeksi virus corona dengan varian Omicron di Indonesia.

Hal tersebut disampaikan oleh Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kemenkes Siti Nadia Tarmizi, Sabtu (4/12/2021).

"Ya (belum ada kasus infeksi Omicron terdeteksi di Indonesia)," kata Nadia, dikutip dari Kompas.com, Rabu (8/12/2021).

Baca Juga: Varian Omicron Bikin Geger Sedunia, WHO Minta Masyarakat Tidak Bereaksi Berlebihan

Meski dedmikian, ahli patologiklinis Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta Tonang Dwi Ardyanto menduga bahwa varian Omicron sudah masuk Indonesia.

"Pendapat saya: sudah. Penyebaran sudah sedemikian luas di banyak negara sejak dari laporan awalnya. Laporan awal itu pun sebenarnya kasusnya sudah terjadi setidaknya 2 pekan sebelumnya," kata Tonang kepada Kompas.com, Selasa (7/12/2021).

Alasan Omicron sudah masuk Indonesia

Menurut Tonang, ada beberapa alasan yang membuatnya menduga varian Omicron sudah masuk Indonesia.

Pertama, sebagian besar kasus karena Omicron tanpa atau hanya gejala ringan, seperti juga laporan dari Afrika Selatan dan beberapa negara lain yang sudah melaporkan kasusnya.

Kedua, jumlah tes PCR Indonesia yang masih di bawah ambang, meskipun rata-rata tes dilaporkan antara 180-200 ribu per hari.

"Tapi yang banyak itu tes antigen, sekarang PCR tinggal sekitar 15 persen saja dari total tes. Rata-rata sekitar 30 ribu/hari," kata Tonang.

"Padahal minimal 39 ribu/hari. Itu minimal. Itu juga dengan syarat merata. Sayangnya, 40-50 persen dari jumlah PCR itu di Jakarta saja. Sisanya dibagi 33 provinsi lainnya," ujar dia.

Tonang mengatakan, tes antigen memang masih bisa mendeteksi Omicron, karena targetnya protein N, bukan protein S.

"Tapi tes antigen itu baru positif bila viral load tinggi. Kalau sudah menurun, PCR yang tepat untuk mendeteksinya," kata Tonang.

Dia menjelaskan, walaupun antibodi sedang atau sudah mulai menurun, tapi yang pernah terinfeksi atau tervaksinasi itu masih memiliki sel memori.

Baca Juga: Diklaim Bisa Lawan Varian Omicron yang Menggemparkan Hong Kong, Kenali Obat Antibodi Sotrovimab

Sehingga, ketika terjadi infeksi ulang, maka viral load (jumlah virus yang berhasil menginfeksi) cenderung rendah dan masa bertahannya di dalam saluran nafas jauh lebih singkat.

"Maka mudah terjadi terinfeksi tapi "tidak terdeteksi" pada tes antigen," jelas dia.

Harus selalu siap

Tonang mengatakan, penyebaran varian Omicron di berbagai negara dan dugaan bahwa varian ini sudah masuk Indonesia harus disikapi dengan waspada.

"Kita tetap harus mempersiapkan diri untuk kemungkinan terburuk. Kalaupun benar Omicron sudah ada di Indonesia, atau ternyata belum ada, tetap saja jawabannya satu: harus dicegah penyebarannya," kata Tonang.

Menurut Tonang, kewaspadaan mesti terus dijaga walaupun sebagian besar kasus Omicron menimbulkan gejala ringan, bahkan sampai saat ini belum ada laporan kematian.

"Walau tentu harus menunggu dulu setidaknya 1-2 minggu ke depan untuk memastikan," imbuhnya.

Tonang mengatakan, Indonesia harus belajar dari penyebaran varian Delta di Inggris Raya dan Singapura, yang memiliki proporsi kematian rendah meski kasusnya tinggi.

"Tapi risiko jumlah kematian akan membesar bila jumlah kasusnya melonjak tinggi, melampaui kemampuan sistem pelayanan kesehatan, seperti terjadi di bulan Juli kemarin. Maka kita tetap harus cegah, jangan sampai penyebarannya tidak terkendali," ungkap Tonang.

Baca Juga: Disebut 500 Persen Lebih Cepat Menular, Berikut 5 Hal yang Harus Dilakukan untuk Menghindari Penyebaran Varian Omicron Menurut Pakar

(*)

Editor : Ngesti Sekar Dewi

Sumber : covid-19.co.id, Kompas.com

Baca Lainnya