GridHype.ID - Indonesia dibayang-bayangi munculnya gelombang ketiga kasus Covid-19.
Sebagaimana yang diketahui, angka kasus Covid-19 di Indonesia beberapa waktu terakhir melandai.
Namun tren kasus menurun ini tetap diwaspadai kemunculan gelombang ketiga kasus Covid-19.
Bagaimana tidak, daratan Eropa kini dibayang-bayangi munculnya gelombang ketiga ini.
Dikutip dari TribunStyle.com, gelombang baru Covid-19 kini menimpa daratan benua Eropa.
Bahkan dilaporkan, dalam gelonbang baru penyebaran ini mencatat rekor baru di sejumlah negara.
Dilansir oleh Kompas.com, dalam beberapa hari terakhir, infeksi harian virus corona tercatat di Jerman, Belanda, dan Austria menyebar cepat.
Di Rusia, dengan hampir sepertiga dari populasinya sudah divaksin, justru mengalami lonjakan stabil selama dua bulan terakhir.
Kini Rusia memimpin dunia dalam total kematian akibat virus corona untuk pertama kalinya.
Belanda, Rusia, dan Jerman bereaksi
Melansir NPR, Pemerintah Belanda pada Jumat (12/11/2021) mengumumkan akan melakukan lockdown parsial.
Hal ini akan dilakukan selama tiga minggu mulai Sabtu (13/11/2021) dalam upaya untuk memperlambat laju penyebaran Covid-19.
Dalam laporan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) 7 November 2021, Eropa merupakan satu-satunya wilayah dengan peningkatan kematian akibat virus, naik 10 persen.
Keraguan atas vaksin bisa menjadi alasan, termasuk berkurangnya kekebalan di antara pembatasan yang sudah dilonggarkan.
Keraguan vaksinasi
Presiden Rusia Vladimir Putin menyalahkan lonjakan kasus baru dan kematian di sana karena keragu-raguan.
Ia tak paham mengapa warganya enggan disuntik vaksin Sputnik V buatan lokal.
Di Jerman, tercatat ada lonjakan kasus baru pada Kamis (11/11/2021) dengan lebih dari 50.000 kasus.
Menteri Kesehatan Jerman Jens Spahn menyebut negaranya harus melakukan semua upaya untuk memutus gelombang baru.
"Situasinya serius dan saya merekomendasikan agar semua orang menganggapnya seperti itu," kata Spahn.
Spahn dan Kepala Institut Robert Koch Jerman untuk penyakit menular, Lothar Wieler memperingatkan bahwa unit perawatan intensif di seluruh negeri berada di bawah tekanan parah dari pasien Covid-19, terutama di negara bagian Saxony, Thuringia, dan Bavaria.
Spahn mengatakan, tes Covid-19 gratis akan ditawarkan lagi mulai Sabtu (13/11/2021).
Menurut data dari Universitas Johns Hopkins, hampir sepertiga penduduk Jerman belum sepenuhnya divaksinasi Covid-19.
Bagaimana dengan kondisi di Indonesia?
Dikutip dari Kompas.com pada 14/11/2021, Kasus Covid-19 diprediksi akan naik setelah libur Natal dan Tahun Baru (Nataru).
Gelombang ketiga diprediksi akan terjadi pada Desember tahun ini.
Akan tetapi, tren kasus Covid-19 menurun hingga kini.
Bahkan, pada September lalu, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan kasus konfirmasi Covid-19 menurun hingga 93,9 persen.
Kendati demikian, menurut Epidemiolog Universitas Griffith Australia, Dicky Budiman, kemungkinan adanya gelombang ketiga masih ada.
"Selama ada populasi yang rawan di masyarakat apalagi jumlahnya signifikan, ada 40 persen yang rawan, itu adalah potensi yang sangat memadai untuk terjadi lonjakan kasus baru," ujar Dicky pada Kompas.com, Sabtu (13/11/2021).
Dia mencontohkan, Singapura yang memiliki populasi masyarakat yang sudah divaksinasi lengkap cukup tinggi pun masih bisa mengalami lonjakan kasus atau gelombang ketiga.
Contoh lainnya, kata Dicky, Eropa yang saat ini menjadi episentrum pandemi dunia.
Setengah dari total kasus infeksi dan kematian di dunia terjadi di Eropa.
Padahal, lanjut Dicky, Eropa adalah salah satu kawasan yang memiliki kemampuan deteksi, testing, dan tracing yang paling bagus dibanding kawasan lain.
"Sehingga apa yang terjadi di Eropa bisa terjadi di Indonesia," kata Dicky mengingatkan.
Dia mengimbau agar Indonesia belajar dari gelombang-gelombang sebelumnya.
Selama ini, menurut Dicky, Indonesia selalu tertinggal.
Saat kasus sudah sangat tinggi atau kondisi kritis baru bergerak untuk mengatasinya. Sementara, gelombang-gelombang kecil tidak terdeteksi.
Perlu diingat bahwa kebanyakan kasus adalah tanpa gejala.
"Banyak gelombang kita yang miss (terlewat). Testing, tracing belum baik," kata dia.
Lebih lanjut, Dicky menjelaskan faktor-faktor penyebab gelombang pandemi, yakni:
- Adanya kelompok masyarakat rawan terinfeksi,
- Potensi penurunan antibodi,
- Lemahnya 2T,
-Abainya 5M,
- Perubahan karakter virus.
"Kita ini masih di level penularan komunitas, jadi harus hati-hati," kata Dicky.
(*)