Padahal Jadi Negara Terpadat dengan 1,4 Miliar Penduduk, Siapa Sangka Negara China Dibayang-bayangi Bakal Alami Penurunan Populasi di Tahun 2055

Minggu, 03 Oktober 2021 | 14:00
Pixabay

Bendera Nasional Negara China di kawasan Asia Timur Raya.

GridHype.ID - Negara tirai bambu Tiongkok dikenal merupakan negara dengan populasi terbanyak di dunia.

Populasi Negara China sendiri bahkan mengalahkan Amerika Serikat dan India.

Dilansir dari Kompas.com, Saat ini, populasi China adalah 1.444.994.064 atau setara dengan 18,47 persen dari total populasi dunia.

Ini menjadikan China menempati urutan teratas dalam daftar negara (dan dependensi) berdasarkan populasi.

Secara resmi China (Tiongkok) memandang dirinya sendiri sebagai satu bangsa yang multi-etnis dengan 56 etnisitas yang diakui.

Mayoritas etnis Han menyusun hampir 93 persen populasi. Penduduk bangsa Han sendiri heterogen, dan bisa dianggap sebagai kumpulan pelbagai etnik yang mengamalkan budaya dan bercakap bahasa yang sama.

Namun baru-baru ini peneliti menunjukkan bahwa populasi China akan mengalami penurunan.

Para peneliti memperingatkan populasi China bisa berkurang setengah dalama waktu 45 tahun.

Hal ini terjadi setelah melihat data sensus baru menunjukkan tingkat kelahiran negara turun lebih rendah dari yang diperkirakan 1,3.

Baca Juga: Bikin Geger, Akibat Berteriak Ajari Anaknya Belajar, Pria ini Mendadak Tak Bisa Tutup Rahang, Sang Istri Ungkap Fakta Mencengangkan

Situasi mengkhawatirkan terkait penurunan populasi ini diprediksi bakal terjadi di tahun 2055.

Dilansir dari Intisari Online, Menurut 24h.com.vn, Sabtu (2/9/21) Cina adalah negara terpadatdi dunia, tetapi dengan tingkat kelahiran serendah saat ini, pada tahun 2055, populasi negara ini dapat dikurangi setengahnya.

Menurut sensus 2020, China memiliki 1,4 miliar orang, tertinggi di dunia.

Yang paling mengkhawatirkan adalah angka kelahiran di China adalah 1,3 anak / 1 wanita.

Sedangkan untuk mempertahankan populasi yang stabil, angka kelahiran perlu sekitar 2,1 anak per wanita.

China telah lama gagal mencapai ini, sebagian besar karena kebijakan satu anak.

Meski Beijing merevisi dan kemudian mencabut kebijakan tersebut pada 2015, angka kelahiran terus menurun.

Akibat wajar lain dari kebijakan satu anak adalah bahwa populasi China secara signifikan tidak seimbang.

Bukan hanya karena populasi yang menua, tidak mampu melahirkan anak yang menyumbang sebagian besar, tetapi juga karena proporsi penduduk usia subur didominasi oleh laki-laki.

Baca Juga: Lagi! Indonesia Harus Tetap Waspada, Muncul Varian Baru Virus Corona C.1.2 dari Afrika Selatan Lebih Menular, Sudah Menginfeksi China Hingga Inggris

Selama beberapa dekade, CHina telah mencoba menutup pertumbuhan populasinya lewat membatasi jumlah anak yang dimiliki pasangan.

Kini, China buru-buru menarik kebijakan tersebut ketika melihat dampak buruknya.

Hal ini terjadi lantaran terdapat dua faktor yang amat penting yakni masalah ekonomi dan sosial.

Banyak penelitian menunjukkan bahwa tren kenaikan harga real estat telah berdampak negatif pada tingkat kelahiran di Cina.

Selama ledakan ekonomi, harga real estat di negara itu terus meningkat, dan tingkat kelahiran juga menurun.

Menurut Profesor Jiang Quanbao dari Institut Studi Kependudukan dan Pembangunan di Universitas Xi'an Jiaotong.

Jika angka kelahiran negatif saat ini tidak berubah, populasi China bisa berkurang separuhnya pada akhir tahun 2055.

Jika rasio ini terus menurun menjadi 1 anak/1 wanita, pada tahun 2029 penduduk China akan mencapai 700 juta orang.

Baca Juga: Sempat Berhasil Tangani Penyebaran Covid-19 di Negaranya, Kini Pemerintah China Kewalahan Akibat Lonjakan Kasus Varian Delta di 14 Provinsi

(*)

Tag

Editor : Nabila Nurul Chasanati

Sumber Kompas.com, Intisari Online