GridHype.ID - Angkas kasus Corona di Indonesia berangsur-angsur makin menurun.
Hal inilah yang menjadi landasan beberapa wilayah untuk membuka sekolah tatap muka.
Namun kebijakan sekolah tatap muka ini justru berbuah pada klaster penularan Covid-19 baru.
Dilansir dari GridHealth.ID, Menurut Dirjen Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar dan Menengah (Paud Dikdasmen) Kemendikbudristek, Jumeri, ada 1.296 sekolah yang melaporkan klaster Covid-19 saat pembelajaran tatap muka (PTM) terbatas.
Klaster Covid-19 akibat sekolah tatap muka ini memiliki total ada 11.615 siswa positif Covid-19 di seluruh Indonesia.
Data tersebut didapatkan dari 46.500 sekolah yang telah menggelar PTM terbatas per 20 September 2021.
Akibat sekolah tatap muka memicu klaster Covid-19, Ketua Umum Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) Seto Mulyadi meminta agar PTM dihentikan sementara waktu.
"Kalau menurut saya iya (hentikan)," ujarnya saat jumpa pers di Pekanbaru, Kamis (23/09/2021).
Pria yang akrab disapa Kak Seto memohon agar pemerintah tidak terburu-buru dalam melaksanakan PTM.
"Hak pertama anak ialah hak hidup dan tidak terancam kematian. Yang kedua adalah hak sehat. Jangan sampai dikarenakan buru-buru tatap muka, akhirnya anak terpapar virus corona," ucapnya, dikutip dari Antara.
"Kedepankan kebaikan anak dan bukan sesuai target atau untuk mengharumkan nama daerah," sambungnya.
Lebih lanjut seperti yang dikutip dari Kompas.com, namun dalam prosesnya, terdapat syarat yang harus dilakukan agar tetap aman bagi warga yang bersekolah, terutama anak-anak.
Dalam konferensi pers yang diselenggarakan oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dengan topik Update Kajian IDAI terkait Covid-19 pada anak, Prof. Dr. dr. Aman B. Pulungan, Sp.A(K), FAAP, FRCPI(Hon) selaku Ketua Umum Pengurus Pusat IDAI menjelaskan hal ini.
"Kita ingin sekali sekolah tatap muka ini bisa segera (dilaksanakan), tapi tentu kita meminta sekolah tatap muka yang aman dan bisa menjamin kesehatan anak Indonesia," kata Prof. Arman.
Melanjutkan pernyataannya, ia juga memberikan syarat atau rekomendasi yang harus dilakukan apabila PTM tetap dilaksanakan, yaitu:
1. PTM bisa dimulai dengan uji coba pada anak yang sudah diimuniasi terlebih dahulu.
2. Positivity rate (angka positivitas) di daerah yang akan melaksanakan PTM harus di bawah 8 persen.
3. Seluruh guru, keluarga murid hingga pegawai harus dipastikan sudah melakukan imunisasi atau vaksinasi.
4. Semua pihak khususnya pegawai sekolah wajib memastikan bahwa seluruh warga sekolah dan murid tetap menjalankan prokes.
Salah satunya dengan tidak membuka masker dan makan di sekolah.
5. PTM sebaiknya hanya berlangsung selama 2 sampai 3 jam saja. "Coba dulu (PTM) 2 sampai 3 jam," kata Prof. Aman.
6. Perjalanan anak harus dipastikan hanya dari rumah ke sekolah dan kembali lagi ke rumah tanpa berhenti di tempat lain.
7. Seluruh fasilitas sekolah harus memiliki sirkulasi udara yang baik dan jumlah murid yang menggunakannya di saat yang sama wajib dibatasi.
Namun permasalahannya adalah, ada banyak laporan bahwa PTM dilaksanakan dengan tidak memperhatikan syarat tersebut, misalnya positivity rate yang belum di bawah 8 persen dan siswa-siswa yang membuka masker serta makan di sekolah.
"Banyak laporan ke kita bahwa ini dimulai dengan anak yang tidak diimunisasi," ujar Prof. Aman.
Prof. Aman mengungkapkan bahwa dalam seminggu terakhir ini, poliklinik mulai penuh dengan anak yang terpapar Covid-19.
Oleh karena itu, dia pun meminta kerja sama dari semua pihak untuk mengawal pembelajaran dan kesehatan anak bisa diperoleh secara bersamaan.
(*)