GridHype.ID - Perang melawan kondisi pandemi virus corona (Covid-19) masih belum usai.
Terlebih lagi kini, Indonesia diperingatkan soal prediksi terjadinyagelombang ketiga pandemi Covid-19.
Ya,Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 menyebutkan Indonesia berpontensi akan mengalami gelombang ketiga pandemi Covid-19.
Melansir Kompas.com, Juru Bicara Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito mengatakan, sejumlah negara tengah menghadapi gelombang tersebut.
Tiga gelombang pandemi dunia masing-masing terjadi pada Januari 2021 sebagai puncak pertama, April 2021 puncak kedua, dan Agustus-September 2021 sebagai puncak ketiga.
Sementara, RI baru mengalami dua gelombang pandemi.
"Kita harus waspada dan tetap disiplin protokol kesehatan agar kita tidak menyusul third wave atau lonjakan ketiga dalam beberapa bulan ke depan," kata Wiku dalam konferensi pers yang ditayangkan YouTube Sekretariat Presiden, Selasa (14/9/2021).
Berikut penjelasan dari epidemiolog terkait gelombang ketiga Covid-19 yang berpotensi terjadi di Indonesia:
Penjelasan epidemiolog soal gelombang ketiga
Menurut Epidemiolog Universitas Grifftith Australia Dicky Budiman, gelombang ketiga infeksi corona sangat mungkin terjadi, sebab mayoritas masyarakat Indonesia belum mempunyai imunitas untuk melawan virus atau tingkat vaksinasi yang masih cukup rendah.
“Dalam artian imunitas itu dari vaksin, vaksinasi dosis penuh, apapun vaksinnya. Ini kan 80 persenan (masyarakat) masih rawan karena belum mendapat vaksin,” kata Dicky, saat dihubungi Kompas.com, Sabtu (18/9/2021).
Tak hanya varian Delta, tetapi juga varian Alpha maupun varian lain yang dapat membuat kondisi rentan dan mendorong potensi terjadinya gelombang ketiga infeksi.
Dicky menuturkan, adanya varian-varian baru Covid-19 juga sangat rawan memunculkan kembali gelombang ketiga.
“Ini yang harus dipahami dan tidak ada negara yang meskipun vaksinasinya sudah lebih dari 60 persen bisa menghindari gelombang ketiga, sulit,” ujar dia.
Prediksi terjadi Desember
Dicky menjelaskan, potensi gelombang ketiga infeksi bersifat dinamis.
“Dulu saya memprediksi Oktober, tapi ini berubah lagi, mundur lagi, jadi Desember. Desemberpun gelombangnya menurun juga, merendah, nggak sebesar seperti prediksi sebelumnya,” tutur dia.
Ia memaparkan, ini disebabkan adanya intervensi yang dilakukan seperti PPKM yang diperpanjang lebih diperkuat.
“Prediksi-prediksi ini tidak statis, dinamis banget. Artinya semakin kita konsisten, semakin disiplin dalam memberikan intervensi, termasuk capaian vaksinasi, ini akan membuat potensi (gelombang ketiga) itu semakin jauh atau mengecil tapi tetap ada, jauh mengecil,” tambah dia.
Sementara saat ini, Dicky mengatakan, dalam prediksi terakhir sesuai dengan perkembangan situasi terkini mundur ke Desember.
Tak sebesar gelombang kedua
Dicky menilai, jika terjadi gelombang ketiga infeksi corona, diharapkan tidak akan sebesar gelombang sebelumnya.
“Kecuali kalau ada varian yang jauh lebih hebat atau setidaknya seperti varian Delta, itu bisa sama (gelombang infeksinya),” tutur dia.
Terkait antisipasi, lanjut Dicky, dapat dilakukan dengan memperketat pintu-pintu masuk di Indonesia.
Selain itu juga dilakukan karantina yang memadai, setidaknya selama 7 hari bagi pendatang yang telah divaksinasi secara penuh dan PCR negatif.
Sedangkan dilakukan karantina selama 14 hari bagi pendatang yang belum divaksinasi dengan PCR negatif.
Sementara antisipasi di dalam negeri dapat dilakukan dengan 3T (testing, tracing, tracking, menerapkan protokol kesehatan (5M), percepatan vaksinasi, dan pembatasan kegiatan masyarakat.
“PPKM berlevel tetap dilakukan. Harapannya PPKM yang diterapkan level 1 dan level 2. Artinya semua berupaya agar level pandemi kita terkendali atau membaik. (Tentunya) dengan peran semua pihak,” papar Dicky.
Dicky menyampaikan, meskipun positivity rate rendah, tapi testing, tracing, dan tracking yang dilakukan rendah. Hal ini menjadi satu hal yang perlu diwaspadai.
“Karena berarti kemampuan kita mendeteksi kasus-kasus di masyarakat menjadi tinggi. Sudah dicapai (nilai standar) dari WHO, itu tidak dijamin,” kata dia.
Kecukupan testing, jelas Dicky, mengikuti ekskalasi pandemi.
“Misalnya ada terkonfirmasi 1.000 kasus positif, harus ada tracing minimal 1.000 x 15 (orang), itu minimal. Karea WHO juga menyarankan (tracing ke) 30 orang. Nah ini harus dilakukan,” ujarnya.
Dicky menegaskan, seharusnya juga dilakukan penelusuran lebih lanjut dalam bentuk tracking, seperti kontak kasus level 2 atau level 3.
“Saat ini belum (dilakukan), dan menempatkan posisi Indonesia sangat rawan terjadi (gelombang ketiga),” jelas dia.
Pengawasan orang yang telah divaksin
Dicky menambahkan, untuk mencegah varian baru harus ditingkatkan pengawasan terhadap genom-genom virus.
Hal ini sangat penting untuk mendeteksi keberadaan varian baru dan potensi, tren, atau progres penyebaran dari jenis virus baru.
Adapun kasus-kasus orang yang telah divaksinasi tapi terpapar virus juga harus menjadi perhatian, dengan dilakukan pemeriksaan genom.
Dicky menegaskan, adanya peningkatan status yang lebih baik tidak dapat dijadikan dasar untuk melakukan apapun.
“Pandemi masih belum selesai, ini yang harus disadari masyarakat,” papar dia.
(*)