Beberapa Negara Kaya di Dunia Berniat Lakukan Booster Vaksin, WHO Minta Ditunda, Ini Alasannya

Sabtu, 07 Agustus 2021 | 13:45
Pixabay

(Ilustrasi) vaksin COVID-19.

GridHype.ID - Seiring dengan berjalannya waktu, jumlah orang yang telah divaksin kian meningkat.

Beberapa negara bahkan mencanangkan untuk melakukan suntik booster untuk warganya.

Namun nampaknya rencana itu harus ditunda dulu, pasalnya, Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyerukan penundaan booster vaksin Covid-19 setidaknya sampai akhir September, saat 10 persen populasi dunia telah divaksin.

"Saya memahami kepedulian semua pemerintah untuk melindungi rakyatnya dari varian Delta.

Tetapi, kami tidak dapat menerima negara-negara yang telah menggunakan sebagian besar pasokan vaksin dunia, menggunakan lebih banyak lagi," kata kepala WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus dalam konferensi pers.

Melansir Al Jazeera pada Rabu (4/8/2021), Tedros menambahkan bahwa negara-negara G20 memiliki peran penting untuk memainkan program vaksin Covid-19, karena negara-negara tersebut adalah “produsen terbesar, konsumen terbesar, dan donor vaksin Covid-19 terbesar”.

Baca Juga: Siapa Sangka Suntikan Vaksin Flu Mampu Bantu Tingkatkan Kekebalan dan Kurangi Risiko Komplikasi Parah Akibat Covis-19, Berikut Penjelasannya

WHO berusaha mengambil solusi itu di tengah lonjakan kasus Covid-19 dengan varian Delta yang lebih menular mendominasi dunia, dan wacana negara kaya mengadakan booster vaksin.

Kontras dengan negara kaya Amerika Serikat (AS), Inggris, dan Jerman, hingga saat ini masih ada negara miskin yang tidak mampu menyedikan vaksin Covid-19, bahkan satu dosis suntikan pun kepada warganya.

AS pada Rabu (4/8/2021) menolak seruan badan kesehatan PBB untuk menunda booster vaksin Covid-19, dengan mengatakan itu adalah "pilihan yang salah".

Sekretaris Gedung Putih Jen Psaki mencatat bahwa AS telah mendonasikan lebih dari 110 juta dosis vaksin Covid-19 ke seluruh dunia.

Pekan lalu, Presiden Israel Isaac Herzog menerima suntikan ketiga vaksin Covid-19, memulai kampanye untuk memberikan dosis booster ke individu kategori usia 60-an.

Sementara, Jerman akan memulai memberikan suntikan booster vaksin Covid-19 pada September.

Baca Juga: Efek Samping Vaksin Covid-19 Dosis Kedua Bisa Jadi Lebih Kuat, Ini Hal yang Harus Kamu Lakukan Untuk Atasi Reaksi Tubuh Usai Vaksinasi

"Kita perlu fokus pada orang-orang yang paling rentan, paling berisiko terkena penyakit parah, dan kematian, untuk mendapatkan dosis pertama dan kedua,” kata Katherine O'Brien dari WHO kepada wartawan.

Ketidaksetaraan vaksin

WHO telah berulang kali menyerukan negara-negara kaya untuk berbuat lebih banyak untuk membantu meningkatkan akses negara berkembang pada vaksin Covid-19, karena terjadi kesenjangan dalam distribusi vaksin global.

Baru sekitar 1,8 persen orang di Afrika yang divaksinasi dua dosis, jauh berbeda dibandingkan dengan di Uni Eropa dan AS yang telah mencapai sekitar 50 persen, menurut Our World in Data.

Sekitar 101 dosis per 100 orang telah diberikan di negara-negara yang dikategorikan berpenghasilan tinggi oleh Bank Dunia, dengan 100 dosis terlampaui pada pekan ini.

Sedangkan, skala pemberian vaksin Covid-19 di 29 negara berpenghasilan terendah 1,7 dosis per 100 orang.

WHO berpendapat bahwa tidak ada yang aman dari Covid-19 sampai semua orang di muka bumi aman, karena semakin lama dan semakin luas virus menyebar, semakin besar peluang munculnya varian baru, dan memperpanjang krisis global dalam memerangi pandemi.

Baca Juga: Jangan Panik Dulu, Inilah Sederet Efek Samping Vaksin Covid-19 yang Bisa Terjadi Setelah Menerima Dosis Kedua

Dr Bruce Aylward, penasihat khusus untuk Tedros, mengatakan penundaan booster vaksin Covid-19 itu adalah tentang seruan kepada negara kaya untuk menahan kebijakan mereka.

"Sampai dan kecuali kita membuat seluruh dunia mendapatkannya (vaksin Covid-19) dalam perang melawan pandemi," ucapnya. "Seperti yang telah kita lihat dari munculnya varian demi varian (Covid-19), kita tidak bisa keluar darinya, kecuali seluruh dunia keluar darinya bersama-sama.

Dan dengan perbedaan besar dalam vaksinasi, kita tidak akan mampu mencapainya,” kata Aylward.

Distribusi vaksin Covid-19 yang tidak merata telah menjadi pusat perdebatan selama berbulan-bulan di Badan Perdagangan Dunia, ketika negara-negara berkembang, yang dipimpin oleh India dan Afrika Selatan,

menyerukan penghapusan sementara hak kekayaan intelektual (IP) pada vaksin untuk meningkatkan kapasitas manufaktur global.

Baca Juga: Berbagai Isu Muncul Pertanyakan Efektivitas Vaksin Sinovac, Ahli Bongkar Fakta Sebenarnya di Balik Segala Rumor Itu

(*)

Editor : Ruhil Yumna

Sumber : Kompas

Baca Lainnya