GridHype.ID - Belakangan ini angka kasus Covid-19 di Indonesia kian meningkat.
Bahkan virus corona varian Delta diketahui juga sudah menyerang di beberapa wilayah di Tanah Air.
Akibatnya lonjakan kasus Covid-19 semakin meluas di banyak wilayah.
Karena lonjakan kasus tersebut, pemerintah mengeluarkan kebijakan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM).
Ya, sejak kemarin (22/6/2021), kebijakan PPKM skala mikro untuk mengatasi lonjakan kasus Covid-19 sudah berlaku hingga 5 Juli 2021 nanti.
Padahal, sebelumnya banyak ahli mengingatkan bahwa yang dibutuhkan Indonesia saat ini adalah pembatasan sosial berskala besar (PSBB) ketat.
Usulan PSBB disarankan oleh lima perhimpunan profesi dokter, yakni Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (Papdi), Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif Indonesia (Perdatin), serta Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskuler Indonesia (Perki).
Ahli epidemiologi Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Dr dr Windhu Purnomo, pun menegaskan, yang dibutuhkan Indonesia saat ini PSBB, bukan PPKM mikro yang disebutnya jelas tidak efektif.
Sebelumnya, Windhu menerangkan bahwa harapan Jokowi agar herd immunity segera tercapai masih sangat jauh.
Hal itu karena kita menghadapi dua tantangan besar.
Pertama, kesediaan vaksin yang sangat terbatas dan jauh dari kebutuhan saat ini.
Kedua, adanya varian virus corona yang terus berkembang dan lebih menular.
Kepada Kompas.com, Windhu mengatakan bahwa mengandalkan vaksinasi saja tidak cukup.
Pasalnya, untuk mencapai herd immunity Covid-19, diperlukan vaksinasi minimal 70 persen dari total penduduk Indonesia.
Syarat ini berlaku untuk varian original atau asli yang pertama kali diidentifikasi di Wuhan, China, Desember 2019.
Baca Juga: Kabar Duka! Tepeng Vokalis Steven & Coconut Treez Meninggal Dunia Lantaran Covid-19
Sementara saat sudah ada penyebaran varian Delta dan jumlah kasusnya terus bertambah, untuk mencapai herd immunity diperlukan minimal 84 persen dari populasi penduduk yang sudah divaksin penuh.
"Jadi menurut saya, sudahlah lupakan herd immunity karena saya sendiri sudah pesimis, apalagi mengingat (kesediaan) vaksin kita berasal dari luar negeri dan varian-varian lebih meluas," kata Windhu kepada Kompas.com, Senin (21/6/2021).
Windhu menilai, pemerintah baik pusat maupun daerah hanya terkesan mengurusi vaksinasi tanpa melakukan pencegahan di hulu.
Padahal, jika varian-varian yang mengkhawatirkan itu meluas, jumlah vaksin pasti tidak akan cukup.
"Yang harus dilakukan sebenarnya jangan fokus pada vaksinasi tok. Tapi jangan sampai varian-varian baru ini meluas, nanti vaksinasi tidak efektif lagi," tegas Windhu.
Hal pertama yang harus dilakukan pemerintah pusat dan daerah adalah memutus mata rantai di hulu.
Salah satunya yaitu pemerintah mengambil sikap tegas untuk PSBB.
PSBB bukan hanya di pusat, dan tidak hanya di DKI Jakarta, tetapi sampai daerah terpencil Indonesia.
"Jadi yang dilakukan itu, pertama adalah memutus mata rantai di hulu jangan sampai varian-varian baru meluas. Yang sekarang pemerintah tidak mau ambil sikap tegas untuk PSBB, maunya PPKM mikro terus," kata Windhu tegas.
"Padahal, PPKM mikro sudah jelas tidak efektif, ngapain dipertahankan," sambungnya.
Windhu menjamin, ketika PSBB benar-benar dilakukan dengan ketat dan benar, itu pasti akan bisa menurunkan kasus Covid-19 di Tanah Air dan mencegah meluasnya varian baru.
Hal ini tidak lain agar program vaksinasi berguna dan tidak jadi sia-sia.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Epidemiolog Tegaskan Indonesia Butuh PSBB Ketat, Bukan PPKM Mikro"
(*)