FBI Ikut Turun Tangan, Scammer asal Indonesia Gasak Dana Bansos Covid-19 Pemerintah Amerika Serikat, Ini Modus yang Dilakukan

Minggu, 18 April 2021 | 07:30
kompas.com

Ilustrasi penipuan online

GridHype.ID - Beberapa waktu lalu, tim Siber Ditreskrimus Polda Jawa Timur berhasil menangkap dua pelaku penipuan digital (scammer) asal Indonesia.

Tak main-main dua scammer tersebut mencuri dana dengan jebakan situs bansos Covid-19 milik pemerintah Amerika Serikat.

Dilansir Kompas.com, penipu ini melancarkan aksienya dengan membuat situs bantuan Covid-19 palsu yang serupa dengan situs resmi milik pemerintah AS, yang digunakan untuk mencuri data pribadi warga negara AS.

Baca Juga: Ngakak! Niat Hati Ingin Beli iPhone Idamannya, Pria Ini Hanya Bisa Tersenyum Kecut Malah Dapat

Kedua pelaku bernisial SFR dan MZMSBP bersekongkol membuat situs web palsu atau scampage yang meniru sitsu web resmi bantuan sosial Covid-19 milik pemerintah AS. Pelaku memanfaatkan program Pandemic Unemployment Assistance (PUA), yaitu bantuan ekonomi dari pemerintah AS bagi warga yang menganggur karena pandemi.

Kombes Farman, Direktur Reskrimsus Polda Jawa Timur mengatakan bahwa kedua tersangka sudah beroperasi sejak Mei 2020.

Barulah di tanggal 1 Maret 2021, petugas Siber Distreskrimsus Polda Jatim memergoki aksi pelaku di Surabaya.

Polda Jatim menemukan skrip scampage di dalam laptop MZMSBP.

Diketahui, MZMSBP merupakan pembuat situs web palsu dan SFR bertindak sebagai penyebar yang menggunakan software untuk mengirimkan SMS blast ke warga negara 20 juta warga negara AS.

Di SMS tersebut, terlampir tautan yang mengarah ke situs bantuan sosial Covid-19 palsu yang telah dibuat MZMSBP.

Baca Juga: Waspada Kejahatan Nyasar ke Pengguna Aplikasi WhatsApp, Begini Langkah Antisipasi Agar Akun Tak Mudah Diretas

Dari 20 juta SMS yang dikirim, sebanyak 30.000 warga negara AS merespons dengan mengisi formulir yang telah disediakan pelaku.

Mereka juga melampirkan data diri mereka yang kemudian dikumpulkan oleh SFR.

Data tersebut kemudian diserahkan SFR ke pelaku lain berinisial S yang saat ini masih berstatus DPO (daftar pencarian orang).

Mencuri Rp 875 miliar Dihimpun KompasTekno dari situs resmi Polres Mojokerto, Jumat (16/4/2021), tersangka S yang kini tengah dalam pencarian diduga adalah warga negara India.

Data diserahkan SFR ke S melalui WhatsApp dan Telegram.

Tersangka S menggunakan data pribadi warga negara AS tersebut untuk meminta bantuan ke pemerintah AS lewat program PUA.

Menurut kebijakan program tersebut, setiap warga negara yang terdaftar berhak mendapatkan bantuan senilai 2.000 dollar AS atau sekitar Rp 30 juta (kurs Rp 14.600).

Baca Juga: Fajar Umbara Dijebloskan ke Penjara Akibat Lakukan KDRT Hingga Bikin Yuyun Sukawati dan Anaknya Trauma, Anggy Umbara Ogah Terlibat Masalah Sang Kakak: Sorry to Say

"Diperkirakan ada 60 juta dollar AS (sekitar Rp 875 miliar) yang sudah didapat.

Uang dari pemerintah AS itu masuk ke terduga pelaku yang saat ini masih DPO," jelas Kombes Farman dalam wawancara di KompasTV. "Untuk dua orang yang sudah ditangkap, mendapatkan 30.000 dollar AS (sekitar Rp 437 juta) per bulan," imbuh Farman.

Menurut Farman, MZMSBP memiliki kemampuan untuk membuat situs web palsu.

Sementara satu pelaku lain, SFR, adalah lulusan salah satu SMK di Jawa Timur.

Farman menambahkan bahwa kedua pelaku cukup sering terlibat dalam kasus penipuan serupa.

"Kedua orang ini menjadi salah satu yang menjadi sorotan kami, karena beberapa kali kami melakukan penyelidikan, ada kaitannya dengan dua tersangka ini," jelas Farman.

Polda Jatim melakukan penyelidikan selama tiga bulan dengan koordinasi ke Mabes Polri dan Biro Investigasi Federal (FBI) di AS.

Baca Juga: Marak WhatsApp Penipuan Berkedok Kartu Prakerja, Berikut yang Mesti Diwaspadai!

Farman mengatakan Polda Jatim masih terus melakukan pendalaman dan berkomunikasi dengan FBI karena kasus ini menyangkut warga negara AS.

"Kita masih lakukan kerjasama (dengan FBI) karena kita masih perlu melakukan penangkapan terhadap satu terduga pelaku yang saat ini masih DPO," kata Farman.

Atas perbuatannya, kedua tersangka terancam dijerat dengan pasal 32 ayat (2) Jo pasal 48 ayat (2) UU RI nomor 19 tahun 2016 tentang perubahan atas UU nomor 11 tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik Jo pasal 55 ayat (1) KUHP.

Mereka menghadapi ancaman hukuman 9 tahun penjara dan/atau denda paling banyak Rp 3 miliar.

(*)

Editor : Ruhil Yumna

Sumber : Kontan.co.id, Kompas

Baca Lainnya