GridHype.ID - Amerika Serikat dan Iran masih bersitegang hingga sekarang.
Bahkan awal 2020 lalau, Iran dengan berani luncurkan serangan langsung ke pangkalan militer AS di Irak.
Keberanian ini cukup mengherankan pasalnya, Iran mampu menantang negara adidaya sekelas Amerika.
Menurut Daily Star, secara misterius Iran memiliki senjata pemusnah massal yang disembunyikan di bawah tanah Iran.
Senjata itu terkubur di bawah hingga lima lapis beton dan siap siaga andai Perang Dunia 3 terjadi.
Pangkalan tersembunyi itu menampung ribuan rudal, tersebar diseluruh Iran dan terus siaga.
Sebenarnya situs ini sangat dirahasiakan, namun kelompok oposisi merilis gambar tersebut dan mengungkapkannya.
Situs terbesar itu diduga merupakan pangkalan di Khojir, yang dikenal dengan kode 7500 dengan terowongan sepanjang 1.000 meter.
Di dalamnya penuh dengan rudal balistik, yang siap diluncurkan.
Gambar-gambar situs misterius ini dirilis dalam dokumen oleh kelompok pembangkang, Dewan Nasional Perlawanan Iran (NCRI).
Dirilis sejak kekhawatiran perang yang akan berlangsung antara Iran dan AS, pasca pembunuhan Qassem Soleimani, dan serangan balasan Iran ke pangkalan AS.
NCRI memperkirakan rezim Iran telah menanamkan rudal senilai milyaran dollas AS, ke pangkalan rahasia milik mereka.
Pasukan militer Iran dikatakan membangun sebagian besar terowongan yang luas itu antara tahun 1997 dan 2002.
Namun, beberapa situs diyakini sudah ada sejak tahun 1984.
Jaringan bawah tanah itu dibangun dengan tujuan untuk menyembuyikan, senjata 'kiamat'dan sebagain tempat pemetaan serangan di Timur Tengah.
Iran tidak memiliki kemampuan rudal balistik yang menjangku AS & Inggris.
Tetapi jangkauan rudal mereka bisa mencapai Ukraina, yang artinya mereka bisa menyerang negara manapun selama masih di wilayah timur tengah.
Pangkalan misil utama ditemukan di sekitar Teluk Persia, tetapi yang berkode 7500 berada di luar Teheran.
Gambar yang dirilis ke Daily Star oleh NCRI menunjukkan tiga situs rudal dan kompleks terowongan di sekitar Iran.
Gambar Khojir menunjukkan pangkalan militer dengan setidaknya tiga jalan muncul untuk menggali di bawah bukit di dekatnya.
Kode 7500 diyakini sebagai lokasi konstruksi terakhir dari rudal jarak menengah Shahab 3.
Kemudian ada garnisun Lard yang juga ditemukan di Iran Barat.
Lard digambarkan oleh NCRI sebagai kompleks terowongan yang luas dan sangat terlindungi.
Kompleks inilah yang diyakini oleh propaganda Iran sebagai "Kota Rudal", sinyal ponsel akan terhalang jika berdekatan dengan situs rahasia ini.
Baca Juga: Diam-diam Iran Mata-matai Indonesia Selama Bertahun-tahun karena Masalah yang Terjadi di Madura
Situs lain seperti Pusat Rudal Queshm di pantai Iran dipahami tersembunyi di bawah hingga lima lapis beton.
Iran diduga menggunakan fasilitas itu untuk mengekspor rudal ke pasukan proxy mereka di Yaman.
Militer AS trauma dengan rudal Iran
Tentara Amerika Serikat kocar-kacir ketika dihujani rudal Iran pada 8 Januari 2020 silam.
Bahkan beberapa diantaranya ak sadarkan diri ketika pangkalan mereka di Irak dibombardir.
Hal ini diungkap oleh seorang tentara yang membeberkan betapa kacaunya pasukan AS ketika dihujani rudal Iran.
Diberitakan The Washington Post, satu di antara mereka adalah Mayor Alan Johnson.
Tidak ada pasukan AS yang tewas meskipun Iran menggunakan senjata yang masing-masing memiliki panjang sekitar 40 kaki (12 meter), dan membawa bahan peledak seberat 1.600 pon .
Baca Juga: Miris! Seorang Ayah Tega Tebas Leher Anaknya Hingga Tewas dengan Alasan Demi Menjaga Kehormatan
Senjata itu lebih kuat daripada senjata apa pun yang diluncurkan untuk menyerang orang Amerika dalam satu generasi.
Tetapi, 110 tentara yang selamat akhirnya didiagnosis dengan cedera otak traumatis.
Beberapa membutuhkan rawat inap yang cukup lama dan terapi intensif di Pusat Medis Militer Nasional Walter Reed, di luar Washington.
Kala itu Presiden Donald Trump mengumumkan tak ada korban.
Memang benar. Namun informasi itu hanya informasi spontan di tengah situasi genting.
Kenyataannya, 29 anggota militer, termasuk Johnson.
Dia mengalami luka cukup serius dalam operasi yang disebut Iran sebagai Operasi Martir Soleimani itu.
Bahkan hingga hari ini, para tentara masih trauma.
“Saya tidak dapat berpikir bahwa ada orang yang lolos dari ini tanpa efek, secara psikologis atau emosional, karena betapa traumatisnya peristiwa itu,” kata Letnan Kolonel Johnathan Jordan, petugas operasi untuk unit Angkatan Udara yang hadir malam itu.
Ketika serangan dimulai, Johnson ditugaskan ke unit penerbangan Angkatan Darat, berkumpul dengan tentara di tempat penampungan di atas permukaan tanah.Tempat itu memiliki sisi terbuka dan karung pasir yang menutupi beton.
Bunker ini dirancang untuk menghentikan roket yang lebih kecil, bukan rudal.
Johnson tidak ingat tiga ledakan pertama dan percaya, itu karena ledakan ketiga membuatnya dan tentara lain pingsan dalam waktu singkat.
Johnson, seorang ahli bedah penerbangan, bertanya apakah ada yang membutuhkan perhatian medis.
Tidak ada yang mengatakan ya, mendorong laporan awal ke Pentagon tentang tidak adanya cedera yang kemudian diumumkan oleh Trump.
“Faktanya adalah, setiap orang memiliki gejala cedera otak traumatis ini,” kata Johnson.
“Tapi gejala itu tidak signifikan dibandingkan dengan apa yang kita alami sepanjang malam.”
Anggota layanan mulai menerima pengujian sesudahnya.
Pasien dengan gejala paling signifikan dievakuasi dari Irak.
Johnson didiagnosis dengan cedera otak dan menghabiskan berminggu-minggu menerima terapi fisik, terapi wicara, terapi okupasi, terapi motorik mata dan perawatan psikiatri di Jerman.
Dia akhirnya kembali ke Timur Tengah untuk menyelesaikan misinya.
(*)