Hampir Samai Tingkat Pernikahan di Jepang yang Rendah, Masyarakat Korea Selatan Makin Ogah Nikah, Kenapa?

Selasa, 24 Desember 2019 | 19:25
mkenyaujerumani.de

Ilustrasi pernikahan

Laporan Wartawan GridHype.ID, Ruhil I. Yumna

GridHype.ID- Pemerintah Korea Selatan nampaknya mulai resah.

Pasalnya tingkat pernikahan di Korea Selatan mengalami penurunan hingga level terendah sejak tahun 1970.

Dilansir dari South China Morning Post, di tahun 2019 hanya ada 5 orang menikah dari 1000 orang, dengan total 257.622 pasangan yang akhirnya resmi menikah.

Baca Juga: RamaiSoal IndoXXI Bakal Tutup Januari 2020, Simak Bahaya Akses Situs Streaming Ilegal

Jika dibandingkan dengan tahun 1996 angka tersebut cenderung turun.

Pasalnya di tahun 1996 ada 9.6 per 1000 orang menikah dan 430.000 pasangan menikah.

Studi ini dilakukan oleh Organisasi Kerjasama Ekonomi dan Perkembangan tahun 2017.

Tujuan penelitia itu sendiri awalnya untuk menunjukkan jika di Tiongkok tingkat pernikahan masih tinggi, yakni setara dengan 10 dari 1000 orang menikah.

Tingkat pernikahan Korea Selatan sendiri disebut hampir bisa menyamai tingkat pernikahan di Jepang tahun 2017, yakni ada 5 dari 1000 orang.

Lalu kira-kira apa yang menyebabkan rendahnya tingkat pernikahan di Korea Selatan.

Dikutip dari media yang sama Lee Min-jun, seorang pria Korea Selatan yang baru saja menikah, mengaku jika keputusan itu termasuk keputusan terberat yang dibuat bersama pasangannya.

Baca Juga: Sempat Akui Ketertarikannya pada Ayu Ting Ting, Didi Riyadi Tak Peduli Status Janda Anak Satu yang Dimiliki oleh Pedangdut Ini

Rupanya, bukan masalah kepribadian yang membuatnya kesulitan.

"Aku berkencan dengan istriku saat bisnisku baru mulai stabil, sehingga masalah finansial merupakan kekhawatiran utamaku," ujarnya.

Kekhawatiran itu rupanya dialami juga oleh sebagian besar pria di Korea.

Pasalnya biaya pernikahan di Negeri Ginseng itu mencapai angka fantastis.

Tak tanggung-tanggung, biaya pernikahan disana rata-rata mencapi 230 juta Won atau sekitar Rp3 Milyar.

Angka tersebut disampaikan oleh usaha konsultasi pernikahan di Korsel, DUO Infom yang mempelajari 1000 pasangan baru menikah selama 2 tahun.

Angka ini dirasa sangat tak masuk akal lantaran rata-rata penduduknya yang berumur 30 tahun hanya menghasilkan Rp 500 Juta per tahunnya.

Baca Juga: Tak Canggung, Tamara Bleszynski Rayakan Ulang Tahun Anak Bareng Mike Lewis dan Tunangannya

Parahnya warga Korsel yang berusia bawah 29 tahun mereka hanya mampu menghasilkan Rp300 Juta per tahunnya.

Jika dihitung maka biaya pernikahan itu bernilai 6 kali penghasilan rata-rata penduduk Korsel umur 30 tahun dan 9 kali penghasilan rata-rata penduduk umur 29 tahun ke bawah.

Dan biaya fantastis itu belum termasuk tagihan rumah.

Pemilik DUO Info, Park Soo-kyung menjelaskan, "dapat kita pikirkan jika penurunan tingkat pernikahan sebagai 'nilai baru' di masa sekarang.

"Namun urusan teknis seperti ekonomi, pekerjaan dan biaya hidup juga sangat mempengaruhi.

"Harga pernikahan yang tidak masuk akal, biaya rumah, ketidakmampuan untuk bekerja dan berkeluarga serta persepsi negatif dari masyarakat terhadap pernikahan, semua berkontribusi pada laju penurunan ini."

Biaya-biaya yang membuat pernikahan mahal antara lain tagihan rumah (73.5%), biaya hadiah untuk bertukar antar keluarga dan biaya katering.

Baca Juga: Kesal Nasi yang Baru Dimasak Cepat Bau dan Basi? Mungkin Ini Penyebab Utamanya

Tercatat, biaya tagihan rumah mencapai Rp 2 Milyar, sedangkan hadiah mencapai Rp 330 Juta dan katering sebesar Rp 161 Juta.

Mahalnya biaya pernikahan di Korsel ternyata berasal dari kebiasaan budaya mereka.

Sudah menjadi adat bahwa tamu harus memberi sumbangan berupa uang, pasangan merasa harus memberikan resepsi di gedung pernikahan dengan katering mewah untuk para tamunya.

Terlebih, hadiah yang diberikan untuk keluarga besan juga masih memberatkan para calon suami istri.

Hal ini karena mayoritas warga Korsel masih dicampuri oleh orangtua mereka dalam urusan pernikahan.

(*)

Editor : Ruhil Yumna

Sumber : Intisari, South China Morning Post

Baca Lainnya