Kemudian, kepala pengantin juga dikucurkan air kendi sebanyak 3 kali, serta pembersihan wajah, leher, telinga, tangan, dan kaki sebanyak 3 kali hingga air kendi habis.
Ibunda Erina, Sofiatun Gudono dan kakak, Allen Gudono kemudian memecahkan kendi tersebut dan mengucapkan ‘wis pecah pamore’.
“Wis pecah pamore, Erina,” bimbing Wigung kepada para penonton.
Tubuh Erina pun ditutup dengan kain batik motif Nogosari khas Yogyakarta.
Ia menceritakan, motif itu menjadi pengingat kisah Ramayana, ketika Dewi Sinta selalu berdoa di bawah Pohon Nogosari untuk dapat dipertemukan oleh Sri Rama Wijaya di Taman Argo Soka.
Ternyata, doa itu dikabulkan Tuhan, Dewi Sinta pun dipertemukan dengan kekasih hatinya dan menjadi cinta yang abadi.
(*)