"Menyuruh seseorang untuk memperlihatkan pakaian dalamnya adalah pelanggaran hak asas manusia.
Itu tidak bisa diterima hanya karena anak-anak yang disuruh," kata mereka.
Pernyataan itu termasuk bagian dari laporan yang disampaikan ke Dewan Pendidikan Prefektur Saga untuk menyerukan reformasi peraturan sekolah
Aturan-aturan aneh lainnya yang dituliskan laporan itu adalah larangan gaya rambut soft mohawk, tidak boleh pakai syal saat berseragam, dan aturan berpakaian/gaya rambut yang berbeda tergantung jenis kelamin murid.
Selain itu dibahas pula ambiguitas larangan pemakaian media sosial untuk melindungi privasi murid, tetapi mereka harus memakai emblem nama di seragamnya dan bisa dibaca siapa pun yang bertemu mereka di luar sekolah.
Asosiasi itu lalu mendesak sekolah untuk mempertimbangkan kembali apakah peraturan mereka benar-benar berdampak positif pada kualitas pendidikan siswa, terutama di era modern.
Sebab, menampung masukan murid saat membuat revisi peraturan juga bisa membantu menumbuhkan rasa saling pengertian.
Di Jepang sendiri hampir semua sekolah memiliki aturan khusus soal berpakaian, yang paling umum adalah peraturan jenis tas dan ikat rambut.
(*)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "SMP Jepang Wajibkan Pakaian Dalam Putih, Tarik Tali Bra Siswi untuk Periksa Warnanya"