"Sejak 2015, kami tidak pernah mendapati satu tahun tanpa serangan buaya muara di Balabac," kata Jovic Pabello, juru bicara dewan pemerintah yang bertugas melestarikan lingkungan kepulauan Palawan, yang mencakup Balabac.
Manusia dan buaya berbagi ruang yang sama telah menghasilkan banyak perselisihan, di mana orang telah banyak menjadi korban tewas atau terluka parah.
"Ini adalah konflik penggunaan sumber daya air," tambah Pabello, dikutip AFP.
Buaya muara, yang juga disebut buaya air asin adalah salah satu jenis reptil terbesar di dunia yang dapat tumbuh hingga enam meter dan beratnya mencapai satu ton.
Februari lalu, seekor buaya muara sempat menyerang seorang anak laki-laki berusia 12 tahun saat sedang berenang di Sungai Balabac. Bocah itu berhasil selamat setelah saudara-saudara korban membantu dengan memukul-mukul kepala reptil buas itu menggunakan dayung hingga melepaskan gigitannya.
Sementara pada Februari tahun lalu, seekor nelayan kepiting juga ditemukan tewas dengan separuh tubuhnya telah dimakan buaya.
Tiga bulan sebelumnya, keponakannya yang berusia 12 tahun lebih dulu terlibat serangan buaya dan diseret.
Tubuhnya tidak pernah ditemukan hingga kini.
Kompleks kepulauan Palawan, yang sering disebut oleh warga Filipina sebagai "perbatasan terakhir", merupakan rumah bagi keanekaragaman flora dan fauna yang sangat beragam.
Namun keaslian alam di wilayah itu kini telah mulai terancam oleh pembangunan yang tidak terkendali. (*)