GridHype.ID - Fakta baru terkait skenario Ferdy Sambo dalam kasus pembunuhan berencana terhadapBrigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J satu per satu terkuak di persidangan.
Seperti belum lama ini, pengakuan Ferdy Sambo padaHendra Kurniawan pun terungkap dalam sidang yang berlangsung di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Rabu (19/10/2022).
Dalam persidangan tersebut, jaksa mengungkap bahwa Hendra Kurniawan langsung dibohongi oleh Ferdy Sambo saat baru tiba di rumah dinas Sambo di Duren Tiga, Jakarta Selatan.
Mengutip Kompas.com, Hendra diberi penjelasan oleh Sambo bahwa Brigadir J tewas karena baku tembak dengan Bharada Richard Eliezer atau Bharada E.
Hal tersebut bermula pada Jumat (8/7/2022) silam, sekitar pukul 17.22 WIB.
Sambo menelepon Hendra untuk datang ke rumah dinasnya karena ada suatu peristiwa yang harus diceritakan.
Hendra yang saat itu sedang berada di tempat pemancingan di Pantai Indah Kapuk (PiK), Jakarta Utara, langsung tancap gas menuju rumah bosnya.
Pada pukul 19.15 WIB, Hendra tiba di rumah dinas Duren Tiga dan langsung bertemu dengan Sambo di carport rumah.
"Hendra Kurniawan bertanya kepada Ferdy Sambo, 'Ada peristiwa apa, Bang?'."
"Dijawab oleh Ferdy Sambo, 'Ada pelecehan terhadap Mbakmu (istri Sambo)'," ujar Jaksa Penuntut Umum di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (19/10/2022).
Sambo kemudian melanjutkan cerita karangannya perihal kematian Brigadir J kepada Hendra.
Istri Sambo, Putri Candrawathi, disebut teriak-teriak sehingga membuat Brigadir J panik dan keluar dari kamar Putri.
Bharada E yang mendengar istri bosnya teriak-teriak pun langsung turun dari lantai 2. Dia melihat Brigadir J di depan pintu kamar dan bertanya, "Ada apa, Bang?"
Namun, bukan jawaban yang diterima Bharada E dari Brigadir J. Brigadir J justru spontan menembak Bharada E yang sedang berada di tangga lantai 2.
"Melihat situasi tersebut, Richard Eliezer membalas tembakan Nofriansyah Yosua Hutabarat, sehingga terjadilah saling tembak di antara mereka berdua," kata Jaksa.
Peristiwa baku tembak itu membuat Brigadir J tewas, sedangkan Bharada E tidak terluka sama sekali.
Akan tetapi, cerita tersebut hanyalah rekayasa Sambo. Kejadian yang sebenarnya adalah Brigadir J dibunuh oleh Bharada E dan Ferdy Sambo.
Akibat kejadian di rumah Dinas itu lah, Ferdy Sambo menghubungi Hendra Kurniawan dengan niat menutupi fakta yang sebenarnya.
Sambo memerintahkan Hendra Kurniawan untuk melakukan pengecekan terhadap CCTV yang dipasang di lingkungan Komplek Polri, Duren Tiga, Jakarta Selatan, setelah pembunuhan Brigadir J.
Akan tetapi, lima hari selang insiden pembunuhan tersebut, Sambo membantah pernyataan Hendra dan Arif Rachman Arifin terkait temuan CCTV yang mendapati Yosua masih hidup ketika Sambo tiba di rumah dinas.
Sambo kemudian meminta agar Hendra dan Arif mempercayai penjelasan yang telah disampaikan sebelumnya, yaitu adanya peristiwa tembak menembak antara Brigadir J dan Bharada E.
Lebih lanjut, Sambo lantasmemerintahkan keduanya untuk segera menghapus dan memusnahkan semua temuan bukti CCTV tersebut.
Baca Juga: Akhirnya Terungkap, Begini Detik-detik Ferdy Sambo Tembak Kepala Brigadir J
Karena hal ini lah, Hendra Kurniawan dkk dijerat pasal berlapis dalam kasus obstruction of justice atau perintangan proses penyidikan dalam kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir J.
Hendra Kurniawan didakwa melakukan perintangan proses penyidikan bersama Ferdy Sambo, Kombes Agus Nurpatria, AKBP Arif Rahman, Kompol Baiquni Wibowo, Kompol Chuck Putranto, dan AKP Irfan Widyanto.
Mereka dijerat Pasal 49 jo Pasal 33 UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Para terdakwa disebut jaksa menuruti perintah Ferdy Sambo yang kala itu menjabat sebagai Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri untuk menghapus CCTV di tempat kejadian perkara (TKP) lokasi Brigadir J tewas.
"Perbuatan terdakwa mengganggu sistem elektronik dan/atau mengakibatkan sistem elektronik menjadi tidak bekerja sebagaimana mestinya," papar jaksa.
Selanjutnya, para terdakwa juga dijerat dengan Pasal 48 jo Pasal 32 Ayat (1) UU No.19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
"Para terdakwa sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum dengan cara apa pun mengubah, menambah, mengurangi, melakukan transmisi, merusak, menghilangkan, memindahkan, menyembunyikan suatu Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik milik orang lain atau milik publik," lanjut jaksa.
Selain itu, sejumlah anggota polisi yang kala itu merupakan anak buah Sambo juga dijerat dengan Pasal 221 Ayat (1) ke-2 jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
"Para terdakwa turut serta melakukan perbuatan, dengan sengaja menghancurkan, merusak, membikin tak dapat dipakai, menghilangkan barang- barang yang digunakan untuk meyakinkan atau membuktikan sesuatu di muka penguasa yang berwenang," tutur jaksa.
(*)