Tragedi Paling Berdarah Sepak Bola Indonesia Terjadi 129 Korban Berjatuhan, Penggunaan Gas Air Mata di Kanjuruhan Salahi Aturan FIFA?

Minggu, 02 Oktober 2022 | 11:15
KOMPAS.com/Suci Rahayu

Kericuhan dan kerusuhan mewarnai pertandingan pekan ke-11 Liga 1 2022-2023 bertajuk derbi Jawa Timur, Arema FC dan Persebaya Surabaya, di Stadion Kanjuruhan, Kepanjen, Malang, Sabtu (1/10/2022)

GridHype.ID - Tragedi kerusuhan suporter yang terjadi di Malang menelan ratusan korban jiwa.

Kerusuhan suporter terjadi usai berakhirnya laga derbi Jawa Timur antara Arema FC dan Persebaya.

Laga Arema FC dan Persebaya ini terjadi di pekan 11 BRI Liga 1 2022 di Kajuruhan, Malang, Jawa Timur pada Sabtu (1/10/2022) berakhir tragis.

Dalam pertandingan tersebut, Arema FC sebagai tuan rumah harus mengakui keunggulan Persebaya dengan skor 3-2.

Kekalahan tuan rumah tersebut melebar hingga memicu kericuhan terjadi.

Pihak keamanan kemudian mencoba mengamankan para pemain terlebih dahulu sebelum mengurai massa.

Mengutip dari Tribunnews.com, sejumlah oknum pendukung tuan rumah mulai memasuki stadion begitu peluit pertandingan tanda laga usai dibunyikan.

Sejumlah kerusakan pun terjadi.Beberapa sarana dan prasarana seperti pagar stadion hingga kursi pun mengalami perusakan.

Dari sejumlah video yang beredar di media sosial, situasi di dalam Stadion Kanjuruhan semakin kacau saat kericuhan terjadi.

Terlebih lagi, setelah pihak keamanan menembak gas air mata ke bagian bawah pagar pembatas.

Kemudian, mengutipdari Kompas.com, tembakan gas air mata dilontarkan guna mengurai massa yang turun ke lapangan.

Baca Juga: 127 Jiwa Manusia Meninggal Dunia dan 180 Luka-luka Buntut Kerusuhan Suporter di Stadion Kajuruhan Malang

Akan tetapi, lontaran gas air mata tersebut harus dibayar mahal.

Suporter mengalami sesak napas dan tak sedikit dari mereka jatuh pingsan.

Istimewa

Jika gas air mata terhirup efeknya ternyata sangat fatal. Ini alasan polisi tembakkan gas air mata di Tragedi Kanjuruhan.

Lebih buruk lagi, gas air mata tersebut memakan korban yang hingga artikel ini ditayangkan masih terus dikonfirmasi jumlahnya.

Dalam aturan FIFA terkait pengamanan dan keamanan stadion (FIFA Stadium Saferty dan Security Regulations), penggunaan gas air mata nyatanya tidak diperbolehkan.

Lebih tepatnya tertulis di pasal 19 b soal pengaman di pinggir lapangan.

"No firearms or 'crowd control gas' shall be carried or used (senjata api atau 'gas pengendali massa' tidak boleh dibawa atau digunakan)," tulis aturan FIFA.

Jika mengacu pasal 19 b tersebut, pihak keamanan laga Arema vs Persebaya di Stadion Kanjuruhan melanggar aturan FIFA.

Efek Terkena Gas Air Mata

Dikutip dari Kompas Tren, efek dari gas air mata mulai bereaksi ketika terpapar ke kulit, terutama kulit wajah dan mata.

Mereka yang terpapar gas air mata akan merasa nyeri dan pedih.

Baca Juga: Sultan Beneran! Gurita Bisnisnya Terkenal Mulai dari Digital Sampai Sepak Bola, Kekayaan Raffi Ahmad Disebut-sebut Tembus Triliunan Rupiah

Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Teknik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Agus Haryono mengungkapkan, gas air mata ada beberapa jenis, namun yang sering digunakan yakni Chlorobenzalmalonitrile atau CS.

"Senyawa CS diformulasikan dengan beberapa bahan kimia, terutama pelarut metil isobutil keton (MIBK) yang digunakan sebagai pembawa," ujar Agus saat dihubungi Kompas.com, Kamis (8/10/2020).

"Senyawa CS ini yang berhubungan dengan reseptor syaraf yang menyebabkan rasa nyeri," jelas dia.

Ditambahkan oleh Agus, rasa nyeri dapat berlangsung pada jangka waktu sekitar 1 jam jika tidak langsung diatasi, bahkan efek nyeri dapat berlangsung selama 5 jam.

Sebagai tambahan informasi, update terkini korban jiwa akibat tragedi kericuhan di Stadion Kanjuruhan Malang dilaporkan bertambah.

Saat ini jumlah korban tewas dilaporkan setidaknya 129 orang.

Jumlah tersebut membuat insiden pada laga Arema FC vs Persebaya menjadi tragedi paling berdarah di sepak bola Indonesia.

Selain itu, membuat insiden tersebut menjadi yang paling banyak kedua merenggut korban jiwa.

Namun, tragedi yang paling memilukan dan merenggut lebih banyak korban jiwa sepanjang sejarah terjadi 58 tahun lalu, yang membuat lebih dari 300 orang tewas.

Tepatnya pada 26 Mei 1964, di Stadion Nasional Lima, Peru, saat laga antara Peru melawan Argentina pada kualifikasi Olimpiade.

Baca Juga: Atta Halilintar Hingga Raffi Ahmad Terjun di Sepak Bola, Artis Cantik ini Ungkap Keinginan Punya Klub Bola Sampai Terima DM dari Persikota FC

(*)

Editor : Nabila Nurul Chasanati

Sumber : Kompas.com, tribunnews.com

Baca Lainnya