Gridhype.id-Kisah pilu Gerakan 30 September atau G30S masih menyisakan rasa duka bagi seluruh masyarakat Indonesia.
Bagaimana tidak, pada 30September 1965 malam hingga pagi keesokannya, sebanyak tujuh orang perwira TNI dibunuh.
Pembunuhan yang dilakukan secara keji itu hingga kini masih terngiang-ngiang di sejarah bangsa Indonesia.
Dibalik hal tersebut, ada kisah tragis salah satu korban yang merelakan masa depannya.
Sosok tersebut adalah Pierre Tendean yang meninggal pada 1 Oktober 1965 dini hari.
Diketahui bahwa bmerupakan anak dariA.L Tendean seorang dokter dari Minahasa dan M.E Cornet, wanita Indo berdarah Perancis.
Siapa sangka, tekadnya menjadi seorang tentara ternyata sudah dipupuk sejak masih kecil.
Sayangnya, cita-cita tersebut justru membawa dirinya ke depan pintu gerbang kematian.
Sebelumnya, orang tuaPierre Tendean sempat menginginkan anaknya agar menjadi dokter atau insinyur.
Namun, keinginan kuatPierre Tendean tak mampu dihalangi oleh orang tuanya.
Masuk Akademi Teknik Angkatan Darat (ATEKAD) di Bandung pada 1958, Pierre Tendean lulus pada 1961.
Dirinya lantas memiliki pangkat letnan dua ketika lulus.
Pierre Tendean yang sempat bertugas di Medan selama setahun lantas menjalani pendidikan Intelijen di Bogor.
Pendidikan tersebut lantas membut dirinya menjadi seorang mata-mata.
Bahkan, dirinya jugaempat ditugaskan melakukan penyusupan saat adanya konfrontasi Indonesia-Malaysia.
Atas kerja kerasnya yang luar biasa, Pierre Tendean dikenal sebagai anggota TNI yang memiliki keunggulan tersendiri.
Bahkan, hal tersebut dibuktikan dari berebutnya tiga jenderal untuk menjadikan Pierre Tendean sebagai ajudan.
Ketiganya adalah sosok ternama yang hingga kini masih dikenal masyarakat, yaituJenderal AH Nasution, Jenderal Hartawan, dan Jenderal Kadarsan.
Meski demikian, dilansir dari intisari.id,Pierre Tendean akhirnya menjadi ajudanJenderal AH Nasution.
Menjadi ajudan termuda di usia 26 tahun, Pierre Tendean dipromosikan sebagai Letnan Satu (Lettu).
Tepat pada 30 SeptemberTendean yang biasanya berada di Semarang untuk merayakan hari ulang tahun ibunya kala itu menunda kepulangannya karena bertugas sebagai ajudan A.H Nasution di Jalan Teuku Umar Nomor 40 Jakarta Pusat.
Sayangnya, pasukanTjakrabirawa tetiba datang menyerbu kediaman Jenderal Nasution untuk melakukan penculikan.
Pierre Tendean yang berusaha mencari sumber kegaduhan tetiba ditodong senapan oleh pasukan Tjakrabirawa.
Dilansir dari Tribun Cirebon,pasukanTjakrabirawa diduga mengira bahwa Pierre Tendean dalah AH Nasution.
Lantas, Pierre Tendean diculik dan dibawa ke lubang Buaya.
Pierre pun dibawa keLubang Buayabersama bersama ke enam perwiratinggi TNI lainnya yang kemudian dibunuh secara keji dan dimasukkan ke dalam sumur berdiameter 75 cm dengan posisi kaki di atas.
Dibalik perjuangan tersebut, siapa sangka ada kisah cinta yang kandas lantaran kematian Pierre Tendean.
Siapa sangka Pierre Tendean sudah merencakan pernikahan sesaat sebelum dirinya dihabisi.
Bahkan, disebutkan bahwa Pierre Tendean hanya perlu menunggu waktu untuk akhirnya bisa meminang sang kekasih yang bernama Rukmini Chaimin asal Medan.
(*)