Besok Rebo Wekasan, Tradisinya Dipercaya Dapat Menghalau Kesialan dalam Hidup, Begini Pandangannya dalam Islam

Selasa, 20 September 2022 | 19:00
pexels.com

Bacaan doa agar terhindar dari bencana alam

GridHype.id-Besok Rabu, 21 September 2022 diyakini sebagai jatuhnya Rebo Wekasan.

Rebo Wekasan merupakan tradisi yang dilakukan sebagian masyarakat Indonesia pada hari Rabu terakhir di bulan Safar.

Pada tahun ini, Rebo Wekasan2022 jatuh pada 21 September 2022 besok.

Lantas bagaiaman pandangan islam terhadap tradisi Rebo Wekasan?

Dikutip dari lamanPesantren Tambakberas Jombang, tradisi Rebo Wekasan merupakan tradisi yang dilakukan untuk memohon perlindungan kepada Allah Swt dari berbagai macam malapetaka yang akan terjadi pada hari tersebut.

Tradisi ini telah berlangsung secara turun-temurun di kalangan masyarakat Jawa, Sunda, Madura dan lainnya.

Tradisi dari Rebo Wekasan sendiri terdiri dari sejumlah kegiatan mulai dari shalat tolak bala, berdoa dengan doa-doa khusus, minum air jimat dan selamatan, sedekah hingga silaturahmi kepada lingkungan sekitar.

Untuk menyikapi masalah tradisi Rabu wekasan ini, kita perlu meninjau dari berbagai sudut pandang.

Pertama, rekomendasi sebagian ulama sufi (waliyullah) tersebut didasari pada ilham. Ilham adalah bisikan hati yang datangnya dari Allah (semacam “inspirasi” bagi masyarakat umum).

Baca Juga: Kumpulan Doa Harian, Dijamin Bikin Gampang Menghafal Pelajaran, Mending Kamu Baca Doa Ini Sebelum Belajar

Menurut mayoritas ulama Ushul Fiqh, ilham tidak dapat menjadi dasar hukum. Ilham tidak bisa melahirkan hukum wajib, sunnah, makruh, mubah, atau haram.

Kedua, ilham yang diterima para ulama tersebut tidak dalam rangka menghukumi melainkan hanya informasi dari “alam ghaib”. Jadi, anjuran beliau-beliau tidak mengikat karena tidak berkaitan dengan hukum Syariat.

Ketiga, ilham yang diterima seorang wali tidak boleh diamalkan oleh orang lain (apalagi orang awam) sebelum dicocokkan dengan al-Qur’an dan Hadits. Jika sesuai dengan al-Qur’an dan Hadits, maka ilham tersebut dapat dipastikan kebenarannya. Jika bertentangan, maka ilham tersebut harus ditinggalkan.

Memang ada hadits dla’if yang menerangkan tentang Rabu terakhir di Bulan Shafar, yaitu:

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم قَالَ: آخِرُ أَرْبِعَاءَ فِي الشَّهْرِ يَوْمُ نَحْسٍ مُسْتَمِرٍّ. رواه وكيع في الغرر، وابن مردويه في التفسير، والخطيب البغدادي..

“Dari Ibn Abbas ra, Nabi Saw bersabda: “Rabu terakhir dalam sebulan adalah hari terjadinya naas yang terus-menerus.” HR. Waki’ dalam al-Ghurar, Ibn Mardawaih dalam at-Tafsir, dan al-Khathib al-Baghdadi. (dikutip dari Al-Hafidz Jalaluddin al-Suyuthi, al-Jami’ al-Shaghir, juz 1, hal. 4, dan al-Hafizh Ahmad bin al-Shiddiq al-Ghumari, al-Mudawi li-‘Ilal al-Jami’ al-Shaghir wa Syarhai al-Munawi, juz 1, hal. 23).

Selain dla’if, hadits ini juga tidak berkaitan dengan hukum (wajib, halal, haram, dll), melainkan hanya bersifat peringatan (at-targhib wat-tarhib).

HUKUM BERDOA

Berdoa untuk menolak-balak (malapetaka) pada hari Rabu Wekasan hukumnya boleh, tapi harus diniati berdoa memohon perlindungan dari malapetaka secara umum (tidak hanya malapetaka Rabu Wekasan saja). Al-Hafidz Zainuddin Ibn Rajab al-Hanbali menyatakan:

Baca Juga: Kumpulan Doa Harian, Amalkan Bacaan Ini Saat Keluar Rumah untuk Memulai Aktivitas, Banyak Keistimewaan yang Bisa Didapat

“Meneliti sebab-sebab bencana seperti melihat perbintangan dan semacamnya merupakan thiyarah yang terlarang.

Karena orang-orang yang meneliti biasanya tidak menyibukkan diri dengan amal-amal baik sebagai penolak balak, melainkan justru memerintahkan agar tidak keluar rumah dan tidak bekerja.

Padahal itu jelas tidak mencegah terjadinya keputusan dan ketentuan Allah. Ada lagi yang menyibukkan diri dengan perbuatan maksiat, padahal itu dapat mendorong terjadinya malapetaka. Syari’at mengajarkan agar (kita) tidak perlu meneliti melainkan menyibukkan diri dengan amal-amal yang dapat menolak balak, seperti berdoa, berzikir, bersedekah, dan bertawakal kepada Allah Swt serta beriman pada qadla’ dan qadar-Nya.” (Ibn Rajab, Lathaif al-Ma’arif, hal. 143).

HUKUM MEYAKINI

Hukum meyakini datangnya malapetaka di akhir Bulan Shafar, sudah dijelaskan oleh hadits shahih riwayat Imam Bukhari dan Muslim:

عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رضي الله عنه قَالَ إِنَّ رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم: قَالَ لَا عَدْوَى وَلَا صَفَرَ وَلَا هَامَةَ. رواه البخاري ومسلم.

“Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah Saw bersabda: “Tidak ada penyakit menular. Tidak ada kepercayaan datangnya malapetaka di bulan Shafar. Tidak ada kepercayaan bahwa orang mati itu rohnya menjadi burung yang terbang.” (HR. al-Bukhari dan Muslim).

Menurut al-Hafizh Ibn Rajab al-Hanbali, hadits ini merupakan respon Nabi Saw terhadap tradisi yang brekembang di masa Jahiliyah. Ibnu Rajab menulis: “Maksud hadits di atas, orang-orang Jahiliyah meyakini datangnya sial pada bulan Shafar. Maka Nabi SAW membatalkan hal tersebut. Pendapat ini disampaikan oleh Abu Dawud dari Muhammad bin Rasyid al-Makhuli dari orang yang mendengarnya. Barangkali pendapat ini yang paling benar. Banyak orang awam yang meyakini datangnya sial pada bulan Shafar, dan terkadang melarang bepergian pada bulan itu. Meyakini datangnya sial pada bulan Shafar termasuk jenis thiyarah (meyakini pertanda buruk) yang dilarang.” (Lathaif al-Ma’arif, hal. 148).

Hadis ini secara implisit juga menegaskan bahwa Bulan Shafar sama seperti bulan-bulan lainnya. Bulan tidak memiliki kehendak sendiri. Ia berjalan sesuai dengan kehendak Allah Swt.

Baca Juga: Kumpulan Doa Harian, Inilah Bacaan Doa Agar Terhindar dari Bencana yang Berpotensi Merugikan dan Membahayakan, Lengkap dengan Artinya

Muktamar NU ke-3 juga pernah menjawab tentang hukum berkeyakinan terhadap hari naas, misalnya hari ketiga atau hari keempat pada tiap-tiap bulan. Para Muktamirin mengutip pendapat Ibnu Hajar al-Haitami dalam Al-Fatawa al-Haditsiyah sbb:

“Barangsiapa bertanya tentang hari sial dan sebagainya untuk diikuti, bukan untuk ditinggalkan dan memilih apa yang harus dikerjakan serta mengetahui keburukannya, semua itu merupakan perilaku orang Yahudi dan bukan petunjuk orang Islam yang bertawakal kepada Sang Maha Pencipta.

Apa yang dikutip tentang hari-hari naas dari sahabat Ali kw. adalah batil dan dusta serta tidak ada dasarnya sama sekali, maka berhati-hatilah dari semua itu” (Ahkamul Fuqaha’, 2010: 54).

Baca Juga: Kumpulan Doa Harian, Pepet Doi Lewat Doa, Ini Bacaan yang Bisa Diamalkan agar Segera Dapat Jodoh Terbaik

(*)

Editor : Ngesti Sekar Dewi

Baca Lainnya