GridHype.ID - Mi instan jadi salah satu produk yang laris manis di pasaran dan disukai semua orang.
Makanan ini kerap disantap di akhir bulan atau ketika kantong mulai menipis.
Sebagai makanan yang mengatasi rasa lapar dan nikmat, pecinta mie instan harus waspada.
Dibalik kenikmatan rasanya, siapa sangka kebiasaan makan mi instan bisa berbuah malapetaka.
Mi instan adalah jenis mi yang sudah melalui proses pemasakan sebelumnya yang biasanya kemudian dijual dalam kemasan, cangkir, atau mangkuk tersendiri.
Mengutip dari Kompas.com, mi instan biasanya dilengkapi dengan penyedap rasa yang berisi bumbu, garam, dan monosodium glutamat (MSG).
Sebagian produk mie instan mungkin rendah kalori, tetapi juga rendah serat dan protein.
Mi instan juga terkenal karena tinggi lemak, karbohidrat, dan natrium.
Meskipun kamu bisa mendapatkan beberapa mikronutrien dari mi instan, mereka kekurangan nutrisi penting, seperti vitamin A, vitamin C, vitamin B12, dan banyak lagi.
Apalagi dalam satu porsi mie instan bisa mengandung natrium antara ratusan hingga ribuan miligram per 100 gram porsi.
Mengutip Healthline, ada bukti yang menunjukkan bahwa asupan natrium yang tinggi berpotensi memiliki efek negatif pada orang-orang tertentu yang dianggap sensitif terhadap garam.
Orang-orang tersebut mungkin lebih rentan terhadap efek natrium dan peningkatan asupan natrium dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah.
Mereka yang berkulit hitam berusia di atas 40 tahun atau yang memiliki riwayat keluarga dengan tekanan darah tinggi adalah yang paling mungkin terkena dampak buruknya.
Mengutip Parkway East, mengkonsumsi tinggi garam telah dikaitkan dengan peningkatkan risiko penykit kanker perut, penyakit jantung dan stroke.
Hal inilah yang harus diwaspadai untuk tidak sering mengonsumsi mi instan terlalu sering.
Lebih lanjut, mengutip dari Sonora.ID, dalam program KamuSehat di Radio Sonora FM, Dokter Santi di Medical Centre Kompas Gramedia menegaskan bahwa masyarakat Indonesia harus berhenti membuat ‘makan mie instan’ menjadi sebuah kebiasaan.
Pihaknya mengimbau agar makanan ini hanya dijadikan sebagai makanan darurat ketika tidak ada pilihan makanan lainnya.
“Makan mie instan itu jangan dijadikan kebiasaan, jadi itu dijadikan sebagai makanan darurat jika tidak punya cukup waktu untuk masak, atau dijadikan makanan rekreasi, atau comfort food, jangan dijadikan sebagai satu-satunya pilihan makanan utama,” tegasnya memaparkan.
Seperti disebutkan oleh Dokter Santi, mie instan masih tetap boleh dikonsumsi dengan kadar yang tidak berlebihan.
Berapa kali seminggu?
Pertanyaan satu ini kerap muncul untuk mengetahui batasan yang direkomendasikan oleh dokter untuk tetap bisa mengonsumsi mie instan dalam kadar ‘normal’.
“Kadar lemaknya tinggi, kadar natrium alias garamnya tinggi, sehingga tidak membuat mie instan ini sebagai makanan pokok yang sering dikonsumsi, tapi sesekali saja enggak apa-apa.
Nah, kalau ditanya berapa kali seminggu sebetulnya agak sulit dijawab,” sambung dr. Santi.
Banyaknya makan mie instan berhubungan erat dengan gaya hidup dan pola hidup masing-masing orang.
Dokter Santi menegaskan, pada orang-orang yang pola makannya sudah sangat baik dan seimbang, konsumsi mie instan aman dilakukan 2 kali dalam satu minggu.
Sedangkan, orang dengan pola makan yang buruk mungkin jauh daripada batasan tersebut.
“Kalau dia tiap harinya saja makannya sudah tidak benar, mungkin sebulan sekali saja sudah terlalu sering buat orang-orang seperti dia. Tetapi secara rata-rata 1 sampai 2 minggu sekali,” jelasnya menegaskan.
Tak hanya itu, Dokter Santi juga mengimbau penting untuk melengkapi sajian mie instan dengan bahan lainnya untuk melengkapi atau memenuhi kebutuhan akan serat, protein, dan gizi di dalamnya.
(*)