Tradisi Puasa dan Lebaran: Jelang Lebaran Masyarakat Aceh Lakukan Tradisi Meugang, Ini Asal-usulnya

Sabtu, 23 April 2022 | 07:45
Kompas.com

Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh.

GridHype.ID - keberagaman yang ada di Indonesia membuat negara kita unik.

Memasuki hari ke 11 Ramadan ini, warga Aceh punya tradisi spesial.

Tradisi yang menggambarkan sebuah hubungan yang harmonis di Aceh biasa disebut dengan Meugang, seperti dikutip dari Kompas.com (11/2022).

Berdasarkan penelitian dari Marzuki Abubakar berjudul Meugang dalam Masyarakat Aceh: Sebuah Tafsir Agama dalam Budaya, perayaan ini termasuk salah satu momen penting dalam keluarga.

Ketika Meugang dirayakan, anggota keluarga yang merantau dari daerah jauh akan pulang untuk melakukan tradisi ini.

Menurut Marzuki, setiap daerah di Aceh memiliki menu masakan yang berbeda untuk merayakan Meugang, tak hanya daging saja.

Misalnya saja di Aceh Besar, warganya kerap kali memasak Asam Keueung atau makanan bumbu asam keueng yang dibuat mirip dengan menu daging cincang padang. Perbedaannya adalah rasa asamnya datang dari cuka ataupun jeruk purut.

Kemudian, untuk di Kabutapen Pidie, masyarakatnya membuat menu Kari untuk dinikmati saat Meugang.

Menunya tak hanya dua itu saja tapi masih ada yang lainnya tergangung dari daerah mana yang merayakannya.

Baca Juga: Rahasia di Balik Kacang Bawang yang Renyah dan Garing, Ternyata Cuma Direndam Pakai Bahan Ini

Tradisi ini juga tak hanya dilakukan saat menjelang Idul Fitri saja, tapi juga saat menyambut Idul Adha umat Islam.

Marzuki menyebutkan bahwa tradisi ini berkaitan erat dengan nilai-nilai keislaman, terutama saat Ramadhan tiba.

Semua yang dilakukan dalam tradisi ini digambarkan sebagai rasa suka cita menyambut datangnya bulan suci yang penuh berkah.

Meugang juga diharapkan bisa menjadi ladang pahala orang-orang yang menyedekahkan makanan untuk mereka yang kekurangan.

Bagi masyarakat Aceh tradisi ini merupakan sebuah hal yang harus dilakukan, jika memang tak mampu bisa mengganti daging sapi atau kambing dengan ayam ataupun bebek.

Asal Usul Meugang

Kompas

Tradis Meugang, Aceh

Tokoh masyarakat Aceh, Ali Hasjmy menjelaskan bahwa tradisi ini sudah lama ada sejak Islam mulai masuk ke Aceh sekitar abad ke-14.

Pada saat kerajaan Aceh Darussalam berdiri, tradisi ini juga telah dimulai dan dirayakan oleh pihak istana kerajaan.

Lewat bukunya Kebudayaan Aceh dalam Sejarah, disebutkan bahwa raja memerintahkan kepada sebuah badan yang mengurusi fakir miskin untuk memberikan bantuan kepada mereka yang membutuhkan.

Ada daging, pakaian, beras yang diberikan kepada orang-orang tak mampu di masa kerajaan, dan keseluruhan biayanya dibayar oleh bendahara Silatu Rahim.

Baca Juga: Asyik THR Turun! Jangan Sampai Kalap Membelanjakan Semua Uang Tersebut, Simak 5 Tips Memanfaatkan Uang THR dengan Baik

Sitalu Rahim adalah sebuah Lembaga yang mengurus hubungan negara dengan masyarakat di Aceh Darussalam pada masa itu.

Sementara itu, di buku Perayaan Mameugang dalam Perspektif Hukum Islam oleh Iskandar pada 2010, Sultan Iskandar Muda lah yang merayakan tradisi Meugang di masa tersebut.

Sultan Iskandar Muda merayakan Meugang sebagai bentuk rasa syukur dalam menyabut datangnya Lebaran.

Sultan yang mempimpin diketahui meminta lembu atau kerbau dipotong dan dagingnya dibagikan kepada masyarakat.

Meugang berhubungan dengan gengsi Saking pentingnya tradisi ini, jika ada menantu laki-laki yang masih tinggal di rumah mertua, dia punya kewajiban untuk membawa pulang daging Meugang untuk dimasak, semakin banyak maka semakin bagus pula, dikutip dari Bandaacehkota.go.id.

Kemudian, untuk pasangan pengantin baru, akan sangat memalukan jika tidak membawa pulang dagingnya ke rumah mertua.

Oleh karena itu, mereka akan mempersiapkan bekal untuk Meugang dari lama, sekaligus untuk bisa dimasak saat menyambut bulan Ramadhan.

Akhirnya Meugang pun tak hanya jadi sekadar tradisi tapi juga berhubungan dengan harga diri dan gengsi.

Baca Juga: Jangan Sampai Gigit Jari, Pemerintah Kembali Merevisi Syarat Mudik 2022, Beriktu Hal-hal yang Perlu Dipersiapkan

(*)

Tag

Editor : Ruhil Yumna

Sumber kompas