Tradisi Puasa dan Lebaran: Meski Pandemi Melanda, Negara-negara Arab Lakukan Adaptasi untuk Bisa Tetap Jalankan Tradisi Ramadan

Jumat, 25 Maret 2022 | 16:28
Piqsels

(ilustrasi) Salah satu tradisi ngabuburit selama bulan Ramadan di Indonesia adalah berburu takjil atau menu buka puasa.

GridHype.ID - Bulan Ramadan disambut dengan gegap gempita oleh umat muslim.

Bulan Ramadan tinggal menghitung hari.

Mayoritas negara muslim mengikuti kemunculan bulan baru di Arab Saudi.

Memasuki tahun ketiga pandemi ini, penyesuaian regulasi untuk perayaan Ramadan menjadi agenda negara-negara muslim.

Pembatasan ruang

Untuk mengekang jumlah infeksi, sebagian besar negara telah mengurangi jumlah pengunjung masjid hingga 20-30 persen dari kapasitas biasanya.

Penggunaan masker adalah wajib. Makanan tradisional, yang kerap dijajakan untuk sahur dan buka puasa dan sering dibagikan di tenda-tenda umum Ramadhan, dilarang di seluruh wilayah.

Maksudnya untuk lebih menghindari pertemuan di luar masjid.

Aturan itu disadari akan sangat memengaruhi orang-orang yang kekurangan secara ekonomi, yang sering mendapat makan gratis saat berbuka puasa.

Namun, beberapa negara, seperti Uni Emirat Arab (UEA), telah berjanji untuk mengatur pengiriman makanan buka puasa untuk orang-orang miskin.

Baca Juga: Tradisi Puasa dan Lebaran: Masyarakat Musli Papua Punya Ritual Khas Bakar Batu Tiap Jelang Buka Puasa

Konsensus di antara otoritas agama adalah bahwa shalat di rumah merupakan pilihan teraman di masa pandemi ini.

Ibadah streaming? Beberapa kegiatan ibadah bahkan dimungkinkan secara online. Sheikh Mohammed Abu Zaid, Ketua Pengadilan Sunni dan Imam Masjid Terbesar di Kota Saida, Lebanon, mengatakan, shalat memiliki dua bagian dalam Islam.

Bagian pertama adalah pengajaran dan dakwah oleh imam sementara orang-orang beriman mendengarkan.

“Bagian itu bisa dilakukan secara online,” ujarnya kepada DW, diwartakan pada Minggu (11/4/2021).

Namun, bagian kedua, ketika umat berdoa berjemaah, "Tidak dapat dilakukan secara online atau dari tempat yang jauh."

Mansour Ali, seorang dosen studi Islam di Universitas Cardiff, mengatakan kepada Al-Jazeera bahwa mayoritas ulama "menyangkal keabsahan segala bentuk shalat berjemaah virtual."

Alasan utamanya karena jemaah diharuskan berada di ruang fisik yang sama dengan imam, atau pemimpin shalat.

Ulama di Mesir dan Arab Saudi setuju dengan perbedaan ini dan telah mengeluarkan fatwa, atau putusan agama, yang menyatakan bahwa shalat berjemaah online tidak sah.

Maka, solusi yang diajukan adalah "berdoa di rumah dengan keluarga yang dicintai."

Baca Juga: Jadi Tradisi Jelang Ramadhan, Umat Muslim Ramai-ramai Lakukan Ziarah Kubur, Ini Bacaan Doa Saat ke Pemakaman

Pada gilirannya, banyak sekali video dan panduan cara melakukan ibadah di rumah yang telah dipublikasikan secara online.

Di Iran, doa, pidato, dan pembacaan Al Quran disebarluaskan melalui siaran langsung media sosial.

Bahkan pemimpin tertinggi, Ayatollah Ali Khamenei, mengadakan pembacaan Al Quran tahunannya melalui konferensi video.

Sementara Kementerian Wakaf Agama Mesir telah memberikan bimbingan kepada para pejabat.

Doa di beberapa masjid akan disiarkan secara langsung sehingga jemaah dapat mengikuti di rumah.

Ceramah dan khotbah agama juga akan disiarkan secara online dan melalui platform media sosial.

Aturan jam malam

Pembatasan dan jam malam telah diberlakukan dan beberapa diperpanjang.

Misalnya, Kerajaan Kesultanan Oman baru saja mengumumkan larangan pergerakan kendaraan dan orang di luar ruangan mulai pukul 21.00 hingga 04.00 selama Ramadhan.

Aturan itu termasuk melarang aktivitas komersial sama sekali. Di Maroko, jam malam diperpanjang dari pukul 20.00 hingga 06.00. Sementara di Turki, jam malam akan dibatasi pada akhir pekan.

Baca Juga: Dilengkapi dengan Tulisan Arab dan Latinnya, Inilah Bacaan Doa Ziarah Kubur Jelang Ramadan

Irak memberlakukan jam malam secara parsial selama seminggu dari pukul 21.00 hingga 05.00.

Larangan yang lebih komprehensif diberlakukan pada Jumat dan Sabtu. Ada dampak yang paling signifikan dari peraturan dan jam malam baru ini.

Yaitu orang-orang harus membatasi makan malam mereka dan melakukannya bersama anggota keluarga di rumah.

Jadi tidak merayakan buka puasa bersama keluarga besar dan teman-teman di tempat umum atau restoran.

Oleh karena itu, restoran juga melakukan adaptasi dengan menyediakan bungkus makanan dalam skala kecil untuk pesanan antar.

Tidak ada pesta makan malam besar mewah setelah matahari terbenam.

Pada gilirannya, ritel telah meningkat karena orang-orang mulai berbelanja online untuk barang-barang bertema Ramadhan untuk mendekorasi rumah mereka.

Bagaimana dengan vaksin?

Salah satu pertanyaan yang paling banyak dibahas dalam beberapa minggu terakhir adalah apakah vaksinasi dianggap berbuka puasa atau perawatan medis.

Baru minggu ini, Imam Besar Yordania, Sheikh Abdul Karim Khasawneh, menyimpulkan diskusi dengan fatwa yang dipublikasikan di situs web Departemen Jenderal Ifta Kerajaan Hashemit Yordania.

Baca Juga: Tradisi Puasa dan Lebaran: Mengenal Lebih Jauh Tradisi Malam Selikuran Sambut Malam Lailatul Qadar di Keraton Surakarta

"Vaksin Corona, seperti vaksin apa pun yang diambil secara intramuskuler, tidak membatalkan puasa selama bulan Ramadhan yang penuh berkah," tulis fatwa itu.

Namun, fatwa itu menambahkan, jika seseorang yang menerima vaksin mengalami efek samping seperti suhu tinggi dan meminum obat, itu membatalkan puasa, ia harus mengganti puasanya hari itu sesuai dengan teks Al Quran.

Artinya, hari-hari yang terlewat dari puasa ditambahkan setelah akhir Ramadhan, yang ditandai dengan Idul Fitri.

Keputusan ini digaungkan oleh Grand Muftis (Imam Besar) dan badan keagamaan lainnya, antara lain fatwa otoritas Kementerian Agama dan Wakaf Myanmar; Imam Besar Arab Saudi, Sheikh Abdulaziz al-Sheikh; atau Otoritas Urusan Umum & Wakaf Islam di Uni Emirat Arab.

Di Tunisia, otoritas agama Dar al-Ifta mendesak warganya untuk divaksinasi dalam sebuah pernyataan.

"Ini adalah tugas yang ditegaskan dalam agama untuk mengambil langkah-langkah pencegahan dan waspada terhadap infeksi, dan itu juga merupakan kewajiban nasional untuk menuntut vaksinasi demi melindungi jiwa dan orang lain."

Baca Juga: Tradisi Puasa dan Lebaran: Sambut Bulan Suci Ramadan Masyarakat Jawa Adakan Tradisi Megengan

(*)

Tag

Editor : Ruhil Yumna

Sumber Kompas