Benci Total dengan Budaya Asing, Kim Jong Un Siap Jatuhi Hukuman Mati bagi Yang Nekat Nonton Kpop

Selasa, 08 Juni 2021 | 15:30
USA Today

Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un.

GridHype.ID - Korea Utara tak ada habis membuat berbagai peraturan baru bagi warganya.

Baru-baru ini Korea Utara makin gencar membasmi segala pengaruh asing yang masuk ke negaranya.

Demi menghadapi hal tersebut diperkenalkanlah sebuah undang-undang baru.

Baca Juga: Ngotot Bakal Jalankan Program Senjata Nuklir, Rahasia Rezim Kim Jong Un Dibongkar Pembelot Sekaligus Mantan Diplomat Korut

Melansir dari Kompas.com, negara yang dipimpin Kim Jong Un ini akan menghukum dengan keras siapa saja yang mengonsumsi atau memakai film, pakaian, dan "bahasa gaul" asing.

Kehidupan warga di Korea Utara memang dirancang untuk dikendalikan.

Laporan terbaru BBC menyebut, Korut sedang melakukan "perang tanpa senjata", dengan ide yang dinilai "sangat reaksioner".

Siapa pun yang tertangkap sedang mengonsumsi hal dari Korea Selatan, AS, atau Jepang, harus bersiap hadapi hukuman mati.

Paling ringan, mereka yang tertangkap menonton harus menghadapi kamp penjara selama 15 tahun lamanya.

Sebelumnya, Kim memang menulis surat di media pemerintah, yang berisi seruan bagi Liga Pemuda Korut, untuk menindak "perilaku tidak menyenangkan, individualistis, dan anti-sosialis" di kalangan anak muda.

Singkatnya, pemimpin kelahiran 8 Januari 1984 ini, ingin menghentikan pembicaraan, gaya rambut dan pakaian yang berafiliasi dengan budaya asing.

Baca Juga: Kim Jong Un Akan Hukum Rakyatnya yang Ketahuan Nikmati Hiburan Korea Selatan, Bisa Dipenjara Hingga 15 Tahun

Kim Jong Un, masih melansir laporan BBC, menyebut semua budaya pop asing sebagai "racun berbahaya".

Baru-baru ini, The Daily NK, publikasi online di Seoul, melaporkan tiga remaja Korea Utara dikirim ke kamp pendidikan ulang karena memotong rambutnya seperti idola K-pop dan mengikat celana mereka di atas mata kaki.

Pemimpin berusia 37 tahun ini jelas tidak melakukan perang dengan pasukan dan senjata, tapi sedang perang melawan "kebudayaan."

(*)

Editor : Ruhil Yumna

Sumber : BBC, Kompas

Baca Lainnya