Tuai Pro-Kontra di Masyarakat, BPOM Sebut 71,4 Persen Relawan Uji Klinik Vaksin Nusantara Alami Kejadian Tak Diinginkan

Sabtu, 17 April 2021 | 04:15
kompas.com

Vaksin Nusantara

GridHype.ID - Vaksin Nusantara terus menuai berbagai pro kontra.

Baru-baru ini sebuat data studi vaksin Nusantara, mencatat 20 dari 28 subjek atau 71,4 persen relawan uji klinik fase I mengalami Kejadian Tidak Diinginkan (KTD) dalam grade 1 dan 2.

Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny Lukito mengatakan, relawan mengalami kejadian yang tidak diinginkan pada kelompok vaksin dengan kadar adjuvant 500 mcg.

Baca Juga: Buang 2,4 Juta Dosis Vaksin AstraZeneca, Denmark Jadi Negara Pertama di Eropa yang Hentikan Penggunaan Penangkal Virus Corona Itu

"Dan lebih banyak dibandingkan pada kelompok vaksin dengan kadar adjuvant 250 mcg dan tanpa adjuvant," kata Penny, dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Rabu (14/4/2021).

Penny mengatakan, KTD pada relawan antara lain nyeri lokal, nyeri otot, nyeri sendi, nyeri kepala, penebalan, kemerahan, gatal, ptechiae, lemas, mual, demam, batuk, pilek dan gatal.

Menurut Penny, KTD juga terjadi pada relawan grade 3 pada 6 subjek.

Rinciannya, 1 subjek mengalami hipernatremi, 2 subjek mengalami peningkatan Blood Urea Nitrogen (BUN) dan 3 subjek mengalami peningkatan kolesterol.

Penny menjelaskan, kejadian yang tidak diinginkan pada grade 3 merupakan salah satu kriteria untuk menghentikan pelaksanaan uji klinis sebagaimana tercantum pada protokol uji klinik.

Namun, tim peneliti tidak melakukan penghentian uji klinik.

"Berdasarkan informasi Tim Peneliti saat inspeksi yang dilakukan Badan POM, tidak dilakukan penghentian pelaksanaan uji klinik dan analisis yang dilakukan oleh Tim Peneliti terkait kejadian tersebut," ujarnya.

Baca Juga: Sempat Dipertanyakan Efektivitasnya, Studi Terbaru Ungkap Jarak Dosis Suntik Vaksin Covid-19 Sinovac Selama 21 Hari Makin Manjur

Lebih lanjut, Penny mengatakan, dalam proses pembuatan vaksin Nusantara ditemukan kelemahan-kelemahan terkait penjaminan mutu dan keamanan.

"Semua pertanyaan (saat hearing) dijawab oleh peneliti dari AIVITA Biomedica Inc, USA, di mana dalam protokol tidak tercantum nama peneliti tersebut.

Peneliti utama: dr Djoko (RSPAD Gatot Subroto) dan dr Karyana (Balitbangkes) tidak dapat menjawab proses-proses yang berjalan karena tidak mengikuti jalannya penelitian," pungkasnya.

Kepala BPOM Penny Lukito, memberikan informasi mengenai vaksin nusantara yang sebenarnya di import.

Tim peneliti vaksin sel dendritik ini terdiri dari Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) Kementerian Kesehatan, RSPAD Gatot Subroto, RSUP Dr. Kariadi Semarang dan Universitas Diponegoro.

Penelitian disponsori oleh PT Rama Emerald/PT AIVITA Indonesia, bekerja sama dengan Balitbangkes) Kementerian Kesehatan.

Vaksin yang digagas oleh mantan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto ini belakangan menjadi polemik.

Baca Juga: Bingung Dapat Giliran Vaksin Saat Puasa? Yuk Catat Beberapa Hal Penting Ini!

Uji klinik fase kedua vaksin Nusantara tetap dilanjutkan meski belum mendapatkan izin atau Persetujuan Pelaksanaan Uji Klinik (PPUK) dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).

Sejumlah anggota Komisi IX menjadi relawan pengembangan vaksin.

Sampel darah mereka diambil di RSPAD Gatot Soebroto, Rabu (14/4/2021).

(*)

Tag

Editor : Ruhil Yumna

Sumber Kompas