Gridhype.id-Edhy Prabowo yang saat ini berstatus sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap perizinan ekspor benih lobster (benur) di Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengatakan jika dirinya siap bertanggung jawab, termasuk dihukum mati jika terbukti bersalah.
"Sekali lagi kalau memang saya dianggap salah, saya tidak lari dari kesalahan, saya tetap tanggung jawab.” Kata Edhy dikutip dari Antara, Rabu (24/2/2021).
Edhy bahkan sesumbar jika ia siap menerima hukuman yang lebih berat dari hukuman mati.
“Jangankan dihukum mati, lebih dari itu pun saya siap yang penting demi masyarakat saya,” lanjutnya.
Ia mengklaim setiap kebijakan yang diambilnya, termasuk menyoal perizinan ekspor benur ia lakukan semata-mata untuk kepentingan masyarakat.
“Saya tidak bicara lantang dengan menutupi kesalahan, saya tidak berlari dari kesalahan yang ada. Silakan proses peradilan berjalan," kata Edhy.
"Intinya adalah setiap kebijakan yang saya ambil untuk kepentingan masyarakat. Kalau atas dasar masyarakat itu harus menanggung akibat akhirnya saya dipenjara, itu sudah risiko bagi saya," ucap dia.
Dilansir dari Kompas.com, Edhy juga mencontohkan soal kebijakan yang dikeluarkannya terkait perizinan kapal, hal tersebut ia klaim sebagai bukti kebijakannya adalah untuk kepentingan rakyat.
Edhy menyebutkan, sebelum kebijakan soal izin kapal ia keluarkan, izin kapal bisa memerlukan waktu hingga 14 hari.
"Anda lihat izin kapal yang saya keluarkan, ada 4.000 izin dalam waktu satu tahun saya menjabat,” kata Edhy.
“Bandingkan yang sebelum yang tadinya izin sampai 14 hari saya bikin hanya satu jam, banyak izin-izin lain," ucap dia.
Sebelumnya, Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej atau Eddy Hiariej menilai, Edhy dan mantan Menteri Sosial Juliari Batubara layak dituntut hukuman mati.
Menurut Eddy, kedua mantan menteri itu layak dituntut hukuman mati karena melakukan praktik korupsi di tengah pandemi Covid-19.
Hal itu disampaikan Eddy saat menjadi pembicara dalam seminar nasional bertajuk "Telaah Kritis terhadap Arah Pembentukan dan Penegakan Hukum di Masa Pandemi" yang ditayangkan melalui akun YouTube Kanal Pengetahuan FH UGM, Selasa (16/2/2021) lalu.
"Kedua mantan menteri ini (Edhy Prabowo dan Juliari Batubara) melakukan perbuatan korupsi yang kemudian terkena OTT KPK. Bagi saya, mereka layak dituntut Pasal 2 Ayat 2 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) yang mana pemberatannya sampai pidana mati," ucap Eddy, dikutip dari Tribunnews.com.
Adapun dalam kasus ini KPK total menetapkan tujuh tersangka dalam kasus tersebut.
Sebagai penerima suap, yaitu Edhy, Staf Khusus Edhy sekaligus Wakil Ketua Pelaksana Tim Uji Tuntas (Due Diligence) Safri, dan Staf Khusus Edhy sekaligus Ketua Pelaksana Tim Uji Tuntas (Due Diligence) Andreau Misanta Pribadi.
Lalu, Amiril Mukminin selaku sekretaris pribadi Edhy, pengurus PT Aero Citra Kargo (ACK) Siswadi, dan Ainul Faqih selaku staf istri Edhy.
Sedangkan tersangka pemberi suap yakni Direktur PT Dua Putera Perkasa Pratama (DPPP) Suharjito yang saat ini sudah berstatus terdakwa dan dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta.
Terkait Edhy Prabowo yang mengaku siap dihukum mati jika terbukti bersalah ini pun ditanggapi oleh KPK.
Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya mengatakan, terkait hukuman tentunya akan diputuskkan oleh Majelis Hukum.
"Namun, terkait hukuman tentu Majelis Jakim lah yang akan memutuskan," Kata Ali di Jakarta Selatan, Selasa (23/2/2021).
Ali mengatakan jika saat ini proses penyidikan terhadap Edhy Prabowo dan kawan-kawan masih terus berjalan.
Ia juga menegaskan jika lembaganya telah memiliki bukti-bukti yang kuat atas dugaan perbuatan Edhy dan kawan-kawan dalam kasus tersebut.
"Seteleah berkas lengkap tentu JPU (Jaksa Penuntut Umum) KPK akan segera melimppahkan berkas perkara untuk diadili." ungkapnya.
"Fakta hasil penyidikan akan dituangkan dalam surat dakwaan yang akan dibuktikan oleh JPU KPK" sambung Ali.(*)