Kudeta Myanmar Makin Memanas, Militer Kini Blokir Akses Internet Untuk Rakyat

Selasa, 16 Februari 2021 | 12:15
CBC.ca

Demonstrasi melawan militer yang berkuasa di Myanmar.

GridHype.ID - Belum lama ini militer mengambil alih kekuasaan otoritas Myanmar.

Terbaru, mereka juga menutup hampir seluruh akses online.

Akses ke internet telah diblokir untuk malam kedua yang dijalankan oleh penguasa militer baru Myanmar.

Baca Juga: Pemerintah Jamin Penerima Vaksin Covid-19 yang Alami Cacat atau Meninggal Dunia Usai Divaksin Akan Dapat Kompensasi

Melansir dari BBC.com, pemantau yang berbasis di Inggris, NetBlocks, melaporkan 'pemadaman internet hampir total' dari 01:00 waktu setempat (18:30 GMT) pada hari Selasa.

Ini adalah penutupan keempat sejak kudeta 1 Februari ketika Junta Militer mencoba untuk menahan perbedaan pendapat, sebagian besar di antaranya dilakukan secara online.

Sebelumnya, otoritas militer mengumumkan hukuman keras bagi mereka yang menentang para pemimpin kudeta.

Tanda-tanda bahwa pemadaman lain akan segera terjadi setelah penyedia layanan internet mengatakan kepada BBC Burma bahwa akses online diblokir.

Penutupan terakhir bertujuan mengganggu oposisi yang terus berlanjut terhadap kudeta.

Yang mana telah menggulingkan para pemimpin terpilih termasuk juru kampanye demokrasi lama, Aung San Suu Kyi yang kini masih dalam tahanan.

Baca Juga: Pemerintah Umumkan Sasaran Vaksinasi Covid-19 Tahap 2, Ribuan Pedagang dan Pekerja PD Pasar Jaya di Tanah Abang Siap Disuntik

Akses ke Facebook, di mana merupakan tempat berkumpulnya kampanye pembangkangan sipil, dibatasi segera setelah kudeta.

Selain itu, penggunaan Twitter dan Instagram juga terganggu.

Bahkan, penyedia telekomunikasi utama, Telenor mengatakan tidak akan lagi memperbarui daftar gangguan internet di situsnya.

Baca Juga: Kabar Gembira, Begini Cara Cek Bansos Rp 300 Ribu yang Cair Bulan Ini

Ia mengatakan kepada kantor berita AFP bahwa situasinya 'membingungkan dan tidak jelas'

Telenor juga menuturkan bahwa keselamatan karyawan adalah 'prioritas utama'.

(*)

Editor : Ngesti Sekar Dewi

Sumber : BBC.com

Baca Lainnya