Gridhype.id- Kurangnya pengetahuan mengenai kelainan genetik membuat orang-orang jaman dahulu selalu menganggap aneh mereka yang mengalami kelainan genetik.
Seperti pada tahun 1904, beberapa orang PygmyAfrika (atau orang-orang yang bertubuh kerdil) diculik untuk dipamerkan di St. Louis World's Fair.
Kemudia dua tahun setelahnya, pemuda kerdil asal Kongo bernama Ota Benga mencuri perhatian seteklah ditempatkan di Museum Sejarah Alam Amerika di New York.
Serta dipamerkan di Kebun Binatang Bronx dalam waktu singkat, tentunya hal ini menjadi sangat kontroversial.
Ota Benga, pemuda berukuran tubuh kerdil, lahir di sebuah tempat di Hutan Kongo sekitar tahun 1883.
Melansir Timetoast, Ota Benga menjalani kehidupan normal layaknya manusia pada umumnya.
Dia membina rumah tangga dan memiliki anak dan tinggal di wilayah Sungai Kasai, Kongo.
Sampai suatu ketika, Ota Benga kembali dari perburuan gajahnya.
Dia terpukul mendapati desanya porak-poranda karena pembantaian.
Baca Juga: Bukan Menangis, Bayi ini Justru Perlihatkan Ekspresi Marah Saat Dikeluarkan dari Rahim Sang Ibu
Istri dan anaknya tewas dalam serangan yang terjadi pada tahun 1903 itu.
Sejak itu, kehidupan Ota Benga berubah total.
Ota Benga menjalani kehidupan yang 180 derajat berbeda dari sebelumnya.
Dia ditangkap dan dijual sebagai budak.
Pada bulan Maret tahun 1904, seorang penginjil dari Gereja Presbyterian, Samuel P Verner (menurut BBC, Verner juga merupakan seorang pedagang budak) menemukan Ota Benga yang dijual di pasar budak.
Verner datang ke Afrika untuk mengumpulkan 'orang pigmi Afrika' untuk Pameran Dunia St. Louis.
Baca Juga: 7 Deretan Penembak Jitu Terbaik di Dunia, Salah Satunya Kelahiran Indonesia loh
Berbekal tujuan itu, dia 'membeli' kebebasan Ota Benga dan meyakinkan pemuda itu.
Dalam literatur Ensiklopedia Virginia, Ota Benga (2010) karya Ted Delaney, Verner membeli kebebasan Ota Benga dengan satu pon garam dan sehelai kain.
Bersama 8 orang pigmi Afrika lainnya dari Suku Batwa, mereka tiba di St. Louis.
Baca Juga: 40 Tahun Berkarir Sebagai Selebriti, Artis Senior ini Beberakan Borok Industri Hiburan Tanah Air
Di sana, para pigmi tinggal di pameran antropologi, di dekat sekelompok penduduk asli Amerika, termasuk Geronimo yang legendaris.
Pada 1905, Verner mengembalikan orang-orang Pigmi ini ke Afrika, di sana, Ota Benga mencoba menyesuaikan diri dengan Suku Batwa dan menikahi seorang wanita Batwa.
Ota Benga juga sempat berkeliling Afrika bersama Verner, dan setelah istri kedua Ota Benga meninggal, menurut Smithsonian, dia sendiri meminta untuk kembali bersama Verner ke Amerika.
Namun, Verner yang mengalami masalah finansial mencoba mengatur keuangan ketika mereka tiba di New York.
Dia kemudian mengatur agar Ota Benga tinggal di American Museum of Natural History.
Pihak Museum kemudian mengatur bagaimana caranya untuk bisa mengirim Ota Benga ke tempat yang lebih memalukan.
Tempat itu adalah Kebun Binatang Bronx.
Dari situ, Ota Benga dipamerkan secara singkat di kandang simpanse.
Sesuatu yang sangat kontroversial.
Setelah beberapa minggu, beberapa petugas kebun binatang membuat sensasi dengan menggantung tempat tidur gantung kerdil di kandang kosong dan memberinya busur serta anak panah.
Pameran 'pigmi' asal Afrika itu langsung menjadi kontroversial.
Mengutip BBC, kemarahan dari pendeta Kristen mengakhiri penahanannya.
Kebun binatang Bronx menghentikan pameran Ota Benga di kandang simpanse, namun pemuda itu malah diburu oleh pengunjung ketika berjalan di halaman kebun binatang.
Ota Benga akhirnya dipindahkan ke Howard Coloured Orphan Asylum di New York yang dijalankan oleh Pendeta Afrika-Amerika James H Gordon.
Baca Juga: 7 Kelainan Genetik Paling Unik di Dunia yang Mungkin Hanya Bisa Kita Temui Sekali Seumur Hidup
Pemindahannya itu disebabkan sebuah insiden yang diduga dilakukan Ota Benga.
Pemuda Afrika itu dikabarkan mengancam penjaga kebun binatang dengan pisau.
Setelah menjalani kehidupan sementara di panti asuhan Howard, Benga dipindahkan lagi ke Seminari Lynchburg, Virginia.
Di Lynchburg, gigi Ota Benga yang runcing ditutup (orang Pigmi Afrika kerap mengikir gigi mereka menjadi runcing sebagai budaya yang mereka anggap 'indah').
Nama Ota Benga pun diganti menjadi Otto Bingo.
Dia bahkan sempat bekerja di pabrik tembakau sebelum beralih ke pekerjaan serabutan demi bisa mendapatkan tempat untuk tidur.
Dia juga mencoba berteman dan menuturkan kisahnya meski sulit meyakinkan pada setiap orang bahwa ceritanya yang terdengar 'mustahil' itu benar adanya.
Pada 22 Maret 1916, Ota Benga bunuh diri dengan menembakkan pistol curian ke jantungnya.
Sebuah akhir hidup yang tragis untuk seorang pemuda pigmi Afrika yang tak pantas menderita.
(*)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul"Diculik dan Dipamerkan di Kebun Binatang New York, Ini Kisah Tragis Ota Benga"