Kisah Ujang si Petani Muda yang Berhasil Stabilkan Harga Bawang Merah, Hingga Diundang Presiden Jokowi ke Istana

Sabtu, 08 Februari 2020 | 14:35
(KOMPAS.com/RENI SUSANTI)

Ujang Margana (25), petani asal Cimenyan, Kabupaten Bandung, tengah mengecek kebun bawang miliknya, belum lama ini.

GridHype.ID - Ujang Margana mungkin merupakan sosok yang tak terlalu dikenal oleh masyarakat luas.

Namun prestasinya patut diacungi jempol.

Di rumahnya yang terletak di Kampung Cikawari RT 04 RW 11, Desa Mekarmanik, Kecamatan Cimenyan, Kabupaten Bandung, jajaran piagam penghargaan tampak berjejer.

Piagam tersebut milik si empunya rumah, Ujang Margana (25).

Ia adalah petani milenial yang diundang Presiden Joko Widodo ke Istana pada 2018 karena dedikasinya di bidang pertanian.

Baca Juga: Viral! Telur Asin di Banyumas Berubah Warna Jadi Coklat dan Bisa Memantul, Warga pun Geger

Kepada Kompas.com, Ujang menceritakan kiprahnya di bidang pertanian sambil menunjukkan hamparan luas tanah garapannya yang berada persis di depan rumahnya.

“Itu tanah garapan saya dan kelompok tani saya, Tricipta. Luasnya 50 hektar (ha),” ujar Ujang sambil berjalan dengan sepatu botnya ke kebunnya, akhir Januari lalu.

Ujang menceritakan, sejak kecil dia sudah akrab dengan dunia pertanian karena orangtuanya kerap membawanya ke kebun.

Awalnya garap sepetak tanah ayahnya

Saat duduk di bangku SMA Guna Dharma, Ujang mencoba menggarap sepetak tanah ayahnya.

Ia mengurus dari awal pembibitan, penanaman, hingga panen.

Tak disangka, sang ayah menyerahkan semua hasil panennya sebesar Rp 35 juta kepada Ujang.

Untuk anak SMA seperti dirinya, jumlah tersebut tentunya sangat besar.

Baca Juga: Terkuak Mengapa Indonesia Tidak Terdampak Virus Corona, Begini Penjelasan Para Ahli

“Hasil Rp 35 juta itu untuk sekali tanam sekitar 70 hari,” imbuhnya.

Melihat besarnya potensi pertanian, Ujang semakin tertarik dengan dunia tersebut.

Itulah alasan ia memilih perguruan tinggi yang dekat dengan rumahnya agar ia bisa menjalankan keduanya dengan baik.

Sebelum kuliah, ia mengecek kebunnya.

Saat pulang kuliah, ia pun akan menghabiskan waktu di kebun.

Namun, ia tidak mengambil jurusan pertanian.

Karena ingin merasakan pengalaman yang berbeda, ia mengambil Fakultas Sosial dan Politik Universitas Al-Ghifari Bandung.

Baca Juga: Kisah Li Wenliang, Dokter yang Pertama Peringatkan Soal Corona, Dituduh Sebar Hoaks hingga Meninggal Karena Terinfeksi

Meski mengambil jurusan politik, ia sama sekali tak tertarik dengan bidang tersebut.

Ia tetap mencintai dunia pertanian.

Setelah lulus kuliah, ia semakin fokus di bidang pertanian.

Ia mengajak petani di sana dan membentuk kelompok tani yang ia beri nama Tricipta.

Stabilitas harga

Hingga Mei 2016, tepatnya menjelang Idul Fitri, harga bawang merah di pasaran melonjak tinggi.

(KOMPAS.com/RENI SUSANTI)
(KOMPAS.com/RENI SUSANTI)

Ujang Margana (25), petani asal Cimenyan, Kabupaten Bandung, tengah mengecek kebun bawang miliknya, belum lama ini.

Dari biasanya Rp 20.000 menjadi Rp 40.000-Rp 50.000 per kg di Bandung.

Bahkan di Jakarta, harganya mencapai Rp 60.000-Rp 70.000 per kg.

Saat itu, Ujang mengumpulkan kelompok taninya. Ia berupaya meyakinkan mereka agar menjual di harga Rp 20.000 untuk menekan harga di pasaran.

“Saat itu kami punya 120 ton bawang merah. Kalau kami ikut harga pasar, kami akan untung besar, tapi kemudian bawang impor masuk,” tuturnya.

Baca Juga: Heboh Saat Mengaku Dirinya Bisa Panggil Nabi, Ningsih Tinampi Tiba-tiba Digerebek Kejati dan Dinas Kesehatan, Ada Apa?

Itu artinya, keuntungan yang kami peroleh hanya bersifat sementara atau hanya satu musim tanam itu.

Sedangkan kerugian akibat bawang impor bisa kami rasakan lebih dari tiga kali musim tanam.

Setelah berhasil meyakinkan kelompok taninya, Ujang membawa 120 ton bawang merah tersebut ke Jakarta.

Ia membantu Kementerian Pertanian melakukan operasi pasar.

“Saat itu keuntungan saya dan kelompok tani saya hanya Rp 4.000 per kg. Tapi alhamdulillah, harga bawang di pasaran bisa ditekan,” tuturnya.

Keberhasilannya menstabilkan harga bawang merah membuat Ujang dipanggil Presiden Joko Widodo ke Istana Negara.

Ujang mendapatkan penghargaan tingkat nasional sebagai pemuda tani teladan.

Sebelumnya, Ujang terpilih menjadi petani teladan tingkat kabupaten dan provinsi.

Baca Juga: Terperdaya dengan 'Bujuk Rayu dan Janji Manis' ISIS, Perempuan Ini Beri Kesaksian Mengejutkan, Sering Dipaksa Jadi Pemuas Nafsu Anggota ISIS

Terasering

Kini, sejumlah perubahan sedang ia siapkan, di antaranya menggunakan konsep terasering untuk kebunnya.

Terasering merupakan metode bercocok tanam dengan membuat teras-teras untuk mengurangi panjang lereng.

Terasering ini akan menahan air sehinga mengurangi kecepatan dan jumlah aliran permukaan, serta memperbesar peluang penyerapan air oleh tanah.

“Kalau yang sekarang masih menggunakan konsep biasa. Jadi kalau hujan, air dengan cepat mengalir ke bawah,” ungkapnya.

Kondisi ini menyumbang banjir yang kerap terjadi di Jalan AH Nasution, Kota Bandung.

Perubahan yang dilakukan kelompoknya diharapkan bisa mengatasi banjir.

“Pokoknya yang masuk kelompok tani Tricipta harus mengubahnya jadi terasering dan menjadi contoh,” tutur Ujang.

Selain itu, daerahnya menjadi bagian percontohan desa digital.

Jadi, ketika ia bepergian, ia masih bisa memantau kebunnya dan menyiram pohon bawangnya lewat aplikasi di gadget.

(*)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Cerita Ujang, Petani Milenial yang Stabilkan Harga Bawang hingga Dipanggil Jokowi ke Istana"

Tag

Editor : Ruhil Yumna

Sumber Kompas.com