GridHype.ID - Munculnya kerajaan baru bernama Keraton Agung Sejagat di Purworejo menyita perhatian publik.
Kerajaan ini tiba-tiba saja muncul dan mengaku sebagai keturunan dari Kerajaan Majapahit.
Hal ini tentu membuat banyak orang terkejut dan merasa khawatir.
Pasalnya tak hanya aneh, kerajaan ini juga mulai membuat warga sekitar resah.
Ada banyak kejanggalan yang dimiliki kerajaan ini sehingga para warga pun melaporkannya ke polisi.
Membahas soal Keraton Agung Sejagat sendiri, berikut GridHype rangkum beberapa fakta aneh soal karajaan tersebut :
1. Identitas Raja dan Ratu Keraton Agung Sejagat
KAS (Keraton Agung Sejagat) dipimpin oleh seorang raja dan ratu yakni Toto Santoso Hadiningrat (42) dan Fanni Aminadia (41).
Kendati menjadi seorang raja dan ratu, dua orang ini diketahui tidak memiliki hubungan suami istri.
Hal itu disampaikan langsung oleh Kapolda Jateng Irjen Rycko Amelza Dahniel melansir laman Kompas.com.
Tak hanya itu saja, Toto dan Fanni juga bukan warga asli Purworejo.
Hal ini diketahui dari KTP Toto dan Fanni yang ternyata berasal dari Jakarta.
2. Tipu Anggota dengan Iuran Jutaan hingga Puluhan Juta
Setelah ditangkap, banyak kebohongan Toto dan Fanni yang diungkap polisi.
Yakni adanya iuran anggota yang jumlahnya tak sedikit yakni jutaan hingga puluhan juta.
"Ada iming-iming jabatan dengan gaji besar dalam bentuk dollar bagi pengikutnya. Jabatannya tergantung berapa besaran iuran mereka, mulai dari Rp 3 juta hingga Rp 30 juta. Seluruhnya mencapai 450 pengikut dengan latar belakang yang berbeda," ujar Iskandar di Mapolda Jateng.
3. Toto Mengaku Dapat Wangsit
Dari keterangan Toto usai diamankan, dirinya mendirikan KAS karena mendapat wangsit.
Ia mengaku mendapat wangsit dari Raja Sanjaya keturunan Raja Mataram untuk meneruskan kerajaan di Purworejo.
Ia bahkan sampai membuat kartu identitas palsu agar banyak orang percaya dan mau jadi pengikutnya.
4. Punya Prasasti yang Dibuat Sendiri
Di tempat KAS beraktivitas, terdapat batu ukir yang mereka anggap sebagai prasasti dan dijadikan sesembahan.
Batu itu sendiri dibuat oleh Empu Wijoyo Guno sebesar kurang lebih 1,5 meter.
Menurutnya, arti ukiran itu sendiri adalah, "Kerajaan ini adalah kerajaan dengan sistem damai. Artinya tanpa perang, berkuasa, oleh karena itu ditandai dengan deklarasi perdamaian dunia."
Awalnya warga tak mempermasalahkan keberadaan batu tersebut.
Tapi lambat laun keberadaannya meresahkan warga, apalagi saat datang batu itu dibungkus dengan kain kafan.
"Batu besar kala itu datang sekira pukul 03.00 WIB pagi.
Saya melihat ternyata sudah dibungkus kain kafan (kain putih) seperti kain mori," ujar Sumarni kepada Tribunjateng.com, Senin (13/1/2020).
"Otomatis anak-anak kecil yang pada melihat merasa ngeri saat itu, bahkan membuat anak-anak malam harinya yang biasanya berangkat mengaji merasa takut dan tidak mengaji," imbuhnya.
(*)