Laporan Wartawan GridHype.ID, Ruhil I. Yumna
GridHype.ID-Setiap orang tua pasti menaruh harapan yang besara pada anaknya.
Berbagai daya dan upaya selalu coba dilakukan orang tua untuk dapat mewujudkan harapan itu.
Tak jarang saking terpakunya dengan harapan dan kebahagian yang ada di benak mereka, orang tua sering tanpa sadar memaksakan kehendaknya.
Tekanan yang terlalu berlebih acapkali membuat anaknya merasa terkungkung yang menyebabkan luka batin.
Hal yang tak menyenangkan ini dialami oleh seorang wanita di Kanada.
Tuntutan orangtuanya yang mengekang sejak kecil rupanya membuat wanita ini alami depresi.
Dilansir dariElitereaders, wanita yang alami depresi ini bahkan merencanakan sebuah pembunuhan untuk orangtuanya sendiri.
Pembunuhan berencana itu dilakukan oleh Jennifer Pan.
Ia dengan tega merenggut nyawa kedua orangtuanya.
Akibat ulahnya itu sang ibu tewas dan ayahnya nyaris tewas dalam rencana pembunuhan yang ia rencanakan.
Baca Juga: Roy Kiyoshi Sebut Ahok dan Puput Nastiti Bisa Berpisah Cuma karena Omongan Orang!
Wanita yang tumbuh sebagai anak jenius ini depresi karena orang tuanya terus-menerus menuntutnya untuk berprestasi.
Di mata orang tua Jennifer Pan adalah anak baik yang selalu patuh pada perintah orang tuanya.
Saat menempuh studi di SMA Katolik ia terkenal sebagai siswa yang berprestasi.
Kecemerlangan studinya membuatnya dengan mudah membuatnya mendapat gelar sarjana farmnasi di Universitas Toronto, Kanada yang bergengsi.
Harapan tinggi yang dianut oleh orang tuanya bukanlah tanpa sebab.
Kedua orang tuan Jennifer adalah pengungsi asal Vietnam yang merantau ke Kanada.
Di tanah perantauan mereka harus bekerja sebagai buruh untuk menyambung hidupnya.
Baca Juga: Dibebaskan! Sambil Menahan Tangis, Ananda Badudu Ungkap Keadaan Mahasiswa yang Ditangkap
Meski begitu kedua orang tua Jennifer Pan sangat menghargai pendidikan.
Mereka adalah sosok orangtua yang disiplin, tegas dan cenderung keras pada anak-anaknya, Jennifer dan adiknya Felix.
Sebagai anak sulung Jennifer harus selalu menjadi contoh bagi adiknya.
Segala tuntutan dan harapan orangtua dijatuhkan padanya.
Berbagai kegiatan yang menunjuang kemampuannya seperti, les piano, skating, bela diri dan berenang diikuti oleh Jennifer dengan baik.
Lebih dari itu guna mempertahankan titel pelajar teladan yang ia sandang Jennifer harus rela belajar hingga larut malam.
Bersenang-senang dan pacaran adalah hal yang tak pernah ia rasakan.
Orang tuanya dengan keras melarangnya, bagi mereka pendidikan nomor satu.
Sayang segala prestasi dan kepat8uhan yang ia tunjukkan hanyalah sebuah kebohongan yang Jennifer bangun.
Tuntutan dan tekanan yang ia alami sedari kecil telah mengubahnya menjadi seorang monster berhati dingin.
Saat ia duduk di kelas 8, prestasinya turun drastis.
Semangat belajarnya turun dan nilainya mulai anjlok.
Perlahan Jennifer tak punya kepercayaan diri.
Untuk menutupi segala rasa kerdil yang ia punya, ia terus menerus berbohong.
Baca Juga: Ananda Badudu Ditangkap Polisi, Ernest Prakasa Minta Pertanggungjawaban Jokowi
Kebohongan menjadi kebiasaannya.
Saat orang tuanya mengira jika dia adalah murid teladan, pelajar kelas A, Jennifer nyatanya hanyalah pelajar kelas B.
Jika di raportnya ada nilai B, maka orang tuanya bisa sangat kecewa.
Jenniferpun menutupi itu semua dengan memalsukan nilai-nilai raportnya.
Kegagalan demi kegagalan semakin membuat kebohongannya makin besar.
Tak ingin membuat kecewa orang tuanya ia berpura-pura kuliah.
Ia membohongi kedua orang tuanya dan mengaku kuliah di Ryerson University, kemudian melanjutkan kuliah ke jurusan farmasi di University of Toronto.
Baca Juga: Musisi Ananda Badudu Dijemput Polisi Terkait Penggalangan Dana untuk Demo Mahasiswa
Saat orang tuanya curiga kenapa dia tak pernah minta uang kuliah, ia akan berkilah bahwa dia mendapatkan beasiswa.
Tiap pagi Jennifer pamit kuliah pada orangtuanya. Namun, bukannya menuju kampus, ia pergi ke sebuah perpustakaan.
Tiba saat wisuda, gadis berambut hitam itu kembali berbohong dengan mengatakan, undangan yang dibagikan pada pihak orangtua terbatas.
Suatu ketika Bich dan Hann curiga dengan perilaku putri mereka.
Keduanya pun menguntit Jennifer yang mengaku bekerja di sebuah rumah sakit.
Saat dusta itu terungkap, tak hanya hati orangtuanya yang hancur.
Jennifer pun makin tertekan, Bich dan Hann makin keras pada putrinya yang kala itu berusia dewasa.
Baca Juga: Roy Kiyoshi Terawang Akan Ada Bencana yang Menelan Banyak Korban: Saya Melihat Tumpukan Jenazah
Segala laranganpun diberlakukan, mulai dari telepon genggam, komputer bahkan berpacaran.
Kala itu Jennifer menjalin hubungan asmara dengan Daniel Wong.
Tak hanya itu odometer atau penunjuk jarak pada mobil selalu dipantau.
Jennifer diperintahkan melanjutkan pendidikannya.
Pengawasan ketat pun diberlakukan pada perempuan dewasa itu.
Daniel kemudian memutuskan hubungan. Itu menjadi titik krisis baginya.
Ia pun mulai berpikir bagaimana untuk lepas dari segala tekanan.
Baca Juga: Mengintip Kehidupan Penjara Wanita di Israel, Sebagian Tahanan Bahkan Membawa Anaknya Sendiri!
Setelah putus dari kekasihnya Andrew Montemayor, ia kembali menjalin hubungan dengan Daniel.
Mereka berencana untuk menyewa tukang pukul untuk memberi peringatan pada orang tuanya.
Entah bagaimana awalnya, rencana itu menjadi plot pembunuhan.
Merasa itu kelewatan, Daniel mundur.
Suatu malam pada tahun 2010, Jennifer memutuskan untuk mengeksekusi rencananya.
Sekitar pukul 22.00, Crawford, Mylvaganam dan Eric Carty, tiga pria suruhan Jennifer memasuki rumah orang tuanya.
Ketiganya membawa senjata.
Bich dan Hann dipaksa turun ke lantai bawah. Kepala mereka ditutupi selimut.
Sang ayah, Hann ditembak 2 kali, salah satunya di bagian muka.
Sementara ibunya, Bich ditembak 3 kali di kepala dan tewas seketika.
Ajaibnya, Hann selamat dan mengingat semua yang terjadi pada momen mengerikan itu.
Pengdailan akan ksus itu digelar pada 2014.
Saat divonis bersalah Jennifer tak menunjukkna emosi apapun.
Namun saat awak media pergi ia menangis dan gemetar.
Baca Juga: Kisah Biksu yang Rela Dirinya Diinjak Gajah Liar Hingga Tewas, Alasannya Sungguh Bijak
Dengan dakwaan tingkat pertama, Jennifer divonis seumur hidup, tanpa kesempatan mengajukan pembebasan bersyarat selama 25 tahun.
Ia berusia 28 tahun saat duduk sebagai pesakitan.
"Dan untuk dakwaan percobaan pembunuhan terhadap ayahnya, ia juga divonis menerima hukuman seumur hidup, yang akan dijalani secara bersamaan." Carty, Mylvaganam, dan Crawford masing-masing menerima hukuman serupa.
(*)