GridHype.id-Bagi pasangan suami istri, berhubungan intim menjadi salah satu kebutuhan utama agar rumah tangga tejalin secara harmoonis.
Tak hanya itu, rutin berhubungan intim dengan pasangan juga bisa mendatangkan manfaat kesehatan yang luar biasa untuk tubuh.
Dilansir dari Alodokter, salah satu manfaat yang akan dirasakan oleh tubuh antara lain untuk memperkuat imunitas tubuh, menjaga kesehatan jantung, menurunkan tekanan darah, membakar kalori hingga membuat rasa bahagia.
Namun bagi Anda pasangan suami istri yang jarang melakukan hubungan intim justru akan merasakan sebaliknya.
Meski jarang berhubungan intim tidak akan berpengaruh secara langsung pada kesehatan fisik dan mental, namun membatasi untuk berhubungan intim dapat menimbulkan masalah kesehatan tersendiri baik untuk pria dan wanita.
Menurut salah seorang dokter diWeClinic Homeopathy, Dr Deeksha Katiyar, mengatakan tidak ada aturan yang keras dan cepat untuk dipatuhi dalam kehidupan seks.
"Tetapi pada saat yang sama, tidak berhubungan seks untuk jangka waktu yang lama adalah sesuatu yang tidak diinginkan."
"Sebab, kurangnya frekuensi seks bisa memiliki efek buruk pada tubuh dan pikiran seseorang," jelasnya seperti dikutip dari MSN.
"Tentu saja, frekuensi berhubungan seks bagi seseorang dapat berubah dari waktu ke waktu, tergantung pada usia, tingkat kebugaran fisik, dorongan seks, dan status hubungannya saat ini."
"Karena itu, membatasi tubuh dari berhubungan seks dapat memiliki konotasi negatif, baik secara psikologis maupun fisik bagi siapa pun," ungkap dia.
Dampak secara fisik
Hubungan seks yang tidak teratur atau tidak sering dapat mengakibatkan berbagai masalah kesehatan, termasuk masalah dan gangguan kesehatan seksual.
Katiyar pun menjabarkan beberapa masalah seksual yang umum dihadapi oleh pria yang meliputi:
• Disfungsi ereksi
• Ejakulasi dini
• Gangguan hasrat seksual hipoaktif (HSDD)
• Ejakulasi retrograde
• Infeksi saluran kemih
• Gangguan prostat
Sementara masalah kesehatan seksual yang umum dihadapi oleh wanita meliputi:
• Kekeringan vagina
• Nyeri saat berhubungan intim
• Infeksi saluran kemih
• Nyeri saat menstruasi
• Kelemahan dasar panggul
• Sindrom ovarium polikistik (PCOS).
Selain itu, ada sederet masalah kesehatan fisik umum lainnya yang mungkin dialami oleh pria dan wanita karena kurangnya aktivitas seksual.
Masalah tersebut antara lain, hipertensi, obesitas, gangguan tiroid, penyumbatan aliran darah, masalah punggung bawah, hingga kelelahan.
Dampak secara mental
Lalu, saat berhubungan seks, endorfin dan berbagai hormon perasaan senang lainnya dilepaskan untuk membantu meningkatkan suasana hati seseorang.
Oleh karena itu, kurangnya intensitas berhubungan seks dalam jangka waktu yang lama dapat menyebabkan perubahan suasana hati.
Kondisi ini bahkan bisa memicu depresi karena berkurangnya produksi hormon-hormon tersebut.
"Seks juga dapat membantu seseorang melepaskan banyak hormon yang membantu menjaga kualitas tidur yang baik," kata Katiyar.
"Jadi, kurangnya frekuensi seks tentu mengakibatkan gangguan tidur, serta meningkatnya stres dan kecemasan di antara beberapa orang," tambah dia.
Selain itu, ketika seseorang membatasi seks selama beberapa tahun, hal itu dapat mengakibatkan penekanan sistem kekebalan tubuh.
Dengan demikian, hal ini bisa menyebabkan peningkatan kelelahan yang berimplikasi pada kesehatan mental.
"Jarang berhubungan seks bahkan berpotensi menyebabkan kelelahan mental dan masalah hubungan pada waktu-waktu tertentu," kata dia.
"Ini bisa membuat salah satu atau kedua pasangan merasa tidak aman dan cemas atau mempertanyakan harga diri mereka," tutur dia.
Kendati demikian, beberapa pasangan mungkin membatasi diri dari seks karena berbagai alasan.
Misalnya, mereka mungkin tidak memiliki dorongan seks yang kuat dan masalah lainnya.
Untuk membantu menghindari dampak negatifnya, Katiyar pun merekomendasikan olahraga secara teratur seperti yoga atau meditasi, serta mengikuti pola makan dan gaya hidup yang lebih sehat.
Namun, apabila kondisi ini terus berlanjut dan menimbulkan masalah yang lebih besar maka disarankan untuk berkonsultasi dengan dokter atau ahlinya.
(*)