Kengerian di Pintu 13, Saksi Mata Tragedi Kanjuruhan Pilu Lihat Korban Berjatuhan: Saya Pikir Hanya 7, Innalillahi Jenazah Kayak Pindang

Rabu, 05 Oktober 2022 | 19:45
Associated Press/Achmad Ibrahim

(Ilustrasi) Grafiti bertuliskan A.C.A.B di luar Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur, Selasa (4/10/2022).

GridHype.ID - Frasa Kengerian di Pintu 13 mendadak jadi perbincangan warga Twitter.

Ya, Kengerian di Pintu 13 bersama tagar Usut Tuntas Tragedi Kanjuruhan muncul dalam jajaran trending Twitter hingga Rabu (5/10/2022).

Usut punya usut, Kengerian di Pintu 13 ini mengacu pada malam kelabu yang terjadi di Stadion Kanjuruhan, Sabtu (1/10/2022).

Tragedi Kanjuruhan yang terjadi pada Sabtu (1/10/2022) memang masih menyisakan duka mendalam bagi masyarakat Indonesia.

Bahkan kisah dari saksi mata atau korban selamat dalam tragedi Kanjuruhan menuai sorotan publik.

Salah satunya kisah dari saksi mata tragedi Kanjuruhan yang menceritakan Kengerian di Pintu 13 di Stadion Kanjuruhan.

Melansir Tribun Jatim, kisah ini diceritakan oleh Dadang Indarto, seorang ASN Pemkot Batu yang menjadi satu di antara ribuan suporter yang selamat.

Saat menceritakan kembali malam kelabu di Stadion Kanjuruhan pada Sabtu (1/10/2022) membuat nafasnya tersengal-sengal.

Saat hadir dalam acara yang digelar KontraS, di kawasan Lapangan Rampal, Blimbing, Kota Malang, Senin (3/10/2022),ia memulai cerita, bahwa dirinya menonton pertandingan tersebut bersama seseorang temannya, Aremania asal Lampung.

Sebelum peluit panjang tanda laga tersebut buyar, ia bersama temannya itu, memutuskan segera keluar dari tribun pintu 13 melalui tangga.

Tapi ia mengurungkan niatnya. Karena, di tangga menurun tersebut, ternyata puluhan orang sudah tampak berjejal mengantri, keluar dari stadion.

Baca Juga: Tragedi Kemanusiaan di Stadion Kanjuruhan, Saksi Mata ini Ceritakan Kengerian Pintu 13 dan 14 Seperti Kuburan Massal

Sesaat kembali ke atas tribun, Dadang melihat beberapa suporter satu per satu memanjat hingga melompati pagar pinggir stadion untuk berlari ke tengah lapangan.

Sejauh mata memandang, ia melihat bahwa para suporter yang berlarian menuju ke arah pintu masuk ruang ganti pemain bukan untuk melakukan penyerangan.

Melainkan untuk memberikan pelukan hangat sebagai bentuk dukungan saat kemenangan belum berpihak pada mereka.

Bahkan, lanjut Dadang, aksi beberapa suporter lainnya, malah hanya sekadar numpang untuk meminta swafoto bersama para pemain Arema FC idolanya.

Namun ternyata, aksi dari sejumlah suporter tersebut malah direspon lain, bahkan terlalu keras oleh para aparat berwajib yang berjaga.

Kerumunan ratusan aparat yang semula berada di sudut-sudut gelap pinggiran stadion, bergerak gegap-gempita mengejar setiap suporter yang telah menjadi sasaran mereka.

Tak pelak, tendangan, hingga pukulan mendarat ke arah tubuh para suporter yang posturnya lebih kecil dari mereka.

"Ketika turun, mereka sudah berulah, membawa pentungan, dan membawa tameng dan membubarkan kami," katanya.

Namun, terlepas dari pemandangan kekerasan yang dilihatnya dari atas tribun. Dadang mengaku, kengerian sesungguhnya adalah ketika bola pelontar gas air mata tiba-tiba jatuh di tengah kerumunan ratusan suporter di tribun 13.

Baginya, momen itu merupakan petaka laiknya film horor yang benar-benar dilihat dan dirasakannya secara nyata.

Rasa pedih sesak yang ditimbulkan gas tersebut, langsung meracuni setiap orang di area tersebut.

Baca Juga: Seperti Tragedi Kanjuruhan, Ini 4 Tragedi Dunia yang Disebabkan Oleh Gas Air Mata dan Kelalaian Polisi

Seingatnya, saat itu aparat menembakkan pelontar gas air mata sebanyak tiga kali, di area tribun yang berbeda namun dalam jarak yang nyaris berdekatan.

Terpaksa, ia bersama temannya asal Lampung itu, berupaya membelah kepungan kabut asap putih bebal nan beracun itu.

Memanfaatkan jaket yang disingkapnya menjadi penutup kepala, Dadang akhirnya mampu menyibak kepulan gas tersebut.

Kemudian, ia menuju ke pintu keluar lain yang melalui tangga di Tribun 14, bersebelahan dengan Tribun VIP.

Setelah berhasil keluar, ia malah disuguhkan pemandangan yang mengiris hati.

(TribunStyle.com)
(TribunStyle.com)

Dadang Indarto, ASN Pemkot Batu kenang ngerinya tragedi di Stadion Kanjuruhan

"Setelah tembakan ke-3, dan asap agak tipis, asap agak reda, saya mencari pintu di sebelah VIP, di tribun 14."

"Begitu saya keluar, ya Allah, teman-teman saya sudah bergeletakkan."

"Saya menemukan satu korban, kebetulan itu teman saya, biasa guyonan ngopi mangan bakso, sudah tidak bergerak, meninggal dunia," ungkapnya seraya terisak.

Melihat kengerian itu, ia berupa menyelamatkan beberapa orang lain yang sekarat terkapar tak berdaya.

Kantung air mata Dadang jebol juga pada akhirnya, saat dirinya menceritakan bagaimana pilunya saat berusaha mencari dan menolong setiap orang yang terkapar di sana.

Baca Juga: Seperti Tragedi Kanjuruhan, Ini 4 Tragedi Dunia yang Disebabkan Oleh Gas Air Mata dan Kelalaian Polisi

Dadang berusaha mengevakuasi seorang korban yang semula dikiranya masih hidup.

Ternyata ia salah, si korban yang ditolongnya itu, sedang sekarat, saking parahnya, sebelum tiba di area terbuka, si korban sudah tak bergerak.

"Saya lari lagi ke arah tribun untuk membantu teman teman, yang masih berdesak-desakan, padahal saat itu saya sudah bisa keluar, dan sudah lama itu," jelasnya.

"Hanya satu pintu, mereka berdempetan keluar, ada yang berdarah anak bojo, saya gendong dengan teman saya dari Lampung, sampai sakaratul maut atau meninggal di depan saya."

"Akhirnya saya letakkan jenazah itu, dan saya ke jenazah teman saya dona itu, lalu mencari bantuan polisi. Dan di situ polisi ada yang membantu," tambahnya.

Dadang berupaya membawa setiap orang yang terkapar itu ke dalam ruangan VIP.

Sesampainya di ruang tersebut, ia mengira hanya ada hitungan jari orang-orang yang terkapar tak bergerak di sana.

Namun setelah ia mencoba melongok ke beberapa sudut area di dalam ruang tersebut.

Ternyata, jumlah suporter yang terkapar tak bergerak berjumlah lebih dari hitungan jemari kedua tangannya.

Para korban itu, dibaringkan sejajar memenuhi ruangan, laiknya 'ikan pindang' yang dikemas pada rak pembungkus berbahan anyaman bambu.

"Kemudian saya minta tolong mengangkat Jenazah ke ruang VIP. Setelah tiba di VIP saya pikir jenazah hanya 4 (korban), ternyata di situ sudah ada 3, (yakni) 1 polisi, 2 jenazah perempuan, saya pikir hanya 7."

Baca Juga: Usut Tuntas Tragedi Kanjuruhan, Jabatan Kapolres Malang Kini Dicopot Hingga 28 Anggota Kepolisian Diperiksa

"Lalu saya keliling di daerah tribun itu, innalillahi wainnailaihi raji'un, di musala VIP jenazah kayak pindang," terangnya, seraya mengusap air matanya.

Dari kengerian itu, Dadang secara tegas menyebut, pelontarkan gas air mata di tengah tribun yang masih penuh dengan suporter wanita dan anak-anak itu, merupakan aksi berlebihan yang dilakukan oleh aparat.

"Dan apa yang dilakukan kepolisian, saya kira sepakat, itu sangat berlebihan, sangat berlebihan."

"Sudah, Aremania itu suporter yang ngerti dan cerdas, cukup dibilangi, gak perlu dikasih kekerasan dan tembakan gas air mata," ungkapnya.

Selain itu, Dadang juga menyayangkan pihak penanggung jawab stadion tidak membuka semua pintu stadion, pada saat laga tersebut usai.

"Yang saya sayangkan, stadion Kanjuruhan, tidak berbenah setelah peristiwa Persib dulu yang hanya 1 korban meninggal dunia, itu pun di RS, warga Kepuh. Kenapa tidak. Membuat jalur evakuasi," tegasnya.

"Kedua, kenapa pintu itu ditutup, apakah memang sudah ada rencana untuk pembunuhan massal."

"Saya juga meminta PSSI PT LIB, saya juga sudah memiliki bukti, pihak panpel sudah punya surat permohonan perubahan jam tayang, jawaban PT LIB, jam pertandingan tetap 20.00 padahal itu pertandingan sangat rawan," pungkasnya.

Baca Juga: Imbas Tragedi Kanjuruhan, Kapolres Malang AKBP Ferli Hidayat Kehilangan Jabatan

(*)

Editor : Nailul Iffah

Sumber : Twitter, TribunJatim.com

Baca Lainnya