Gridhype.id-Tragedi Kanjuruhanmenyisakan duka mendalam di benak masyarakat Indonesia, terutama dunia sepak bola.
Akibattragedi Kanjuruhantersebut, banyak korban jiwa yang meninggal dunia lantaran sesak nafas dan berdesak-desakan.
Terjadi pada Sabtu (1/10/2022),tragedi Kanjuruhanrupanya menjadi hari yang memilukan bagi MA, bocah 10 tahun yang kehilangan ayah dan ibunya.
MA kini menjadi yatim piatu usai ayahnya, M Yulainton (40) dan ibunya, Devi Ratna S (30) menjadi korban dalam kericuhan yang terjadi di Stadion Kanjuruhan.
Bermaksud menonton laga Arema FC dan Persebaya Surabaya pada Sabtu malam, siapa sangka hidup mereka juga berakhir di sana.
Doni, paman MA menjelaskan bagaimana keponakannya terpisah dengan Yulianton dan Devi.
Doni yang kala itu juga ikut hadir di Stadion Kanjuruhan mengaku bahwa Devi baru pertama kali menyaksikan pertandingan Arema FC di Stadion Kanjuruhan.
Yulainton dan Devi rupanya sangat ingin merayakan ulang tahun MA pada November yang akan datang.
Sayangnya,tragedi Kanjuruhanjustru memisahkan mereka dengan MA.
"Orangtuanya (kedua korban) ingin sekali merayakan ulang tahun anaknya sebenarnya," kata Doni dilansir dariTribunnews.com.
Saat itu, diketahui bahwa MA terpisah dari ayah dan ibunyasaatkericuhan terjadi.
Sementara itu, Yulianton disebut jatuh dari tribun dan mengalami sesak napas hingga akhirnya meninggal dunia.
Naasnya, Yulianto ditemukan dalam keadaan wajah yang sudah membiru.
Kala itu, MA sempat berteriak meminta pertolongan kepada polisi untuk menyelamatkan ayahnya yang terinjak-injak.
Namun sayangnya, hanya MA yang berhasil diselamatkan oleh pihak kepolisian.
"Kemungkinan saudara saya ini kemudian jatuh dari tangga tribun. Mukanya sudah membiru pucat. Anaknya minta bantuan ke polisi terus selamat," katanya.
MA sempat mengatakan kepada Doni bahwa dirinya menyaksikan orang tuanya terinjak-injak dalam kericuhan yang terjadi.
Saat ini, MA dalam keadaan trauma lantaran melihat kondisi orang tuanya yang meninggal terinjak-injak.
"Anaknya Mas Anton (Yulianton) masih trauma, saya tanya 'tahu bapak ibu jatuh diinjak-injak?' dia mengangguk, tahu," ungkapnya.
Sementara itu, kericuhan tersebut terjadi usai pertandingan selesai.
Diketahui bahwa pertandingan berjalan lancar hingga akhir, bahkan tidak ada tanda-tanda kericuhan.
Berawal dari beberapa penonton yang memaksa turun ke lapangan, akhirnya muncul kericuhan yang tidak terkendalikan.
"Kalau menurut saya yang ngerti dan tahu kejadiannya, pertandingan sebenarnya aman-aman saja," jelas seorang penonton selamat dilansir darikompas.tv.
"Setelah itu pemain Arema biasa berbaris di tengah lapangan, nah teman teman itu maunya protes ke pemain kita karena harga diri kalah dari Persebaya di kandang karena kalau kalah lawan Persebaya itu berat rasanya, kok tahu tahunya ada tembakan gas air mata dari polisi yang mengarah ke tribun. Padahal itu sangat dilarang di FIFA,”tambahnya.
(*)