BPOM Rencanakan Awasi Ketat Galon Air Minum Kemasan, Pakar Justru Sebut Resiko BPA Paling Tinggi Ada pada Makanan Kaleng

Senin, 30 Mei 2022 | 13:45
Freepik

Makanan kalengan biasanya mengandung natrium atau garam tinggi.

GridHype.ID - Beredar kabar jikaBadan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) berencana memberikan label BPA (zat Bisphenol-A) pada galon air minum kemasan.

Para ahli dan peneliti mulai menaruh perhatian pada rencana tersebut.

Satu diantaranya adalah padra ahli dan peneliti daribidang teknologi pangan Institut Pertanian Bogor (IPB).

Hal mengejutkan justru diungkap oleh mereka.

“Resiko migrasi BPA yang paling tinggi ada pada makanan-minuman kaleng. Jadi kalau mengkaitkan resiko BPA dengan galon air minum dalam kemasan berbahan polikarbonat itu aneh,” kata Dr. Nugraha Edhi Suyatma, dosen dan peneliti Jurusan Teknologi Pangan IPB pada Webinar bertajuk “Kupas Tuntas Rencana Label BPA di AMDK Galon” yang digelar organisasi Ruang Lestari, Jumat (27/5).

“Karena walau dijemur pada suhu 36 derajat celcius pun galon polikarbonat tidak apa-apa,” sambungnya.

Nugraha menyebut hasil kajian ilmiah potensi migrasi BPA di galon polikarbonat berada di titik 80 derajat celcius.

Begitu juga dengan kekuatan menahan benturannya, galon polikarbonat terbilang tangguh.

“Sedikit menyegarkan ingatan, zat Bisphenol-A (BPA) ini digunakan untuk produksi plastik polikarbonat atau epoksi resin.

Baca Juga: Bisa Dibaca Sebelum Tidur, Inilah Bacaan Doa agar Dijauhkan dari Godaan Setan atau Jin

Bentuk penggunaannya pada galon, botol susu bayi, dan kaleng makanan-minuman sebagai pelindung bagian dalam.”

“Maka dari itu cukup kaget dengan pemberitaan yang mengklaim BPOM ingin mencantumkan label berpotensi berisiko BPA pada galon polikarbonat,” jelas Nugraha.

Keunggulan BPA pada galon dan epoksi resin adalah melindungi isi dalam kemasan karena sifatnya yang lebih tahan panas, polikarbonat jadi lebih kuat, tidak mudah luruh.

Apalagi dalam kemasan kaleng, BPA melindungi isi makanan-minuman di dalamnya agar tidak mudah terkena korosi kaleng.

Dalam kajian Otoritas Keamanan Pangan Eropa (EFSA) menyatakan belum ada risiko bahaya kesehatan terkait BPA karena data paparan BPA terlalu rendah untuk menimbulkan bahaya kesehatan.

EFSA menetapkan batas aman paparan BPA oleh konsumen sebesar empat mikrogram/kg berat badan/hari.

Sebagai ilustrasi, seseorang dengan berat badan 60 kg masih dalam batas aman jika mengonsumsi BPA 240 mikrogram/hari.

Penelitian tentang paparan BPA (Elsevier, 2017) menunjukkan kisaran paparan BPA sehari-sehari sekitar 0,008-0,065 mikrogram/kg berbanding berat badan/hari, sehingga belum ada risiko bahaya kesehatan terkait paparan BPA.

Baca Juga: Kabar Gembira, Pendaftaran Kartu Prakerja Gelombang 31 Akhirnya Telah Resmi Dibuka, Begini Cara Daftar dan Login Prakerja

Kabar pencantuman label BPA pada air minum dalam kemasan galon oleh BPOM sudah bergulir sejak November 2021 lalu.

Dalam berbagai pemberitaan, BPOM mewajibkan AMDK galon untuk mencantumkan label berpotensi berisiko BPA dalam kemasan, atas nama kepentingan perlindungan konsumen.

Menurut Nugraha bahkan BPOM sampai saat ini juga belum mengundang orang-orang yang ahli di bidangnya untuk diajak berdiskusi terkait perubahan ini.

Informasi rencana pelabelan BPA pada AMDK galon pun telah menjadi polemik dan membuat beberapa pihak memantau independensi BPOM dalam isu ini.

Nugraha menganalogikan persoalan ini dengan minyak goreng kelapa sawit yang dalam kenyataannya tidak memiliki kandungan kolesterol.

“Jadi kita tidak perlu terlalu khawatir dengan masalah ini. Sebagai contoh, minyak goreng sawit yang klaimnya tidak mengandung kolesterol tidak boleh karena secara alami memang tidak mengandung kolesterol.

Ini bisa dianggap menyesatkan dan membohongi publik karena memang secara natural tidak mengandung kolesterol,” ujar Nugraha.

CEO Ruang Lestari, Auhadillah Azizi mengungkapkan perlunya BPOM membuat klarifikasi atas beredarnya wacana rencana pelabelan BPA untuk AMDK galon.

Ia mengindikasikan adanya persaingan bisnis yang menunggangi isu ini. “Yang berbahaya itu jika kaitannya ke persaingan usaha karena sudah ada brand yang sudah mencantumkan label BPA Free.

Ini harus dijelaskan apakah ada persaingan bisnis yang melibatkan pembuat kebijakan,” ungkap Auhadillah.

Baca Juga: Gampang Banget! Tak Perlu Install Aplikasi Tambahan, Simak Cara Menghilangkan Status 'Onlin' di WhatsApp

(*)

Editor : Ruhil Yumna

Sumber : NOVA

Baca Lainnya